Covid-19 melecut peneliti ITB merancang protektor wajah bagi tenaga kesehatan. Masker selam dimodifikasi untuk memberikan tiga perlindungan sekaligus dengan mengakomodasi fungsi masker, face shield, dan kacamata google.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA—Mahasiswa pascasarjana Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Wildan Rahmawan (27), memakai alat “Vita Flow” di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021). Alat tersebut memberikan tiga perlindungan sekaligus dengan mengakomodasi fungsi masker, face shield atau tameng wajah, dan kacamata google.
Covid-19 melecut peneliti berinovasi menjawab beragam kebutuhan untuk meredam pandemi. Jawaban itu diwujudkan peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan merancang protektor wajah bagi tenaga kesehatan. Inovasi yang terinspirasi dari peralatan selam permukaan atau snorkeling tersebut memberikan tiga perlindungan sekaligus dengan mengakomodasi fungsi masker, face shield atau tameng wajah, dan kacamata google.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terinspirasi dari penggunaan masker snorkeling, peneliti Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB mengembangkan protektor untuk melindungi tenaga kesehatan dari paparan Covid-19. Alat ini juga dilengkapi berbagai komponen lainnya, seperti filter N-95, selang udara, adaptor, blower, baterai, dan komponen elektronik lainnya.
Pemakaian alat bernama (sementara) “Vita Flow” ini cukup praktis. Masker dipasang di wajah seperti saat digunakan untuk snorkeling. Karet silikon di bagian tepi masker akan menekan permukaan wajah sehingga udara di dalamnya menjadi kedap.
Masker terhubung dengan blower melalui selang. Alat ini dirangkai bersama komponen-komponen lain dalam sebuah kotak berukuran 17,5 cm x 17,5 cm dengan ketebalan 7,5 cm. Kotak seberat 1,65 kilogram itu dipasang di punggung seperti menggunakan ransel.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA—-Sejumlah komponen alat “Vita Flow” dirangkai dalam kotak berukuran 17,5 cm x 17,5 cm dengan ketebalan 7,5 cm.
Filter N-95 dipasang di kotak tersebut guna menyaring udara dari luar untuk dialirkan ke masker. “Filter ini merupakan standar untuk melindungi tenaga kesehatan dari paparan bakteri dan virus,” ujar peneliti sekaligus dosen FTMD ITB Yuli Setyo Indartono di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021).
Yuli mengatakan, udara melalui filter N-95 disemburkan ke dalam masker yang kedap sehingga tekanan di dalamnya positif. Udara dari luar tidak bisa masuk melalui celah antara masker dengan permukaan wajah. Sebab, terdapat tekanan udara dari blower.
“Hal ini untuk menjaga agar tidak ada kontaminasi udara dari luar. Dengen begitu, masuknya bakteri dan virus bisa dicegah,” ucapnya.
Di dalam masker utama terdapat masker khusus untuk menutup mulut dan hidung. Tersedia dua katup satu arah di bagian samping sebagai akses udara. Fungsinya untuk menghindari pengembunan saat bernapas.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA—-Masker snorkeling dimodifikasi untuk membuat alat “Vita Flow” yang merupakan inovasi tim peneliti Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021). Alat tersebut memberikan tiga perlindungan sekaligus dengan mengakomodasi fungsi masker, face shield atau tameng wajah, dan kacamata google.
Filter N-95 juga dipasang di bagian depan sebagai akses pembuangan nafas. Dengan begitu, udara yang dikeluarkan juga tersaring sehingga meningkatkan keamanan alat ini. “Filter bisa dicopot dan diganti dengan filter lain sesuai kebutuhan. Jadi, penggunaanya sangat fleksibel,” ujarnya.
Yuli berharap, alat tersebut dapat meningkatkan perlindungan tenaga kesehatan dalam menangani Covid-19. Selain itu alat tersebut bisa menyederhanakan penggunaan protektor yang berlapis-lapis.
“Selama ini tenaga kesehatan kewalahan karena harus menggunakan masker N-95, face shield, dan kacamata google secara terpisah. Dengan alat ini, cukup sekali pakai saja,” ujarnya.
Uji pemakaian
Inovasi alat ini dimulai sejak Juli 2020. Saat mencari literatur dan referensi, Yuli menemukan ulasan penelitian yang mengembangkan masker snorkeling untuk protektor tenaga kesehatan di Eropa.
Akan tetapi, alat tersebut hanya menggunakan filter di bagian atas masker. Tanpa adanya blower (mesin untuk meningkatkan tekanan udara), pernapasan menjadi berat dan udara di dalam masker rawan terkontaminasi.
“ Masker ini didesain untuk selam. Jadi, saat digunakan di air tetap aman karena tekanannya tinggi. Namun, berbeda dengan udara yang bisa masuk melalui celah sangat kecil sekalipun. Oleh sebab itu, blower sangat dibutuhkan untuk mencegah masuknya udara dari luar,” jelasnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA—Tim peneliti inovasi alat pelindung wajah “Vita Flow” dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Yuli Setyo Indartono (tengah), Ivan Farozan (kiri) dan Wildan Rahmawan (kanan) di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021).
