Ada banyak alasan yang bisa ditarik di balik peluncuran Z2 oleh Samsung. Ponsel pintar yang dijual dengan harga Rp 900.000 itu seperti bertujuan untuk menjadi pilihan pertama bagi konsumen yang ingin mendapatkan ponsel pertamanya. Tidak perlu lagi memikirkan opsi mendapatkan ponsel pemula yang hanya bisa membuat panggilan telepon dan pesan singkat, dana yang terbatas bisa dialokasikan untuk ponsel pintar dari merek global yang dikenal dengan produk kelas menengah hingga premium seperti Galaxy J, Galaxy A, Galaxy S, maupun Galaxy Note.
Kompas berkesempatan mencoba perangkat ini selama beberapa hari. Z2 secara meyakinkan bisa menjadi ancaman bagi segmen harga Rp 1 juta dan di bawah Rp 1 juta yang selama ini dikuasai merek lokal. Tidaklah mengherankan peluncuran Z2 di bulan Oktober sempat memaksa satu merek lokal menunda peluncuran ponsel kelas menengah dan balik memperkuat lini produk yang bersinggungan dengan Z2.
Dengan harga tersebut, pengguna sudah bisa mendapatkan ponsel pintar dengan layar sentuh 4 inci, prosesor 1,5 gigahertz, RAM 1 gigabit, dan penyimpanan internal 8 gigabita. Kamera utama memiliki resolusi 5 megapiksel dan gawai ini mampu bekerja di jaringan seluler 4G.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Spesifikasi ini cukup bersaing meski tidak bisa dibilang inovatif, ada beberapa ponsel dari merek lokal yang memiliki spesifikasi serupa beredar di pasaran. Namun, untuk berada di rentang harga yang sama, Samsung punya kelebihan berupa reputasi berikut jaringan layanan purnajual yang memudahkan konsumen untuk menjatuhkan pilihan pada mereka.
Salah satu penjelasan yang bisa menerangkan keputusan Samsung untuk bisa menjual ponsel di bawah angka Rp 1 juta adalah sistem operasi yang dipakai, yakni Tizen. Sistem operasi ini pengembangannya dirintis oleh Samsung dan dilakukan secara terbuka (open source) layaknya Android.
Bedanya, Tizen dikembangkan secara khusus agar bisa optimal dengan perangkat yang memiliki spesifikasi terbatas seperti Z2 ini. Terbukti dengan waktu yang dibutuhkan untuk memuat sistem operasi usai perangkat dinyalakan jauh lebih singkat ketimbang perangkat Android yang harganya Rp 1 juta-Rp 2 juta.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Z2 merupakan ponsel dari Samsung dengan sistem operasi Tizen sebagai alternatif dari Android yang selama ini mereka pakai, Jumat (2/12/2016). Menyasar segmen pemula, ponsel ini dijual dengan harga Rp 900.000 per unit.
Ada upaya tambahan yang barangkali tidak terlalu signifikan, yakni menyertakan penutup belakang tambahan dengan balutan motif megamendung yang memperkuat identitas Indonesia. Namun, detail kecil itu layak diapresiasi.
Ekspektasi
Satu hal yang patut diingat sewaktu mempertimbangkan untuk membeli Z2 adalah memastikan ekspektasi kita tidak terlampau tinggi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Z2 memang tidak mengincar segmen muda kebanyakan, tapi mereka yang ingin mendapatkan ponsel pemula dengan harga terjangkau. Untuk mewujudkannya, ada beberapa pengorbanan yang harus dilakukan Samsung.
Dari sisi perangkat keras, Z2 memang diniatkan untuk pengguna pemula yang tidak terlampau aktif bermain dengan gawainya. Pun termasuk dengan kameranya yang tidak terlalu bisa diandalkan untuk mengabadikan gambar, apalagi membuat swafoto dengan resolusi kamera depan di bawah 1 megapiksel.
Setidaknya sistem operasi yang dipergunakan tidak terlalu membingungkan pengguna karena tampilan antarmukanya mirip dengan Android. Ada beberapa persamaan seperti usap layar dari atas ke bawah yang akan memunculkan menu.
Navigasinya ada sedikit perbedaan, yakni pada layar aplikasi, ada daftar yang tetap dan tidak bisa berubah dan ada daftar yang bisa digeser. Perbedaan utama terletak pada ekosistem aplikasi, Tizen memiliki pasar aplikasi berupa Tizen Store. Aplikasi Android yang umumnya memakai format APK tidak bisa dipasang ke sistem operasi ini.
Saat ini Samsung Indonesia terus berkampanye ke pengembang aplikasi lokal untuk mengalihkan aplikasi mereka agar juga tersedia di ekosistem Tizen.
Namun, di sinilah sebetulnya masalah yang harus ditangani segera, yakni kurangnya dukungan layanan arus utama kepada Tizen. Misalnya, Twitter yang hanya diakses lewat koneksi web, bukan aplikasi yang khusus. Begitu pula dengan layanan lokal, misalnya ojek aplikasi.
Vebbyna Kaunang, Marketing Director IT and Mobile Samsung Indonesia, mengatakan, kemiripan tampilan antarmuka hanya salah satu hal yang membuat pengguna untuk terbiasa memakai ponsel pintar dengan sistem operasi berbasis layar sentuh dari sebelumnya tuts. Rencana untuk mengeluarkan seri ponsel dengan spesifikasi lebih baik dan menggunakan Tizen memang ada, tapi mereka harus melihat bagaimana penjualan tipe ini di pasaran.
Bagi mereka yang sudah terbiasa memakai ponsel pintar dengan Android, Z2 bisa saja tidak memiliki alasan khusus untuk dimiliki kecuali rasa penasaran mencoba ekosistem sistem operasi selain Android. Namun, bagi mereka yang sedang mempertimbangkan untuk beralih ke ponsel pintar, Z2 bisa menjadi pijakan pertama.
DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Sumber: Kompas siang, 5 Desember 2016