Suhu muka laut di Laut Jawa dan Samudra Hindia terus memanas hingga 0,6 derajat celsius dalam 50 tahun terakhir. Selain menyebabkan penurunan oksigen terlarut di lautan kenaikan suhu ini diduga memicu kian sering dan kuatnya siklon tropis.
”Sebelum 1960-an, pemanasan muka laut fluktuatif, tetapi setelahnya ada kenaikan secara progresif,” kata Siswanto, peneliti iklim maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, di Jakarta, Kamis (11/1).
Kenaikan suhu muka laut di Indonesia per tahun 0,01-0,02 derajat celsius. Selain berdampak pada penyusutan oksigen terlarut, hal ini juga memicu menguatnya energi badai tropis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kajian Siswanto ini dilakukan dengan melihat perubahan suhu muka laut di Laut Jawa sebelah utara Jakarta dan Samudra Hindia sebelah barat Banten dalam kurun waktu 130 tahun. Hasil kajian ini sudah dipublikasikan di International Journal of Climatology pada 2015.
Suhu muka laut di Indonesia dulu bersifat fluktuatif dipengaruhi variabilitas alam, seperti El Nino dan La Nina, letusan gunung api, dan variabilitas internal lautan. Setelah 1960-an, faktor antropogenik atau ulah manusia lebih kuat pengaruhnya.
Variabilitas alam berfluktuasi, tapi kalah kuat dari tren faktor antropogenik yang memanaskan muka laut. ”Kenaikan muka laut di area yang kami studi naik 0,5-0,6 derajat celsius dibandingkan sebelum 1960-an. Ini hampir sama dengan kenaikan muka laut global,” ujarnya.
Studi baru menunjukkan, kenaikan suhu laut merugikan stok ikan komersial karena memengaruhi sumber makanannya. Dipublikasikan di jurnal PLOS Biology, penulis utama bagi program doktoral, Hadayet Ullah, di Universitas Adelaide, Australia, menguji coba itu dengan 12 tangki masing-masing berisi 1.600 liter air laut diisi alga, udang, spons, siput, dan ikan. Itu meniru kondisi elevasi samudra dan keasaman diperkirakan naik akibat kenaikan emisi gas rumah kaca.
Suhu muka laut Indonesia naik sejak 1960-an seiring penyusutan oksigen terlarut di laut. Perubahan karakter ini menandai dominasi ulah manusia memengaruhi perubahan alam.
Ternyata kenaikan suhu menekan aliran energi penting dari produsen makanan utama di bagian bawah seperti alga hingga predator di puncak jaring makanan laut. ”Jaring makanan sehat penting bagi keragaman spesies dan memasok makanan bagi jutaan orang,” kata Ullah dalam Sciencedaily, Selasa (9/1).
Ancaman nyata
Sebagaimana dikaji Denise Breitburg dan tim (2018), kenaikan suhu muka laut global menjadi faktor utama penyusutan oksigen terlarut di lautan. Penyusutan oksigen juga dipicu pencemaran limbah organik ke perairan (Kompas, 11 Januari 2018).
Siswanto mengatakan, berdasarkan survei bersama tim internasional pada Pelayaran InaPRIMA 2017, penyusutan kadar oksigen di lautan ditemukan di Samudra Hindia. ”Makin mendekati Teluk Benggala, penipisan kadar oksigen di Samudra Hindia, barat Sumatera, dari permukaan sampai kedalaman 700 meter signifikan, bahkan sampai nol kadarnya,” kata Siswanto.
Kepala Laboratorium Data Laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo Pranowo mengatakan, kajian penyusutan kadar oksigen terlarut di perairan Indonesia telah dilakukan, tetapi banyak di antaranya belum diterbitkan di jurnal internasional. Pada kajian Denise Breitburg, perairan Indonesia belum disebut kondisinya.
Kajian oleh Faisal Hamzah dan Mukti Trenggono yang diterbitkan di Jurnal Kelautan Nasional tahun 2014, misalnya, menemukan tren penurunan kadar oksigen terlarut di Selat Lombok. Hasil analisis mereka menunjukkan, kandungan oksigen di utara Selat Lombok 2,48-7,15 miligram per liter (mg/l), bagian tengah 2,32-6,58 mg/l, dan selatan 2,35-6,71 mg/l. Kandungan oksigen itu berkurang di lapisan permukaan.
Menurut Widodo, penyusutan kadar oksigen di laut mengancam sumber daya lautan, terutama mengurangi keragaman hayati. Kerugian ekonomi akan dialami negara-negara yang mengandalkan sumber daya laut, seperti Indonesia, sehingga dampaknya harus diantisipasi sejak dini.
Kenaikan suhu muka laut pemicu penyusutan oksigen di laut jadi soal serius bagi Indonesia ke depan. Untuk antisipasi sejak dini, harus ada upaya terintegrasi dengan penanganan sampah di laut. ”Sampah organik jika membusuk menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen),” katanya.
Seperti disebutkan Denise Breitburg, penyusutan oksigen yang dipicu pemanasan global tak bisa diatasi secara lokal. Namun, penyusutan oksigen akibat pembuangan limbah bisa dikurangi secara lokal. (AIK/ICH)
Sumber: Kompas, 12 Januari 2018