Sekolah Masih Terkendala Fasilitas Belajar Otomotif
Sekolah menengah kejuruan dengan jurusan otomotif mengandalkan dana dan kerja sama dengan industri untuk mengembangkan pendidikan. Sekolah terkendala dana, fasilitas, dan tenaga pengajar. Kerja sama itu antara lain terkait perakitan mobil yang membantu murid belajar proses produksi lebih lengkap.
Guru dan murid SMKN 8 Kota Bandung, Jawa Barat, misalnya, menjajaki kemungkinan kerja sama teknik dan pembiayaan dengan sebuah perusahaan oli terkemuka. Mereka ingin mengembangkan generasi keempat rakitan mobil SMK itu yang dinamai mobil Anak Bandung Cinta Damai (ABCD).
”Pembuatan mobil terhenti selama tiga tahun. Kami bersemangat karena ini bisa meningkatkan kemampuan murid serta pengajar untuk menghadapi persaingan yang semakin berat,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat SMKN 8 Irvan Lafarmi, di Bandung, Rabu (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Program pembuatan mobil ABCD SMKN 8 dimulai enam tahun lalu. Ada tiga mobil yang rampung dibuat. Mobil ABCD generasi keempat sudah dirancang sejak 2012. Mobil itu menurut rencana akan menjadi mobil penumpang dengan empat kursi. Namun, karena keterbatasan dana, program tidak dilanjutkan setelah rangka selesai dibuat.
”Biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu mobil Rp 100 juta-Rp 150 juta,” katanya. Jika kesepakatan dengan perusahaan oli terjadi, masalah pembiayaan teratasi.
Dengan merakit mobil secara utuh, murid belajar proses produksi lebih banyak dan terampil. ”Ketika hanya belajar bongkar pasang mobil, kita tidak akan menghasilkan produk. Mesin mobil juga akan rusak,” kata Marudut Simanjuntak, guru jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMKN 4 Jakarta.
SMKN 4 Jakarta yang pernah menjadi pusat perakitan mobil Esemka dan mini truck pada 2012 kini tidak lagi merakit mobil apa pun. Terhentinya program Direktorat SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi penyebab.
Kendala
Marudut mengatakan, salah satu kendala dalam pembelajaran otomotif ialah kekurangan unit mobil dan minim pembaruan mesin untuk praktik. Untuk praktik TKR, di SMKN 4 terdapat ruangan tempat bongkar pasang mesin mobil dengan beberapa mesin mobil dan empat unit mobil. Dua di antaranya ialah mobil sumbangan.
Marudut menyatakan, jumlah unit mobil untuk praktik tidak sebanding dengan jumlah siswa. Untuk Jurusan TKR kelas X, XI, dan XII, jumlah siswa setiap kelas adalah 32 orang. Selama ini, delapan murid mempelajari materi tune-up dan rem dalam satu unit mobil.
”Idealnya, satu mobil dipelajari empat siswa. Belum lagi jika ada dua kelas dalam sehari yang praktik. Sekitar 60 orang akan berbagi (belajar) empat mobil,” kata Marudut. Dua dari empat unit mobil yang dipelajari bermesin tahun 1997.
Untuk mengatasi kendala alat dan fasilitas dalam pembelajaran itu, SMKN 1 Palangkaraya, bekerja sama dengan salah satu pabrik mobil dalam mendidik para murid, khususnya bagi jurusan TKR. Kerja sama dilakukan untuk pengembangan pengetahuan murid tentang mesin mobil.
”Jika ada perkembangan baru tentang mesin mobil, para guru selalu mendapatkan pelatihan. Kami juga mendapatkan modul dan buku-buku tentang mekanik permesinan,” kata Wakil Manajemen Mutu SMKN 1 Palangkaraya Tarantang di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kerja sama juga dibutuhkan karena SMKN 1 Palangkaraya kekurangan tenaga pengajar.
Pembelajaran para siswa di SMK itu belum sampai pada perakitan dan pembuatan mobil, masih sebatas pengetahuan dasar-dasar tentang mesin dan servis mobil. (CHE/B05/DKA)
Sumber: Kompas, 12 Februari 2015
Posted from WordPress for Android