Penelitian bioteknologi diharapkan mampu mendorong ketahanan pangan nasional dengan menghasilkan penemuan-penemuan baru. Untuk menggagas hal tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menggelar simposium internasional bekerja sama dengan beberapa negara.
Simposium yang bertujuan mencari solusi dari permasalahan pangan, energi, dan kesehatan itu digelar 16-18 September 2015 di Institut Pertanian Bogor International Convention Center, Bogor, Rabu (16/9).
“Kita membutuhkan wadah lintas sektoral yang menggabungkan peneliti, akademisi, dan kalangan industri bioteknologi untuk mencari pemecahan bersama,” kata Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Sunarko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Permasalahan multidimensi di bidang keamanan pangan seperti konversi lahan pertanian, rusaknya biodiversitas, dan perubahan iklim diharapkan bisa diselesaikan dengan penelitian bioteknologi.
“Sebut saja teknik genetika molekuler untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman pangan serta mengurangi dampak negatif cekaman biotik dan abiotik,” tambah Bambang.
Simposium kali ini tidak hanya membahas soal pangan. Perkembangan biorefinery atau energi terbarukan juga dibahas dan dipresentasikan. Khusus energi, kerja sama dilakukan bersama Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).
DIONISIUS TRIWIBOWO–Deputy Vice President for International Relations Southern Asia dari Universitas Montpellier Roger Frutos sedang memaparkan presentasi penelitian bioteknologi di bidang pangan. Ia dan timnya melakukan kerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada simposium internasional di Institut Pertanian Bogor International Convention Center, Bogor, Rabu (16/9).
“Penelitian terkait biomassa, kami sedang melakukan penelitian menggunakan keanekaragaman hayati untuk biomassa seperti kayu, dahan, dan alang-alang,” ujar Project Manager Innovative Bio-production Indonesia (iBiol) Yopi.
Yopi menambahkan, bahan dasar biomasaa sekarang tidak lagi efektif karena biaya yang dikeluarkan lebih banyak dibandingkan dengan bahan dasar yang mereka teliti. Saat ini bahan dasar yang diteliti ialah dahan-dahan, alang-alang, dan daun.
Peralihan bahan dasar akan lebih efektif dalam pembuatan etanol. Sebelumnya, dengan menggunakan pati, harga etanol Rp 30.000-Rp 40.000, sedangkan dengan bahan kayu, dahan, alang-alang bisa menjadi Rp 20.000.
“Saat ini kami sedang melakukan screening untuk menyeleksi mikroba yang akan digunakan untuk menghancurkan bahan dasar tersebut,” kata Yopi.
Yopi dan timnya melakukan kerja sama dengan pihak Jepang untuk melihat potensi perkembangan bioteknologi di bidang energi. Sampai saat ini ada 700 mikroba dan 700 ragi yang digunakan untuk menyeleksi mikroba. Bersama pihak peneliti dari Jepang, teknologi tersebut dikembangkan dengan peralatan modern.
Simposium ini diikuti sekitar 600 peserta dari kalangan peneliti, dosen, mahasiswa, industri, dan perusahaan swasta. Hadir pula dalam kegiatan tersebut perwakilan pembuat kebijakan dari beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Australia, Prancis, dan Indonesia. (B09)
Sumber: Kompas Siang | 16 September 2015