Tekad pemerintah mengurangi emisi karbon hingga 26 persen pada tahun 2020 sulit tercapai. Bahkan, dikhawatirkan target itu menjadi bumerang bagi Indonesia. Kebijakan yang diharapkan dapat menjaring dana carbon trade dari negara maju malah membuat Indonesia mengalami kemunduran ekonomi.
Satryo Soemantri Brojonegoro melontarkan pendapat itu seusai menyampaikan kuliah inagurasi sebagai anggota Komisi Ilmu Rekayasa Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia di kampus Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Selasa (20/4). Satryo, yang mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, menyampaikan pidatonya berjudul ”Eko-Teknologi Masa Depan Indonesia”.
Sekarang ini emisi karbon Indonesia masih tergolong kecil. ”Dengan menekan emisi itu, bakal mengancam berputarnya roda perekonomian Indonesia,” urai Satryo, yang juga guru besar dan doktor Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini Indonesia juga mengemisi gas rumah kaca, termasuk karbon, secara alami dari laut dan lahan persawahan, di luar aktivitas manusia. ”Hal ini harus diperhitungkan dan target itu perlu dikaji kembali,” kata Satryo yang baru mengakhiri kontrak kerjanya sebagai profesor tamu di Toyohashi University of Technology Jepang.
Untuk mencapai target menahan status emisi karbon hingga satu dasawarsa ke depan, menurut Satryo, perlu penerapan konsep eko-teknologi, yaitu suatu pendekatan sistemik, yang menyeimbangkan antara ekosistem dan sistem binaan manusia. (YUN)
Sumber: Kompas, 21 April 2010