Dalam mengerjakan alat ini, Yuli dibantu mahasiswa pascasarjana FTMD ITB. Mereka adalah, Ivan Farozan, Wildan Rahmawan, dan Muhammad Azka. Pada November 2020, tim ini membuat dua prototipe untuk dievaluasi.
Pemakaian kotak blower dan rangakaian komponen lain yang sebelumnya dipasang di pinggang dipindahkan ke punggung. Alasannya, kedua bahu dianggap lebih kuat untuk menopang kotak tersebut sehingga lebih nyaman digunakan.
Penelitian dilanjutkan dengan membuat 10 prototipe untuk uji coba pemakaian di 10 fasilitas kesehatan di kawasan Bandung Raya. Beberapa di antaranya adalah Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin, RSUD Cibabat, RS Dustira, puskesmas di Kota Cimahi, dan klinik swasta.
Prototipe itu digunakan oleh tenaga medis, termasuk yang menangani Covid-19. Yuli mengatakan, pihaknya mendapatkan tiga masukan penting dalam uji coba itu.
Pertama, suara pemakai alat tersebut tidak terdengar jelas karena udara di dalam masker kedap. Tenaga medis menyarankan agar difasilitasi mikrofon mini untuk memperlancar suara. Sebab, dalam tugasnya, mereka sering bekerja berkelompok sehingga perlu berkomunikasi.
“Masukan kedua, udara di dalam masker kurang tinggi. Kami sudah memperbaikinya dengan menggunakan blower dengan tekanan lebih tinggi dan memperpendek selangnya,” ujarnya.
Ketiga, menambah fitur kacamata di dalam masker. Sebab, banyak dokter menggunakan kacamata. Namun mereka harus melepasnya karena akan tertekan oleh begian tepi masker.
“ Ketiga masukan ini masih memungkinkan untuk diakomodir. Mungkin dalam 2-3 bulan ke depan bisa segera diperbaiki,” ujarnya.
Meskipun sudah diujicoba oleh tenaga medis, alat ini akan kembali diuji di Laboratorium Mikrobiologi ITB. Tujuannya untuk mengetahui efektivitas protektor tersebut dalam mencegah paparan virus dan bakteri.
“Meskipun komponen yang digunakan sudah standar, seperti masker N-95, kami tetap akan uji di laboratorium untuk memastikan kemampuan penyaringannya (udara),” ujarnya.
Salah satu peneliti, Ivan Farozan mengatakan, bagian paling sulit dalam inovasi ini adalah menghubungkan antarkomponen agar fungsinya optimal. Dalam penggunaan blower, misalnya, dibutuhkan penyesuaian berulang-ulang agar udara yang mengalir ke masker stabil sehingga nyaman dipakai.
“Kalau pasokan udara kurang, bernafas menjadi lebih berat. Ini bisa mengganggu orang yang menggunakannya,” ucapnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA—Alat proteksi wajah “Vita Flow” yang merupakan inovasi tim peneliti Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) ditampilkan di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021).
Selain untuk medis, alat tersebut juga dapat digunakan oleh pekerja yang rentan terpapar polutan debu, asap, dan serbuk mikro di industri pengolahan berbahan kayu. Cakupan penggunaanya luas karena filternya bisa diganti sesuai keperluan.
The power of kepepet
“Vita Flow” bukanlah inovasi pertama yang dirancang Yuli dan timnya selama pandemi Covid-19. Di awal pandemi, Maret 2020, ia membuat face shield untuk tenaga medis saat alat pelindung wajah itu langka di pasaran karena tingginya kebutuhan.
Sebulan berselang, timnya membuat kabin sterilisasi masker N-95. Alat ini dibuat berkat masukan tenaga medis karena kehabisan masker tersebut, tetapi harus tetap bertugas menangani pasien Covid-19.
Sebelum pandemi, alat dan perlengkapan medis di Tanah Air mayoritas impor. Di tengah kepanikan karena tingginya kebutuhan, peneliti lokal melahirkan beragam inovasi, di antaranya alat tes Covid-19, ventilator, dan laboratorium bergerak untuk pemeriksaan Covid-19.
“Ini yang dinamakan the power of kepepet. Kita sebenanrya mampu. Hanya saja perlu kerja sama erat antara perguruan tinggi atau lembaga riset dengan industri dan pemerintah yang mengatur bagaimana pola hubungannya,” ujar Yuli.
Dia menuturkan, diperlukan kerja sama dengan industri agar “Vita Flow” bisa diproduksi massal. Ia berharap, harga jualnya terjangkau bagi fasilitas kesehatan terkecil seperti puskesmas.
“Kalau di luar negeri, harganya sekitar Rp 25 juta per unit. Harga ini tidak terjangkau untuk puskesmas. Harapan saya bisa dijual di bawah Rp 10 juta,” ujarnya.
Meskipun vaksinasi Covid-19 sudah dimulai sejak awal 2021, titik akhir pandemi belum juga terlihat. Dalam ketidakpastian itu, peneliti akan terus diajak berlari untuk berinovasi agar pandemi lebih terkendali.
Oleh TATANG MULYANA SINAGA
Editor: CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Sumber: Kompas, 19 April 2021