Sekalipun Jawa telah mengalami tekanan lingkungan paling tinggi di Indonesia dan kehilangan banyak flora dan fauna endemisnya, namun kekayaan hayati pulau ini belum sepenuhnya tersingkap. Penelitian terbaru menemukan spesies baru cicak batu di Gunung Muria, Jawa Tengah.
Satu spesies baru cicak batu anggota genus Cnemaspis ini secara resmi dicatatkan pada lembaran daftar spesies Indonesia. Karena ditemukan di Gunung Muria, spesies ini kemudian dinamakan Cnemaspismuria.
Spesies baru cicak batu yang ditemukan di Gunung Muria yang kemudian dinamakan Cnemaspis muria. Foto dokumentasi: Awal Riyanto, LIPI
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Identifikasi spesies baru cicak ini dilakukan dengan meneliti perbedaan ciri-ciri morfologisnya yang tidak dijumpai pada spesies lain. Hasilnya kemudian diperkuat secara filogenik,” kata peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Awal Riyanto, Jumat (31/5/2019), di Jakarta. Awal Riyanto merupakan penulis pertama kajian yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Zootaxa edisi 4608 pada 17 Mei 2019.
Ciri morfologi yang spesifik dari spesies baru ini antara lain panjang tubuh mencapai 5,8 sentimeter, memiliki sepasang struktur tuberkular seperti kerucut pada kepala bagian belakang, alur berkutil pada nuchal loop (lingkaran tengkuk), susunan deret tuberkular dorsal tidak secara linier, dan pupil bulat.
“Spesies jantan mempunyai warna perut dan pangkal kuning serta ujung ekor putih, sedangkan betina perut berwarna putih dan setengah panjang ekor bagian belakang dihiasi warna hitam putih berselang seling seperti cincin,” kata Awal.
Sedangkan berdasarkan analisis phylogeneticatau pohon kekerabatan yang didasarkan dari DNA-nya, cicak batu muria ini memiliki kerabat paling dekat dengan Cnemaspis bidongensis atau cicak batu dari Bidong, Malaysia.
“Untuk di Indonesia, genus Cnemaspis juga ditemukan di daerah Gunung Rajabasa, Lampung, Kalimantan Barat, serta pulau kecil di Selat Karimata. Namun, di Jawa sebelumnya tidak pernah ditemukan,” kata dia. “Perlu kajian lebih lanjut kenapa cicak yang di Muria ini justru berkerabat dekat dengan di Malaysia.”
Menurut Awal, masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengungkapkan perkiraan kapan terjadinya pemisahan evolusi cicak muria ini. “Apakah sejalan dengan sejarah geologi terpisahnya Kepulauan Sunda dengan daratan Asia atau tidak,” ujarnya.
Fungsi bagi ekosistem
Awal mengatakan, keberadaan Cnemaspis muria ini pertama kali dilaporkan Andri IS Martamenggala dari GAIA Eko Daya Buana saat melakukan survei keragaman hayati di gunung Muria pada Juli 2018. Temuan tersebut kemudian dibawa ke Museum Zoologicum Bogoriense di bawah Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Hingga kini belum diketahui populasi fauna ini. “Namun, yang agak mengkhawatirkan, cicak ini ditemukan di aliran sungai sekitar perkebunan kopi, bukan di hutan konservasi. Kita belum tahu apakah spesies ini ada di tempat lain atau memang yang di Muria ini adalah spesies yang masih tersisa,” kata Awal.
Secara ekologi, menurut Awal, cicak ini berperan penting dalam membantu mengendalikan populasi serangga. “Cicak ini kemungkinan membantu membatasi populasi serangga di kebun kopi. Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar petani di sana membatasi penggunaan pestisida dan herbisida sehingga tidak mengganggu keberlangsungan cicak ini, sekaligus menjaga keseimbanga ekosistemnya,” kata dia.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Puslit Biologi LIPI Joeni Rahayu mengatakan, Pulau Jawa mengalami tekanan paling besar terhadap kepunahan spesies flora dan fauna karena padatnya populasi penduduk. Seperti disebutkan laporan terbaru panel ahli Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES)-Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2019, dunia saat ini mengalami ancaman kepunahan satu juta spesies flora dan fauna.
Namun, temuan baru cicak di Muria ini menunjukkan bahwa belum semua spesies yang tersisa di Pulau Jawa telah terdokumentasikan. Pada 2018, Amir Hamidi dari Puslit Biologi LIPI dan tim juga mengidentifikasi spesies baru katak Leptophryne javanica yang ditemukan di Gunung Ciremai dan Gunung Slamet. Katak ini memiliki ciri fisik unik, di antaranya jari tangan dan kaki yang membulat dengan bentuk tubuh ramping dan kecil.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 1 Juni 2019