Pemerintah akan mengeluarkan sertifikat elektronik agar penerbitan hasil ujian nasional dan akreditasi lebih singkat dan tak dipalsukan.
Sertifikat elektronik segera diberlakukan bagi sejumlah dokumen pendidikan. Dengan penerbitan dokumen sertifikat pendidikan secara elektronik, diharapkan tak terjadi lagi keterlambatan dan aman dari pemalsuan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Totok Suprayitno menyatakan itu seusai penandatanganan perjanjian kerja sama antara Balitbang dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tentang Pemanfaatan Sertifikat Elektronik pada Sistem Elektronik Balitbang di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penerbitan sertifikat elektronik akan diterapkan untuk sertifikat hasil ujian nasional (SHUN) SMP dan SMA/SMK. Hal serupa juga diberlakukan untuk sertifikat akreditasi sekolah atau madrasah serta sertifikat pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat serta sertifikat asesor.
–Sertifikat elektronik untuk sejumlah dokumen pendidikan mulai diberlakukan. Penandatangan perjanjian kerja sama untuk penerbitan sertifikat elektronik di Badan penelitian dan Pengembangan, Kemdikbud, dilakukan antara Sekretaris Utama Badan Siber dan Sandi Negara Syahrul Mubarak (kiri) dan Kepala Balitbang Totok Suprayitno di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan antara Totok dan Sekretaris Utama BSSN Syahrul Mubarak. Penerapan sertifikat elektronik di Balitbang sebagai tindak lanjut nota kesepahaman antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala BSSN pada Maret 2017.
Konvensional
Totok mengatakan, dengan tanda tangan basah atau kovensional untuk penerbitan sertifikat pendidikan berjumlah besar, itu bisa mengakibatkan keterlambatan. Sebab, penandatanganan oleh pejabat yang berwenang butuh waktu lama.
Salah satu keluhan keterlambatan yang berulang tiap tahun adalah penerbitan SHUN dan sertifikat akreditasi. Padahal, dua sertifikat itu penting bagi siswa dan sekolah.
Penerbitan SHUN tahun ini bagi sekitar 8,1 juta lulusan SMP dan SMA/SMK. Penerbitan sertifikat akreditasi sekolah/madrasah sekita 250.000 sekolah. Untuk akreditasi pendidikan anak usia dini, ada sekitar 250.000 lembaga. ”Perjanjian ini untuk meningkatkan layanan publik lebih tepercaya dengan sistem elektronik,” kata Totok.
Keterlambatan penerbitan SHUN untuk tingkat SMA dikeluhkan siswa di sejumlah daerah di Banten. Padahal, pengumuman kelulusan dilaksanakan awal Mei 2018.
Salah seorang siswa SMA negeri di Tangerang Selatan, Salsa, menuturkan, seminggu lalu dirinya diminta ke sekolah untuk cap tiga jari ijazah. ”Untuk SHUN belum ada kabar,” kata Salsa.
Agung, orangtua siswa dari sebuah SMA swasta di Kota Tangerang, mempertanyakan SHUN yang belum keluar. Padahal, anaknya akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud M Abduh mengatakan, pencetakan SHUN dilaksanakan di provinsi. Untuk Banten, ada daerah yang selesai didistribusikan, ada yang baru Rabu ini didistribusikan.
Terlambat
Secara terpisah, Kepala Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah/Madrasah Toni Toharudin mengatakan, selama ini penerbitan sertifikat akreditasi selalu terlambat. Sebab, ada prosedur harus dilalui seperti pengadaan yang butuh waktu lama.
”Pengiriman sertifikat akreditasi kerap terlambat ke sekolah. Kadang jumlah sertifikat yang dicetak tak cukup karena besaran anggaran dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tak cukup,” kata Toni.
Dengan e-sertifikat, penerbitan lebih cepat, efisien, dan tidak bisa dipalsukan. Sekolah cukup mengunduh sertifikat di laman BAN-S/M dan mencetak sendiri. Catatan rekomendasi tentang kekuatan dan kelemahan mutu pun tersimpan secara elektronik.
Syahrul memaparkan, BSSN menjamin keotentikan sertifikat elektronik. Ada sistem pengaman secara elektronik yang membuat tanda tangan pejabat berwenang tidak dapat dipalsukan.
Menurut Syahrul, tanda tangan pejabat yang berwenang bukan hasil pemindaian. Sistem dari BSSN menjamin keamanan dokumen. Jadi, tanda tangan elektronik sama absahnya dengan tanda tangan konvensional.
Terkait hal itu, masyarakat dapat mengecek keabsahan dokumen. Ada juga aplikasi yang disediakan. ”Jika dokumen itu resmi, langsung keluar tulisan valid dan sejumlah keterangan lain. Jika palsu, hanya keluar informasi invalid,” ungkapnya.
Sejauh ini, pemanfaatan internet kian luas. Namun, keamanan siber harus diperhatikan. Karena itu, perlu perubahan cara pandang pejabat untuk memasyarakatkan dokumen elektronik.–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 8 Agustus 2018