Setelah siklon Dahlia dan Cempaka yang memicu bencana banjir dan longsor pada pengujung November lalu, siklon tropis Kai-Tak kini mendekati Indonesia. Dampak siklon tropis ini berupa hujan intensitas sedang hingga lebat berpeluang terjadi di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian utara, dan Kalimantan Tengah bagian utara.
Peringatan dini yang dikeluarkan Pusat Siklon Tropis Jakarta-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Rabu (20/12), menyebutkan, pusaran angin bekas siklon tropis Kai-Tak yang sebelumnya menurun kekuatannya dan menjadi tropical depression kini menguat dan kembali menjadi siklon.
Rabu pagi, posisi siklon tropis Kai-Tak berada sekitar 700 kilometer sebelah timur laut Natuna dan bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan 17 kilometer mendekati wilayah Indonesia. Diperkirakan, pada Kamis (21/12) pagi, siklon tropis ini tinggal berjarak 365 kilometer sebelah utara timur laut Natuna dan masih akan bergerak mendekati wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain hujan lebat, kata peneliti cuaca dan iklim ekstrem BMKG, Siswanto, siklon tropis tersebut juga memicu gelombang tinggi air laut. Gelombang setinggi 4-6 meter berpeluang terjadi di perairan Kepulauan Anambas-Kepulauan Natuna. Adapun gelombang dengan kategori sangat ekstrem, yaitu mencapai lebih dari 6 meter, bisa terjadi di Laut Natuna Utara. Untuk selatan Makassar bagian selatan, ombak diprediksi setinggi 2,5-4 meter.
Sirkulasi siklonik juga terjadi di Laut Banda dan Samudra Hindia sebelah barat daya Jawa Barat, menyebabkan terjadinya palung tekanan rendah di sebelah selatan Nusa Tenggara Barat.
Kemarin, angin kencang melanda kawasan Kota Mataram di Pulau Lombok, NTB. Berdasarkan data kecepatan angin permukaan Stamet Bandar Udara Internasional Lombok, kecepatan angin mencapai 27 knot atau sekitar 50 kilometer per jam.
Sejumlah pohon di Mataram tumbang, tetapi tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Sebuah pohon di kampus Universitas Mataram, misalnya, tumbang dan menimpa dua sepeda motor milik mahasiswa.
Selain angin kencang, kemarin hujan lebat melanda wilayah Kabupaten Bima. Meski tidak sampai menimbulkan banjir, kata Kepala Seksi Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB Agung Pramuja, hujan lebat memicu kenaikan debit air sungai. Seorang warga dilaporkan hilang akibat terseret arus sungai di wilayah Desa Malaju, Kecamatan Kilo.
Sudah berubah
Penguatan frekuensi dan intensitas siklon tropis tersebut merupakan indikasi adanya perubahan dinamika cuaca. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan bahwa kondisi meteorologi global saat ini memasuki era baru berupa peningkatan intensitas cuaca ekstrem yang memicu bencana.
Setelah siklon Dahlia dan Cempaka yang memicu bencana banjir dan longsor pada pengujung bulan lalu, cuaca Indonesia hingga pergantian tahun kembali berpotensi hujan deras dan angin kencang. Sekalipun tidak seekstrem sebelumnya, kondisi ini perlu diwaspadai masyarakat yang hendak bepergian pada musim liburan Natal dan Tahun Baru.
”Perangai cuaca dan iklim sudah berubah seiring perubahan iklim. Di Indonesia dampaknya ditandai dengan kemunculan siklon tropis yang semakin kerap mendekati daratan Indonesia,” kata Dodo Gunawan, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG.
Menurut Dodo, secara klimatologis, batas edar siklon tropis berada di atas lintas 10 derajat lintang utara dan selatan. Itulah sebabnya, wilayah Indonesia selama ini dianggap aman dari dampak langsung topan tropis.
”Namun, sekarang sudah jadi peringatan ke depannya bahwa siklon tropis semakin sering melewati batas-batas lintang klimatologisnya,” katanya. ”Dampaknya telah kita rasakan saat siklon Cempaka dan Dahlia muncul. Hujan ekstrem memicu banjir di banyak daerah,” katanya.
Siswanto mengatakan, peningkatan frekuensi cuaca ekstrem terjadi signifikan di perairan Pasifik Barat, antara timur Filipina dan utara Papua. Selama tahun 2017 tercatat 25 badai tropis, 32 siklon tropis, dan 11 siklon tropis kuat (kategori 3). Padahal, data dari tahun 1965 hingga tahun 2016 rata-rata di wilayah ini hanya terjadi 26 badai tropis, 16 siklon tropis, dan 9 siklon tropis kategori kuat.
Pola hujan
Perubahan cuaca Indonesia secara jangka panjang juga ditandai dengan perubahan temperatur dan curah hujan. Data perubahan pola hujan secara jangka panjang ini telah dikaji oleh Siswanto dan Supari pada tahun 2016.
”Fenomena cuaca El Nino di Samudra Pasifik juga sudah berubah. Jika dulu pada umumnya terjadi di Pasifik ekuator bagian timur, sejak 1990-an lebih banyak dominasi tipe Pasifik bagian tengah. Ini membawa konsekuensi respons yang berubah di Indonesia,” kata Siswanto.
Organisasi Meteorologi Dunia telah mengeluarkan peringatan pada 13 Desember lalu, bahwa dunia meteorologi telah memasuki era baru berupa tingginya kejadian bencana global berupa angin topan, banjir, dan kekeringan. Kondisi ini menuntut peningkatan kemampuan observasi dan prediksi cuaca.
Perubahan lingkungan ini, dinilai WMO, telah memicu peningkatan risiko. Pada tahun 2016 saja, perusahaan asuransi global melaporkan bahwa nilai kerugian akibat bencana mencapai 175 miliar dollar AS. Sebanyak tiga perempatnya disebabkan oleh bencana hidrometeorologi.(AIK/RUL)
Sumber: Kompas, 21 Desember 2017