Akibat aksi penebangan di kawasan hutan alam yang meningkat di Provinsi Riau sepanjang tahun 2013, terjadi kerusakan hutan alam hingga seluas 252.000 hektar atau seperempat juta hektar dari total areal hutan yang tersisa seluas 1,7 juta hektar lahan. Kerusakan lahan hutan pada 2013 lebih besar daripada kerusakan hutan atau deforestasi pada tahun sebelumnya yang mencapai 188.000 hektar.
”Kami menemukan data peningkatan penebangan hutan alam yang dilakukan oleh pelaku korporasi berbasis tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit. Kini, luas areal hutan alam Riau hanya tersisa sekitar 1,7 juta hektar atau sekitar 19 persen dari luas daratannya,” ujar Muslim Rasyid, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), saat Refleksi Akhir Tahun 2013 di Pekanbaru, Selasa (31/12) lalu.
Menurut Muslim, apabila ditambah dengan laju deforestasi hutan alam dalam tiga tahun terakhir, kerusakan hutan Riau ternyata sudah jauh lebih besar lagi. Pada periode tiga tahun lalu, kerusakan hutan baru lebih dari setengah juta hektar. Artinya, laju kehilangan tutupan hutan pada periode itu rata-rata mencapai 188.000 hektar setahun.
”Yang lebih menyedihkan, sebagian besar atau mencapai 73,5 persen hutan yang rusak itu berada di hutan alam gambut yang semestinya harus dilindungi. Jika diibaratkan lahan kerusakannya, setiap hari terjadi kerusakan hutan seluas 10.000 lapangan futsal,” ujar Made Ali, Manajer Kampanye Jikalahari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kerusakan hutan sepanjang 2013 tersebar di beberapa kelompok hutan. Kelompok hutan konsesi hutan tanaman industri (HTI) menyumbang kerusakan seluas 87.000 hektar. Sementara pemegang hak guna usaha (HGU), seperti perusahaan perkebunan kelapa sawit, menyumbang kerusakan hutan yang bisa mencapai 10.000 hektar. ”Kerusakan di hutan lindung dan konservasi sumber daya alam juga terbilang tidak kecil, yakni mencapai 43.500 hektar,” katanya.
Kerusakan hutan konservasi terbesar terjadi di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang diperkirakan sudah mencapai 43.000 hektar dari total lahan seluas 83.000 hektar. Dari pemantauan citra satelit, hutan Tesso Nilo yang masih tertutup rapat hanya sekitar 24.000 hektar dan 15.000 hektar berupa semak belukar.
Sebagian besar perambahan di Tesso Nilo menyebabkan alih fungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit. Sayangnya, upaya yang dilakukan pemerintah sangat minimalis dan sangat tidak cukup untuk mengembalikan kerusakan yang sudah begitu meluas.
Birokrasi buruk
Menurut Muslim, peningkatan kerusakan hutan tidak terlepas dari birokrasi pemerintah yang buruk karena korup sehingga membiarkan korporasi menebang hutan dan merampas tanah rakyat yang menimbulkan kerusakan ekologis. Selain itu, pemerintah juga bersikap akomodatif.
Kasman, Manajer Sistem Informasi Geografis Jikalahari, menambahkan, sepanjang 2013 kebakaran hutan di Riau mencapai 15.000 titik lebih. (SAH)
Sumber: Kompas, 2 Januari 2014