Seorang mahasiswa ITB mengundurkan diri sebagai tanda solidaritas kepada dua rekannya yang dikenai skorsing oleh Rektor ITB. Deni Agus Dwiyanto, mahasiswa jurusan teknik sipil tingkat akhir, membakar kartu mahasiswanya sesudah menyampaikan pengunduran dirinya hari Selasa (22/12) pukul 11.00 WIB di hadapan sekitar 3.000 mahasiswa di Lapangan Basket ITB.
Prosesi pengunduran diri itu berlangsung dalam suasana yang mengharukan di bawah cuaca kota Bandung yang mendung dan diwarnai rintik hujan. Sebelum berkumpul bersama, sebagian mahasiswa berjalan dari Jurusan Teknik Sipil menuju Lapangan Basket sambil mengusung keranda kematian serta berbagai spanduk tanda keprihatinan mereka kepada “kepergian” Deni.
Dalam kesempatan itu para mahasiswa bersepakat untuk terus memperjuangkan dan menuntut kepada rektor untuk mencabut kembali SK skorsing yang telah diiatuhkan kepada dua mahasiswa dari Teknik Fisika. Kedua mahasiswa itu, Mohammad Meylana Hermawan dan Yosalfa Rinaldi Chaer, diskors selama tiga semester karena dianggap telah menyalahi ketentuan dalam pelaksanaan Orientasi Studi (OS) di ITB.
Sikap kritis
Setelah para mahasiswa ITB berkumpul di lapangan, Deni Agus Dwiyanto yang mengenakan sweater serta celana hitam dan sandal jepit, menuju ke tengah lapangan. Sambil duduk ia membacakan surat pengunduran dirinya dari ITB. Surat tersebut ditujukan kepada Rektor ITB Wiranto Arismunandar dan tembusan ditujukan kepada Dekan dan Ketua Jurusan Teknik Sipil ITB serta media massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sebagai anggota sivitas akademika, saya telah mencoba mengingatkan ITB akibat dari kebijakan-kebijakan pengelola ITB dan menunjukkan itikad untuk memperbaiki situasi yang berkembang kemudian. Namun karena kurang mendapat tanggapan yang semestinya, maka saya mengambil sikap untuk tidak membenarkannya dan tidak mempercayai lagi bahwa pengelola ITB sanggup mengemban tugas kependidikan,” ungkap Deni Agus dalam surat pengunduran dirinya.
Setelah membacakan surat pengunduran diri, Deni yang mempunyai nomor induk mahasiswa 15088329, kemudian membakar kartu mahasiswa ITB. Setelah itu ia mendapat pelukan dan salaman dari rekan-rekannya. Bahkan di antara mereka ada yang menangis, menyesalkan pengunduran diri Deni dari ITB.
Dalam nada berapi-api, Wahyono, mahasiswa Teknik Fisika angkatan 1988, menyatakan tidak pernah setuju dengan pengunduran diri Deni dari ITB. Meski demikian. karena hal itu merupakan sikap kritis terhadap kesewenang-wenangan pimpinan ITB ia menghargainya.
Bukan antiklimaks
Sebelum acara berakhir, seorang mahasiswi Jurusan Arsitektur melantunkan sebuah lagu ciptaan Iwan Abdurahman berjudul Mentari, disusul para mahasiswa menyanyikan lagu Padamu Negeri. Tampak menyaksikan dari kejauhan guru besar Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, Prof. Drs. Yusuf Affendi.
Ketua Satgas Mahasiswa ITB Syawaludin Lubis yang juga mahasiswa Teknik Geofisika, kepada wartawan menegaskan para mahasiswa ITB akan tetap menuntut rektor agar mencabut SK tentang skorsing yang telah diberikan kepada dua mahasiswa teknik fisika.
“Dalam kesempatan ini juga ingin saya tegaskan, bahwa mahasiswa ITB tidak pernah menuntut supaya Wiranto Arismunadar turun dari jabatan Rektor ITB,” katanya seraya menegaskan sikap pengunduran diri Deni dari “Kampus Ganesha” bukan merupakan antiklimaks dari perjuangan mahasiswa untuk melawan sikap represif dari pimpinan ITB.
Ketika dihubungi wartawan, Rektor ITB Wiranto Arismunandar sedang tidak ada di tempat karena pergi ke Jakarta. Demikian juga Pembantu Rektor III ITB, Ir. Indra Djati Sidi Ph.D, tidak ada di tempat. “Pak Rektor sedang ke Jakarta, sedangkan Pak Indra dari pagi kami belum lihat,” kata seorang satpam.
Pembantu Rektor V ITB, Dr Mubyar Purwasasmita, pekan lalu kepada pers pernah mengatakan agar Deni Agus Dwiyanto tidak terburu-buru mengundurkan diri dari ITB. Bagaimana pun, katanya, menjadi sarjana ITB akan lebih baik buat Deni. Pernyataan keprihatinan atas kasus skorsing di ITB, juga disampaikan Senat Mahasiswa Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta.
Surat pernyataan yang ditandatangani Ketua Sema ISTN Hendry Akmal Muis dan Barito Jos itu, dibacakan dihadapan mahasiswa ITB. Sema ISTN menyesalkan sikap Rektor ITB yang tidak bersedia dialog dengan mahasiswa berkaitan dengan telah diskorsnya dua mahasiswa ITB. Hal ini dinilai telah mencoreng nilai-nilai suci dari misi serta esensi dari perguruan tinggi.
Dalam pernyataan sikapnya yang diterima Redaksi Kompas di Jakara, Komite Aksi Mahasiswa Pemuda Pejaten, Jakarta, minta agar skorsing itu dicabut. Surat pernyataan yang ditandatangani oleh koordinator Andriyanto itu juga mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar menghentikan Rektor ITB Wiranto Arismunandar. (gun)
Sumber: Kompas, 23 Februari 1994