Seni menjadi media memasyarakatkan ilmu pengetahuan tentang antariksa atau space science yang belum populer di masyarakat Indonesia. Seni juga dianggap memiliki kedekatan dengan ilmu pengetahuan. Kedua bidang itu sama-sama bermula dari imajinasi.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO–Suasana jumpa pers mengenai Konferensi Internasional Search for Extra-Terrestrial Intelligence 2019 di Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, Jumat (19/7/2019).
Hal itu menjadi gagasan Indonesia Space Science Society yang kembali menggelar Konferensi Search for Extra-Terrestrial Intellegence (SETI) di Yogyakarta pada 20-21 Juli 2019. Sejumlah ilmuwan dan seniman baik dalam maupun luar negeri akan ikut serta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ajang internasional itu sudah berlangsung setiap tahun sejak 2016. Adapun kegiatan yang dilakukan berupa diskusi dan lokakarya. Terdapat pula instalasi yang dipamerkan serta pertunjukan musik yang bertemakan antariksa.
”Kami ingin sharing knowledge yang berkembang di space science (ilmu tentang antariksa) dan space exploration (penjelajahan antariksa). Kami juga ingin menularkan persepsi kepada masyarakat hubungan antara seni dan space science,” kata Penggagas Indonesia Space Science Society (ISSS) Venzha Christ, di Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, Jumat (19/7/2019).
Terkait hal itu, Frederic Zamkotsian, astrofisikawan dari Laboratoire d’Astrophysique de Marseille, Perancis, menyampaikan, seni memang memiliki kedekatan dengan ilmu pengetahuan. Tidak mengherankan, seni menjadi media yang menarik untuk menjelaskan ilmu antariksa. Kedua hal itu sama-sama bermula dari imajinasi.
”Ini tentang pengalaman manusia berimajinasi. Lewat imajinasi, kita bisa memahami tentang alam semesta. Hanya saja, cara penyampaian gagasannya berbeda. Ilmu pengetahuan maupun seni itu tercipta karena ada imajinasi manusia tentang suatu hal,” kata Frederic.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO–Penggagas Indonesia Space Science Society Venzha Christ saat menyampaikan paparannya dalam jumpa pers mengenai Konferensi Internasional Search for Extra-Terrestrial Intelligence 2019, di Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, Jumat (19/7/2019).
Selain itu, menurut Frederic, di Eropa, persinggungan antara seni dan ilmu pengetahuan, khususnya tentang antariksa, telah banyak dilakukan. Bahkan, European Space Agency (ESA) membuka peluang residensi bagi seniman yang mengambil tema antariksa.
Hal itu dibenarkan Venzha. Ia yang juga berprofesi sebagai seniman menganggap seni dan ilmu pengetahuan berada pada kelas yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi satu sama lain. Sebelum tercipta, sebuah karya seni juga melalui proses riset. Seniman bertanggung jawab atas muatan pengetahuan yang terdapat pada karya ciptaannya.
”Ide-ide yang dikemukakan nantinya harus bisa masuk ke ranah science. Jadi, bisa dinikmati peneliti, seniman, hingga masyarakat awam. Tidak bisa sebatas estetika saja. Harus bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya secara scientific,” kata Venzha.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO–Frederic Zamkotsian, astrofisikawan dari Laboratoire d’Astrophysique de Marseille (Perancis), Venzha Christ saat menyampaikan paparannya dalam jumpa pers mengenai Konferensi Internasional Search for Extra-Terrestrial Intelligence 2019, di Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, Jumat (19/7/2019).
Sementara itu, Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Agustinus Gunawan Admiranto menilai, interaksi antara sains dan seni itu penting. Sains kerap kali terganjal keterbatasan metodologi biarpun berangkat dari imajinasi. Kondisi berbeda terdapat pada seni yang punya karakter fleksibel dan daya imajinasi yang seakan tanpa batas.
”Interaksi kedua bidang ini yang kemudian diharapkan memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam memahami sains melalui seni. Tidak hanya memahami sains, tetapi juga seni itu,” kata Gunawan.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO–Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Agustinus Gunawan Admiranto saat menyampaikan paparannya dalam jumpa pers mengenai Konferensi Internasional Search for Extra-Terrestrial Intelligence 2019, di Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, Jumat (19/7/2019).
Gunawan mengakui, minat masyarakat Indonesia terhadap ilmu antariksa memang masih sedikit. Akibatnya, negara ini masih tertinggal dalam hal itu. Untuk itu, kolaborasi ilmu antariksa dan seni menjadi menarik. Pasalnya, seni mampu menembus berbagai sekat. Tidak hanya disiplin ilmu, tetapi juga sejumlah lapisan masyarakat. Ilmu antariksa yang terkesan jauh berusaha didekatkan lewat media seni.
”Ini dalam rangka memasyarakatkan sains khususnya ilmu antariksa. Jadi, masyarakat umum bisa memahami bahwa ilmu antariksa bukan sesuatu yang jauh dan tidak ada kaitannya langsung. Itu bisa dipahami dan dipelajari,” kata Gunawan.–NINO CITRA ANUGRAHANTO
Editor GREGORIUS FINESSO
Sumber: Kompas, 19 Juli 2019