Tahun lalu Samsung memperkenalkan tiga lini produk ponsel pintar mereka dari seri A yang ditujukan untuk segmen menengah dengan ciri khas badan bertepikan bahan besi terilhami dari Galaxy Alpha. Dua produk pertama adalah Galaxy A3 dan A5 di bulan pertama tahun 2015 lantas diikuti A8 pada bulan kesepuluh. Setahun kemudian, Samsung kembali meluncurkan tiga ponsel dari seri A, yakni A3, A5, dan A7.
Yang dilakukan kali ini adalah memperkenalkan kembali tiga ponsel seri A dengan desain produk yang baru serta spesifikasi yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Mereka pun mengemasnya dengan istilah seri A versi tahun 2016.
Beberapa yang cukup mencolok adalah penggunaan prosesor buatan sendiri yakni Exynos menggantikan prosesor buatan Qualcomm seperti ditemukan pada A3 dan A5 yang diluncurkan tahun lalu. A3 yang baru diluncurkan ini menggunakan Exynos 7578 berkecepatan 1,5 gigahertz dan A5 memanfaatkan Exynos 7580 berkecepatan 1,6 gigahertz seperti ditemukan pada A7.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tampilan fisik seri A tahun 2016 sudah mengikuti gaya visual ponsel premium mereka yakni Galaxy S6 dengan pinggiran yang terasa melengkung saat diraba dan dibiarkan dengan warna perak gelap serta aksen dua garis melintang di sisi atas. Pinggiran layar terasa melengkung dan menyatu dengan badan ponsel. Teknologi ini dinamakan 2.5D meski untuk sementara hanya berguna untuk urusan estetika produk semata.
Samsung tidak mengedarkan seri A7 tahun lalu untuk pasar Indonesia dan memilih meluncurkan A8. Akhirnya, Samsung memperkenalkan seri A7 kali ini. Spesifikasinya sedikit di bawah A8 yang menggunakan Exynos berkecepatan 1,8 gigahertz.
Yang menarik adalah fitur yang sebelumnya hanya didapatkan di ponsel premium kini juga disematkan untuk seri A meski tidak semuanya. Salah satunya adalah sensor sidik jari yang dimasukkan pada tombol fisik yang ada di bagian muka. Sebelumnya fitur ini hanya ditemukan di produk kelas premium seperti Galaxy S atau Galaxy Note. Kemampuan ini sudah bisa didapatkan pada A5 dan A7.
Teknologi untuk menstabilkan gambar yang ditangkap kamera yakni optical image stabilizer juga ditemukan pada dua seri tersebut. Fitur ini menggenapi kamera utama dengan ketajaman 13 megapiksel yang memiliki diafragma f/1.9 yang membuatnya unggul di daerah dengan pencahayaan kurang. Satu lagi fitur yang bisa ditemukan pada produk ini adalah pengisian daya cepat yang bisa dilakukan tanpa harus mengandalkan perangkat khusus.
Dan lagi-lagi kemampuan fitur tersebut hanya ada di A5 dan A7. Seri A3 seperti tahun sebelumnya memang memiliki spesifikasi ataupun fitur yang tidak selengkap rekannya. Hal ini barangkali konsekuensi yang didapat sebagai seri A dengan harga yang paling terjangkau. Selain tidak memiliki fitur-fitur teknologi tersebut, A3 juga memiliki prosesor yang mampu bekerja di jaringan Long Term Evolution (LTE) kategori 4, sementara A5 dan A7 sudah kategori 6. Kategori menentukan kemampuan perangkat untuk mengakomodasi kecepatan akses internet.
Ketiga ponsel yang diluncurkan bulan Februari itu akan memiliki sistem operasi Android versi 5.1.1 dengan sentuhan ala Samsung pada tampilan antarmuka. Dua tahun sebelumnya, hal itu bukanlah sesuatu yang baik karena saat itu Samsung dikenal gemar memasukkan aplikasi bawaan yang tidak bisa dicopot begitu saja atau bloatware. Kini mereka banyak belajar dan membuat penyesuaian pada tampilan antarmuka sistem operasi agar mudah dipergunakan pengguna.
Belum ada kepastian terkait rencana pembaruan sistem operasi ke versi Marshmallow, sementara hal tersebut sudah dilakukan untuk seri S6.
