Nama Guy Kawasaki sebagai pakar pemasaran kelas dunia mewarnai perhelatan AdAsia yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Rabu (8/11). Dalam sesi yang bertajuk ”Seni Inovasi” dia membagi 10 pelajaran pokok dalam pemasaran, terutama soal inovasi.
”Jangan pernah bertanya kepada konsumen” adalah pelajaran pertama yang membuat penonton terdiam. Menurut Kawasaki, untuk menghasilkan produk berikutnya yang inovatif, jangan meminta pendapat kepada orang yang sudah memakainya. Pengalaman sebagai orang yang memasarkan produk Macintosh dari Apple dikutipnya, apabila mereka bertanya kepada konsumen, tentu jawabannya adalah produk yang sekadar lebih besar, lebih cepat, dan lebih murah.
”Inovasi itu bukan soal menghasilkan produk yang 10 persen lebih baik, tetapi sesuatu yang melompat dari kebiasaan,” kata Kawasaki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia pun melanjutkan kepada pelajaran kedua bahwa perusahaan harus bisa berubah mengikuti perkembangan zaman. Kesalahan yang kerap dilakukan adalah tidak mau merengkuhnya dan bersikeras pada keunggulan yang dimiliki. Beberapa nama perusahaan foto, seperti Kodak dan Polaroid, pun disebut.
Dua perusahaan yang jaya pada era film dan cuci cetak harus bertekuk lutut di zaman digital. Perusahaan foto seharusnya berfokus pada cara mengawetkan kenangan, bukan malah bertahan dengan pemrosesan kertas foto secara kimia.
”Yang sedikit ironis, Kodak sendiri adalah satu perintis kamera digital, tetapi mereka tidak mau merengkuhnya,” kata Kawasaki.
Pelajaran ketiga yang dipaparkan Guy adalah, dalam membuat produk untuk segera dilepas ke pasaran guna mendapatkan umpan balik dari konsumen, perlu dipikirkan tidak hanya sekadar bisa dipergunakan, tetapi juga punya nilai. Istilah yang dia pergunakan adalah minimum viable valuable validating product (MVVVP). Istilah ini merupakan modifikasi dari minimum viable product untuk menyebut produk yang dilepaskan ke pasar dengan fungsi inti kepada pengguna awal (early adopter) untuk pengembangan di masa mendatang.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARJO–Ahli pemasaran kelas dunia Guy Kawasaki saat menerima sertifikat sebagai salah satu pembicara dalam forum AdAsia di Bali, Rabu (8/11). Dalam forum itu, Kawasaki mengatakan, perusahaan harus bisa berubah mengikuti perkembangan zaman.
Membuat desain sebagai prioritas adalah pelajaran keempat yang dilontarkan Kawasaki di panggung AdAsia 2017. Mengingat pasar yang dihadapi sangat didorong oleh kemauan pasar, produk dengan desain yang baik akan memiliki peluang kesuksesan yang lebih tinggi.
Pelajaran kelima dari Kawasaki cukup kontroversial. Produk yang baik akan membuat orang terpolarisasi atau masuk dalam kubu, baik kubu yang suka maupun yang benci. Dia menegaskan, maksud pelajaran itu adalah tidak untuk membuat konsumen marah, tetapi produk yang inovatif akan memunculkan orang yang pro ataupun kontra.
”Kalau ada yang suka itu bagus, ada yang tidak suka itu juga bagus. Kejadian yang terburuk adalah saat orang-orang tidak peduli,” kata Kawasaki.
Mengabaikan orang yang punya kecenderungan menentang setiap ide kita dengan alasan bakal gagal atau naysayer adalah pelajaran keenam yang diberikan Kawasaki. Orang-orang yang memiliki sikap negatif adalah mereka yang bisa memberikan dampak buruk kepada perusahaan kita.
Setidaknya ada dua jenis orang yang patut diwaspadai terkait para penentang ini, yakni seorang pecundang yang sebetulnya tidak terlalu berbahaya. ”Karena hanya pecundang yang akan mendengarkan pecundang,” ujar Kawasaki.
Jenis kedua adalah yang paling berbahaya karena mereka adalah orang yang kaya, terkenal, dan pintar. Banyak yang berpikiran bahwa kaya dan terkenal itu karena pintar, padahal terkadang lebih karena faktor keberuntungan. Itulah kenapa banyak orang yang lebih suka mendengarkan aktor Tom Cruise berbicara soal spiritualitas atau Kim Kardashian berbicara soal membina keluarga.
Pengalaman Apple dalam membuka toko ritel adalah salah satu contoh yang diungkapkan Kawasaki. Ide untuk hanya menjual produk Apple di satu tempat dicela oleh pakar ritel di dunia. Waktu yang membuktikan bahwa celaan itu tidak terbukti.
”Kalau mereka mendengarkan para pakar ritel, tidak akan ada Apple Store seperti sekarang,” ujar Kawasaki.
Pelajaran ketujuh yang diberikan adalah bersikap terbuka apabila harus berubah pikiran. Hal itu bukan berarti tanda bahwa kita adalah orang bodoh yang memiliki kelemahan dalam menjual produk.
Ide untuk hanya menjual produk Apple di satu tempat dicela oleh pakar ritel di dunia. Waktu yang membuktikan bahwa celaan itu tidak terbukti.
Lagi-lagi mengambil contoh Apple, Kawasaki mengingatkan keputusan untuk membuat iPhone dengan arsitektur tertutup di tahun 2007 bisa berubah 180 derajat di tahun 2008 saat diumumkan sebaliknya. Menjadi inovatif artinya harus bersiap merengkuh perubahan dan tidak terlalu kolot dalam berpegang dalam sesuatu.
Menyasar pasar yang unik adalah pelajaran selanjutnya yang diberikan oleh Kawasaki. Terdapat empat kuadran jenis produk yang punya nilai tinggi, tetapi tidak unik, dia akan menghadapi persaingan keras dan berujung pada perang harga. Yang perlu dilakukan adalah membuat produk yang unik dan punya nilai yang tinggi.
Membiarkan konsumen memakai produknya adalah pelajaran kesembilan yang diberikan. Beberapa kasus yang pernah dihadapi adalah konsumen yang tidak disasar membeli produk dan digunakan bukan dengan cara yang seharusnya.
”Apabila menemui hal itu, saran saya adalah jual saja kepada mereka,” kata Kawasaki.
Perilaku konsumen itu bisa menjadi masukan yang menarik bagi perusahaan untuk memoles strategi pemasaran mereka atau merombak total sama sekali.
Sebuah produk bernama Skin So Soft yang diluncurkan di pasar Amerika Serikat umumnya dipergunakan sebagai pelembut kulit, tetapi banyak dibeli dan dipakai sebagai penangkal nyamuk untuk bayi. Yang terjadi kemudian pola pemasaran diubah untuk mengakomodasi hal itu.
Pelajaran kesepuluh yang diberikan Kawasaki dalam sesi pertama AdAsia ini adalah terus berinovasi dengan mendengarkan masukan dari konsumen. Poin ini memang bertabrakan dengan pelajaran pertama yang diberikan Kawasaki, dia menegaskan bahwa pelajaran pertama diterapkan saat sebelum meluncurkan produk, tetapi begitu di pasar mereka harus mendengarkan keluhan konsumen untuk mengetahui apa yang salah.
Saat ini Kawasaki menjadi evangelis untuk Canva, sebuah layanan desain berbasis web yang menjadi perhatian setelah mendapatkan pendanaan investor hingga 15 juta dollar AS dan kini punya valuasi hingga 165 juta dollar AS.–DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARJO
Sumber: Kompas, 8 November 2017