Sekitar 1 September lalu, Bumi (dan kita) berhampiran amat dekat dengan asteroid berdiameter 4,3 kilometer. Asteroid yang dinamai Florence ini menempuh lintasan terdekat dengan Bumi, dengan jarak sekitar 7 juta kilometer, atau sekitar 18 kali lipat jarak Bumi-Bulan. Untuk urusan antariksa jarak tersebut terbilang “dekat” dan berbahaya.
Setidaknya sekali setahun asteroid seukuran mobil jatuh ke Bumi. Namun, asteroid akan terbakar begitu masuk ke atmosfer. Sekitar 2.000 tahun sekali meteor seukuran lapangan bola menimpa Bumi dan menyebabkan kerusakan di lokasi jatuhnya. Sekali dalam beberapa juta tahun, obyek ruang angkasa bertabrakan atau menimpa Bumi. Tabrakan seperti ini bisa mengancam keberlanjutan peradaban, bahkan kehidupan Bumi. Meski ahli belum yakin, ada kemungkinan punahnya dinosaurus 65,5 juta tahun lalu terjadi akibat tumbukan Bumi dengan asteroid.
Sekitar sepekan dari sekarang, Bumi akan kembali berhampiran dengan asteroid berukuran 10-30 meter. Jarak antara Bumi dan asteroid diperkirakan seperdelapan jarak Bumi-Bulan, atau estimasi terdekat, yaitu sekitar 6.700 kilometer jaraknya dari Bumi. Asteroid yang dijuluki Asteroid 2012 TC4 ini pernah mendekati Bumi pada 2012 dengan jarak seperempat jarak Bumi-Bulan. Setelah itu asteroid ini tak terdeteksi lagi karena ukurannya kecil dan terlalu jauh untuk bisa dideteksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengapa asteroid kecil ini menarik minat? Hal ini karena benda angkasa ini amat mirip dengan meteor yang menghantam Rusia di Chelyabinsk pada 2013, lebih dari 1.000 orang meninggal. Upaya melindungi Bumi dari ancaman bahaya yang datang dari luar angkasa ditangani jaringan pengamat Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) bersama Kantor Koordinasi Pertahanan Planet (PDCO). Pengamatan lain juga dilakukan Pusat Program Pengamatan Obyek Dekat Bumi (CNEOOP).
Pelacakan asteroid tak hanya dilakukan melalui pengamatan statis dari Bumi. Tahun lalu NASA telah mengirimkan sebuah pesawat ruang angkasa yang dinamai Osiris untuk menyelidiki asteroid. Pada 8 September 2016, NASA meluncurkan The Origins-Spectral Interpretation-Resource Identification-Security-Regolith Explorer (OSIRIS-REx). Pesawat pertama untuk mengemban misi AS mengambil sampel dari asteroid dan membawanya ke Bumi.
Mengapa demikian penting melakukan pelacakan asteroid? Tak lain tak bukan untuk memenuhi dorongan alamiah bawah sadar manusia intelektual untuk mengetahui asal muasalnya, jati dirinya. Misi pencarian diri ini mempertanyakan berapa usia Bumi dan bagaimana kehidupan di Bumi berawal?
Untuk menyingkap misteri eksistensi Bumi seisinya, NASA meluncurkan OSIRIS-REx. Pesawat ini akan bergerak dengan kecepatan sekitar 30.400 km per jam. Pesawat itu akan berada pada jalur orbit 6 derajat, yang segaris dengan asteroid bernama Bennu-yang berusia 4,5 miliar tahun. Bumi sampai saat ini diyakini juga berusia sekitar 4,5 miliar tahun.
Proyek yang dikerjakan Pusat Penerbangan Antariksa Goddard dari NASA bekerja sema dengan KinetX Aerospace ini berujung pada 2023 ketika OSIRIS-REx kembali ke Bumi. Butuh beberapa bulan lagi sampai pesawat itu bisa mendekati asteroid Bennu dan memperlambat lajunya karena Bennu berkecepatan rendah.
Selain sampel, juga akan diambil data spectral dan beberapa gambar. Semua pengambilan data dimulai 4 jam setelah OSIRIS- REx lepas dari tarikan gravitasi pada jarak 17.600 km dari Bumi. Baru pada 2018, pesawat itu benar-benar bisa mencapai Bennu. Kalau kita beruntung, maka setelah data 2023 didapat, mungkin akan ada sejarah baru tentang manusia dan Bumi yang dituliskan. –BRIGITTA ISWORO LAKSMI
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Oktober 2017, di halaman 14 dengan judul “Sejarah Baru Diri”.