Pemerintah Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok menjalin kerja sama untuk memperketat pengawasan perdagangan tumbuhan dan satwa liar. Hal itu diharapkan bisa menekan aktivitas penyelundupan dan perdagangan ilegal.
Terkait hal itu, Tiongkok diminta hanya menerima tumbuhan dan satwa liar (TSL) resmi dari Indonesia. Jadi, bukan TSL yang dikirim lewat pihak ketiga di Singapura dan Hongkong.
”Pemerintah Tiongkok dan Indonesia akan saling bertukar informasi saat mendapati perdagangan TSL liar agar bisa dilakukan penegakan hukum,” kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Sonny Partono, Rabu (3/9), di Jakarta. Ruang lingkup kerja sama itu juga meliputi, antara lain, fasilitas perizinan dan sertifikasi, verifikasi proses, dan transparansi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kesepakatan tukar-menukar informasi itu sebagai implementasi Konvensi Internasional Perdagangan Spesies Terancam Punah (CITES). Hal itu tertuang dalam nota kesepahaman yang dilakukan Sonny Partono dengan Dirjen Otoritas Pengelola CITES Tiongkok, Meng Xianlin, disaksikan Wakil Menteri Kehutanan Tiongkok Liu Dongsheng dan Staf Ahli Menhut Indonesia Basuki Karya Atmaja.
Selama ini Indonesia mengekspor TSL berupa gaharu, kura- kura air tawar, ikan arwana, ular, kulit reptil, dan pakis. Volume ekspor gaharu dari Indonesia ke Tiongkok sebanyak 150 ton dari total ekspor 700 ton.
Nilai ekspor perdagangan TSL Indonesia hingga kuartal kedua Rp 900 miliar, sepertiga di antaranya adalah ekspor ke Tiongkok. Angka itu diprediksi naik 30-40 persen jika dikirim langsung dari Indonesia ke Tiongkok tanpa lewat pihak ketiga.
Selain meningkatkan devisa, lanjut Sonny, pengawasan lalu lintas perdagangan satwa akan lebih mudah. Tiongkok pun diminta hanya menerima ekspor TSL sesuai kuota atau tak menerima TSL ilegal.
Liu Dongheng sepakat mendukung Indonesia yang aktif melindungi TSL. ”Kami berjanji mendukung setiap operasi (penindakan perdagangan TSL ilegal),” katanya. Pihaknya berharap kerja sama serupa diterapkan di bidang perkayuan karena Indonesia adalah produsen kayu yang diperlukan Tiongkok. (ICH)
Sumber: Kompas, 4 September2014