Menteri Riset dan Teknologi Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menyatakan, penghargaan Habibie Award akan ditingkatkan menjadi penghargaan nasional pada tahun depan. Dengan begitu, diharapkan peneliti dapat konsisten di bidangnya sehingga tujuan melahirkan sumber daya manusia yang unggul dapat terwujud.
”Mulai tahun depan, Habibie Award menjadi acara nasional, agenda tahunan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. Diharapkan ini akan memicu semangat para peneliti untuk terus meningkatkan kemampuan dalam penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga inovasi,” ujar Bambang, di Jakarta, Selasa (12/11/2019).
KOMPAS/SHARON PATRICIA–Penerima penghargaan Habibie Award 2019 bidang ilmu kedokteran, Adi Utarini, menjelaskan mengenai upaya menurunkan kejadian demam berdarah secara biologis inovatif, yakni dengan adanya intervensi nyamuk Aedes aegypti dengan bakteri Wolbachid untuk menghambat replikasi virus dengue dalam nyamuk sehingga mengurangi penularan kepada manusia, di Jakarta, Selasa (12/11/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bambang menyampaikan rencana ini dalam acara Habibie Award periode ke-21 yang juga menjadi bagian dari rangkaian acara perayaan hari ulang tahun The Habibie Canter yang ke-20. Acara ini diselenggarakan Yayasan Pembinaan Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan sudah berjalan sejak 1999.
Anugerah Habibie Award diberikan kepada lima ilmuwan yang telah berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan di Indonesia. Untuk tahun ini, ada lima ilmuwan yang terpilih, yakni bidang ilmu dasar, Ivandini Tribidasari Anggraningrum; bidang ilmu kedokteran, Adi Utarini; bidang ilmu rekayasa, Tati Latifah Erawati Rajab; bidang ilmu sosial dan politik, Eko Prasojo; dan bidang ilmu kebudayaan, I Gusti Ngurah Putu Wijaya.
Hadir pula sebagai narasumber ialah Ketua Pengurus Yayasan The Habibie Center Sofian Effendi, Ketua Pengurus Yayasan SDM IPTEK Wardiman Djojonegoro, dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Menurut Bambang, untuk menjadi negara dengan ekonomi yang kuat, Indonesia tidak boleh lagi bergantung hanya kepada sumber daya alam. Namun, harus mengembangkan inovasi, artinya diperlukan sumber daya manusia yang unggul dalam bidang masing-masing.
”Tapi kondisi saat ini memang belum mendukung para peneliti untuk stick pada penelitiannya, bahkan ada yang berganti ke swasta atau pemerintahan sehingga penelitian di bidang itu menjadi tidak optimal. Maka, penting untuk memberikan apresiasi bagi para peneliti sehingga mereka tetap konsisten mengembangkan ilmunya,” ujar Bambang.
KOMPAS/SHARON PATRICIA–Habibie Award 2019 diberikan kepada lima ilmuwan terpilih, yakni bidang ilmu dasar, Ivandini Tribidasari Anggraningrum; bidang ilmu kedokteran, Adi Utarini; bidang ilmu rekayasa, Tati Latifah Erawati Rajab; bidang ilmu sosial dan politik, Eko Prasojo; serta bidang ilmu kebudayaan, I Gusti Ngurah Putu Wijaya, di Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Ke depan, kata Bambang, melalui penelitian-penelitian yang spesifik dan sinergi antarinstansi terkait, tentu akan membuat tindak lanjut lebih nyata. Dengan begitu, triple helix yang menghubungkan antara pemerintah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi, serta badan usaha dapat berjalan baik.
Senada dengan itu, Wardiman Djojonegoro menyebutkan, pemberian penghargaan kepada para peneliti sebagai wujud nyata dari cita-cita untuk meningkatkan kualitas SDM agar bisa mengendalikan iptek. Ini tentunya tetap sejalan dengan moral yang baik.
”Dengan pemberian anugerah ini, diharapkan dapat mendorong para peneliti untuk terus semangat dan berkarya dalam bidang ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Dalam mewujudkan peneliti yang berkualitas, Sofian Effendi mengatakan, Habibie Center akan bekerja sama dengan Universitas Indonesia untuk mendirikan Habibie Institute of Governance and Public Policy, institusi untuk ”menggodok” calon-calon pemimpin berkualitas.
