Pelajaran Sejarah yang penuh dengan hafalan akan terasa menyenangkan bagi siswa jika guru menyampaikannya dengan menarik. Siswa tidak akan merasa jenuh, tetapi mudah menangkap materi yang diajarkan guru.
Peserta kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) 2019 melakukan simulasi pengajaran di Ambon, Maluku, salah satunya di SMA Negeri 3 Ambon, Kamis (19/9/2019).
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Peserta kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) 2019 melakukan simulasi pengajaran di SMA Negeri 3 Ambon, Maluku, Kamis (19/9/2019). Kegiatan ini dilakukan untuk melihat situasi pembelajaran di Ambon dan mempraktikkan pengajaran Sejarah dengan cara kreatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sekolah tersebut, ada beberapa guru yang mencoba berinovasi mengajar Sejarah dengan permainan, menggunakan multimedia, dan ada yang melakukan diskusi kelompok. Dari simulasi itu, siswa lebih antusias mengikuti pelajaran dan mereka dapat menangkap materi yang diajarkan guru.
Siswa kelas X IPS, Fadli Hasan (15), menuturkan, ia menyukai pelajaran hafalan, tetapi tidak menyukai pelajaran Sejarah karena merasa jenuh ketika mendengar guru bercerita tentang sejarah. ”Guru Sejarah saya hanya bercerita dari bahan yang ada di buku sehingga terasa membosankan,” kata Fadli.
Ia lebih tertarik ketika belajar Pendidikan Kewarganegaraan karena sering diminta gurunya presentasi di depan kelas. Dengan cara itu, ia terlatih berbicara di depan umum dan cepat memahami materi yang diajarkan guru.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Peserta kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) 2019 melakukan simulasi pengajaran di SMA Negeri 3 Ambon, Maluku, Kamis (19/9/2019).
Fadli pun berharap agar pelajaran Sejarah disampaikan dengan menarik agar tidak membosankan. Salah satunya dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah sehingga dapat membayangkan peristiwa sejarah yang pernah terjadi di masa lampau.
Hal serupa juga diungkapkan siswa kelas XII MIPA, Alaint Gabriello Heumase. Ia mengaku bosan ketika hanya mendengar cerita guru atau membaca buku sejarah.
Alaint lebih suka ketika guru memperlihatkan tayangan video sejarah untuk membantu dirinya membayangkan peristiwa di masa lampau. Selain itu, ia juga ingin lebih banyak observasi di lapangan daripada hanya mendengarkan cerita guru di kelas.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 3 Ambon Martha Tetelepta mengatakan, guru di sekolahnya telah berusaha menggunakan teknologi digital dalam pembelajaran, tetapi masih sebatas untuk menayangkan gambar dan presentasi menggunakan Microsoft Power Point. Dari gambar yang ditayangkan, guru mengajak murid diskusi bersama.
Sekolah juga telah memiliki fasilitas proyektor dan laptop yang sejauh ini cukup membantu belajar-mengajar. Fasilitas internet juga cukup memadai walaupun setiap kelas belum memperoleh jaringan nirkabel atau Wi-Fi. Murid hanya dapat memanfaatkan jaringan nirkabel di ruang laboratorium teknologi dan informasi komputer.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Suasana SMA Negeri 3 Ambon, Maluku, Kamis (19/9/2019).
Saat ini, SMAN 3 Ambon telah memiliki dua laboratorium. Martha berharap mendapatkan bantuan perangkat komputer untuk membangun satu laboratorium lagi agar siswa dapat lebih sering belajar di laboratorium. Adapun SMAN 3 Ambon memiliki sekitar 900 siswa yang terbagi dalam 25 kelas.
SMAN 3 juga telah menerapkan ujian berbasis komputer sejak 2016 lalu. Pada tahun pertama, mereka masih terkendala oleh jaringan internet yang tidak lancar dan sistem yang selalu bermasalah. Namun, sejak 2018 kendala tersebut dapat teratasi.
Pada tahun ini, mereka juga telah menerapkan pembuatan rapor elektronik. Sebagai uji coba, SMAN 3 Ambon akan melakukannya seusai ujian tengah semester.
Kepala Subdirektorat Pembinaan Tenaga Kesejahteraan Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Andi Syamsu Rijal mengatakan, sekolah di Ambon sudah terbiasa menggunakan teknologi digital dalam belajar-mengajar.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Andi Syamsu Rijal
Sarana dan prasarana, seperti komputer dan internet, sudah biasa digunakan di beberapa sekolah di Ambon. Akan tetapi, guru Sejarah belum terbiasa menggunakan berbagai aplikasi dalam pengajaran sehingga mereka belum memanfaatkan teknologi digital secara maksimal.
Rijal menegaskan, guru harus menguasai teknologi yang lekat dengan kehidupan siswa sehingga mereka akan lebih tertarik belajar Sejarah. ”Teknologi menjadi sarana terbaik untuk membagikan pengetahuan di era modern,” ujarnya.–PRAYOGI DWI SULISTYO
Editor PASCAL S BIN SAJU
Sumber: Kompas, 19 September 2019