Pada bulan Februari, tiga tipe ponsel ini sudah bisa dibeli dengan harga Rp 4 juta untuk A3, Rp 5,3 juta untuk A5, dan A7 yang bisa dibeli dengan harga Rp 6,5 juta. Dibandingkan dengan versi tahun lalu, A3 saat diluncurkan bulan Januari 2015 dipatok di harga Rp 3,5 juta, sementara A5 dengan harga Rp 5,5 juta. A8 saat diperkenalkan bulan Oktober 2015 ditawarkan dengan harga Rp 6,5 juta.
Langkah baru
Tiga produk dengan seri A ini adalah anomali di katalog produk ponsel pintar yang selama ini dimiliki Samsung. Merilis produk dengan nama seri yang sama bukanlah kebiasaan dari Samsung yang selama ini dikenal dengan penamaan yang linier seperti seri S2 hingga S6 dan sedang mempersiapkan peluncuran S7. Ponsel seri A yang diluncurkan bulan Februari ini hanya memiliki perbedaan penyebutan yakni “versi 2016”.
Galaxy A5 dan Galaxy A7 yang diletakkan berdekatan di sela-sela peluncuran di Jakarta, Kamis (28/1/2016). Dibandingkan seri yang sama tahun lalu, Samsung merombak penampilan luar untuk mengikuti desain produk premium sembari mendongkrak sisi performa.–KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Vebbyna Kaunang, IT and Mobile Marketing Director Samsung Electronic Indonesia, mengatakan, ini adalah strategi untuk memperkuat merek Samsung di tengah gempuran produk dari kompetitor ataupun pemain baru. Penggunaan nama yang sama diharapkan bisa mengurangi kebingungan yang dihadapi dengan konsumen karena dalam setahun Samsung bisa meluncurkan belasan tipe ke pasar sebuah negara. Hal tersebut memang terjadi, setidaknya sejak dua tahun lalu, dengan beragamnya seri ponsel pintar dari Samsung dan sulit lagi diketahui perbedaannya, misalnya Galaxy Core, Galaxy Young, dan Galaxy Grand.
Nantinya, penamaan produk untuk ponsel kelas menengah dan pemula akan diberlakukan seperti seri A. Nama tidak berubah kecuali versi tahun diluncurkan. Kebijakan tersebut tidak berlaku untuk lini produk premium karena seri S akan diberi nomor yang urut secara terus-menerus.
“Yang terjadi dengan seri A dari tahun lalu adalah penghentian produksi dan memfokuskan diri ke versi yang terbaru,” kata Vebbyna.
Di satu sisi, kebijakan tersebut cukup memudahkan Samsung untuk mengembangkan reputasi dari masing-masing seri produk. Yang mereka lakukan hanyalah memperbaiki spesifikasi, membubuhi fitur yang sebelumnya tidak ada, atau memoles dengan desain produk yang lebih terkini. Samsung menempatkan seri A ke irisan masyarakat yang disebut dengan istilah Generasi A atau “Gen A” yang dideskripsikan dengan berjiwa muda, ekspresif, dan padat dengan aktivitas.
“Klasifikasi seri produk Samsung kini bergeser dari sekadar spesifikasi dan rentang harga menjadi gaya hidup dan pengalaman saat menggunakan produk karena inilah keunikan dari masyarakat Indonesia. Bisa jadi ada dua orang yang punya usia dan tingkat pendidikan sama tapi bisa jadi membutuhkan dua tipe ponsel pintar yang jauh berbeda karena gaya hidup mereka masing-masing,” ujar Vebbyna.
Hal itu juga terkait dengan pemilihan duta produk yang dianggap mewakili Gen A saat ini yakni Alsi Mega Marsha Tengker, selebritas muda yang dikenal di layar kaca ataupun layar gawai melalui media sosial. Dia berpendapat, gawai yang dia butuhkan adalah ponsel pintar yang bisa memfasilitasi aktivitas di dunia maya dan memiliki kamera andal untuk gegas dioperasikan serta andal di kondisi pencahayaan minim. Semua tanpa harus tahu merek prosesor yang digunakan, kapasitas penyimpanan internal, atau istilah teknis lain.
Kebijakan untuk mempertahankan nama sayangnya juga bisa menimbulkan tuntutan bagi Samsung untuk meremajakan seri ponsel mereka. Bila tidak dilakukan, hal itu bisa memunculkan pertanyaan sekaligus menjadi dugaan akan tipe-tipe ponsel yang tidak terlalu diminati pasar sehingga tidak dilanjutkan. Tahun 2016 akan menjadi tahun yang cukup menentukan bagi Samsung untuk memastikan keandalan strategi ini.
DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Sumber: Kompas Siang | 2 Februari 2016