”Ini juga menjadi cita-cita almarhum Habibie. Beliau pernah mengatakan kepada saya, selama ada Indonesia, Habibie Center pun harus terus ada dan bertugas memberikan masukan untuk kemajuan bangsa,” ujar Sofian.
Penerima penghargaan
Profesor Dr Ivandini Tribidasari Anggraningrum adalah guru besar kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Ia telah menghasilkan delapan karya paten, tiga bersertifikat dan lima terdaftar.
Sebagian besar penelitian Ivandini mengenai elektrokimia intan terdadah boron (boron-doped diamond alias BDD) yang dalam penerapannya sebagai sensor dan biosensor. Intan yang sebelumnya hanya menjadi alat tukar dan perhiasan kini dapat disintesis menjadi bahan untuk mengembangkan teknologi katalis, mengatasi pencemaran lingkungan, dan energi alternatif.
Kemudian, Profesor dr Adi Utarini, MSc, PhD adalah dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Sebagai ketua peneliti World Mosquito Program Yogyakarta, Adi bersama tim berupaya membuktikan efektivitas terobosan baru untuk menurunkan kejadian demam berdarah secara biologis inovatif.
Artinya, dengan adanya intervensi nyamuk Aedes aegypti dengan bakteri Wolbachid. Intervensi tersebut ditengarai mampu menghambat replikasi virus dengue di dalam nyamuk sehingga mengurangi penularan kepada manusia.
Sementara Profesor Dr Ir Tati Latifah Erawati Rajab adalah dosen Institut Teknologi Bandung. Beberapa alat kesehatan yang dikembangkan bekerja sama dengan rumah sakit atau fakultas kedokteran, antara lain alat bantu rehab medik pascaoperasi, software periksa mata, sistem sensor electroencephalography, dan sistem deteksi dini kanker payudara.
Tiga paten terdaftar berupa NiVa (Non-Invasive Vascular Analyzer) untuk mendeteksi tingkat kelenturan pembuluh darah, alat elektrokardiografi 12 lead dengan telemetri, dan perangkat ELISA Reader versi baru untuk mendeteksi virus hepatitis B.
Dalam bidang ilmu sosial dan politik, Prof Dr Eko Prasojo, Mag.rer.publ adalah Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. Eko dinilai berkontribusi dalam pembangunan ilmu dan praktik pemerintahan melalui tulisan di berbagai jurnal, opini media, dan 15 buku berbahasa Indonesia, antara lain buku Deregulasi dan Debirokratisasi Perizinan di Indonesia (2007).
Eko pun beberapa kali mendapat mandat sebagai panitia seleksi calon pemimpin berbagai lembaga negara dan kepala daerah. Ia ditunjuk menjadi Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pencapaian dalam bidang ilmu administrasi publik pun mengantar Eko meraih Bintang Mahaputera Utama 2014, Distinguished Scholar and Scientist in Public Administration dari Philippine Society for Public Administration 2018. Eko juga menjadi orang ketiga dari Asia yang menerima The Braibant Lecture 2019 dari International Institute of Administrative Science (IIAS) di Belgia.
Dalam bidang kebudayaan, Dr HC I Gusti Ngurah Putu Wijaya, SH merupakan seorang budayawan. Ia seorang penulis yang sangat produktif. Karya-karyanya berciri khas unik yang bernapaskan teror mental, dengan gaya stream of consciousness atau arus kesadaran.
Karya Putu merambah dunia sinematografi dan skenario filmnya telah tiga kali membawanya meraih Piala Citra di Festival Film Indonesia. Sepanjang pengabdiannya, Putu tercatat di Museum Rekor-Dunia Indonesia atas grup teater anak pemenang penghargaan internasional terbanyak, salah satunya memperoleh SEA Write Award dari Ratu Sirikit Thailand.
Atas pencapaiannya, kelima penerima penghargaan Habibie Award 2019 mendapatkan hadiah masing-masing sebesar 25.000 dollar AS atau setara dengan Rp 352 juta. Hadiah ini sebagai bentuk penghargaan atas prestasi, pemikiran, dan kontribusi mereka bagi bangsa.
Oleh SHARON PATRICIA
Editor M FAJAR MARTA
Sumber: Kompas, 12 November 2019