Hasil Penelitian Memberi Jalan Keluar Masalah Sekitar
Dua dari lima penelitian karya pelajar SMA Indonesia menang dalam ajang Intel International Science and Engineering Fair 2017 di Los Angeles, Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan kualitas penelitian ilmiah oleh pelajar Tanah Air.
Dua penelitian itu berjudul Anak-anak Terbuang: Studi tentang Sikap Masyarakat terhadap Anak dengan HIV/AIDS di Surakarta oleh Latifah Maratun Sholikhah, murid kelas XII IPA SMAN Teras 1, Boyolali, Jawa Tengah, yang memenangi penghargaan utama peringkat IV serta pengakuan khusus dari Asosiasi Psikologi Amerika Serikat.
Adapun penelitian Azizah Dewi Suryaningsih dari SMAN 1 Yogyakarta yang berjudul Hutan Bambu: Sistem Penahan Laju Awan Panas Gunung Merapi mendapat penghargaan khusus dari Institut Geosains Amerika Serikat. Penghargaan utama diberikan oleh dewan juri kepada peringkat I hingga IV.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penghargaan khusus diberikan oleh lembaga terkait bidang tertentu yang menganggap hasil penelitian relevan dengan kinerja lembaga tersebut. Adapun pengakuan khusus adalah ketika dewan juri secara verbal mengakui penelitian yang tidak memenangi penghargaan apa pun merupakan studi yang unik dan menarik.
“Penelitian dari para peserta Indonesia dianggap sangat mudah diterapkan dan merupakan jalan keluar dari berbagai permasalahan lokal,” kata Kepala Subbagian Pengayaan Ilmiah Masyarakat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Yunainten ketika baru tiba di Tanah Air bersama 10 peserta, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (22/5).
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Delegasi pelajar SMA yang mengikuti Intel International Scinece and Engineering Fair 2017 di Los Angeles, Amerika Serikat, tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Senin (22/5). Sebanyak dua dari lima penelitian yang mereka tampilkan di ajang tersebut meraih penghargaan.
Ia mengatakan, umumnya peserta Indonesia meraih peringkat III dan IV. Hal ini karena jika ingin meraih juara I ataupun peringkat II, penelitiannya harus memiliki dampak yang bisa diterapkan secara global. contohnya adalah juara I di bidang sosial dan perilaku manusia, yaitu Erin Smith dari AS, yang meneliti tentang cara pemantauan pasien penyakit parkinson.
“Meskipun begitu, tidak bisa dikatakan jika penelitian yang dampaknya nasional ataupun lokal otomatis lebih rendah daripada yang global. Pasalnya, setiap daerah memiliki keunikan tersendiri. Justru lebih baik jika hasil penelitian langsung bisa diterapkan,” ujar Yunainten.
Berlanjut
Penelitian para peserta tidak berhenti di ajang Intel ISEF 2017 saja. Mereka terus mengembangkan penelitian agar tidak sekadar linear. Misalnya, penelitian Latifah tentang anak dengan HIV/AIDS (ADHA) menjadi salah masukan bagi Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, untuk menggalakkan gerakan pendidikan masyarakat mengenai persebaran HIV/AIDS. Selain itu, juga mendorong masyarakat agar semakin berempati kepada ADHA.
“Hasil penelitian akan dikembangkan supaya masyarakat yang menjadi relawan mendidik sesama sehingga lebih efektif dibandingkan jika memakai pendekatan atas ke bawah, seperti program pemerintah,” ujar Latifah.
Sementara penelitian Azizah tentang bambu sebagai alarm mitigasi awal juga sudah dibuat proposal yang diberikan kepada Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta. “Ketika suhu bumi naik akibat adanya awan panas, hutan bambu akan mengeluarkan bunyi seperti ‘kletek-kletek’ yang menjadi alarm bagi masyarakat untuk segera mengungsi,” ujar Azizah.
Ia mengungkapkan, masyarakat di sekitar lereng Merapi juga mulai banyak yang kembali menanam bambu sejauh 3 kilometer dari puncak. Penelitian tersebut juga akan dilanjutkan oleh Azizah dengan bekerja sama Pusat Penelitian Sagasitas Yogyakarta. (DNE)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Mei 2017, di halaman 16 dengan judul “Siswa Indonesia Menang”.