Mengkonsumsi rokok diketahui dilakukan 70 persen oleh keluarga ekonomi menengah ke bawah. Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 menunjukkan, sebagian belanja bulanan rumah tangga perokok berupa belanja tembakau, meliputi 10,4 persen dari pendapatan rumah tangga. Belanja tembakau di urutan kedua setelah belanja padi-padian (11,3 persen) . Belanja tembakau itu juga setara dengan lima kali belanja daging, telur, susu, setara dengan tiga kali pengeluaran pendidikan, dan empat kali pengeluaran kesehatan.
Merokok, dengan demikian terbukti bukan sekadar ancaman kesehatan, melainkan juga ancaman atas kesejahteraan, kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihantono. Ia mengatakan hal itu di depan peserta acara ICTOH (Indonesia Conference on Tobacco or Health, atau Konferensi Kesehatan dan Tembakau Indonesia) ke-5 di Surabaya, Senin (7/5/2018).
Isu-isu rokok terhadap kemiskinan, di antaranya diungkap oleh penelitian tahun 2014, yang menyebut angka kematian akibat rokok sebanyak 148.561 pada laki-laki dan 7.157 pada perempuan. Data Balitbangkes 2009 menyebutkan, hilangnya biaya yang dihabiskan untuk pengobatan penyakit yang diakibatkan oleh rokok Rp 18,5 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DODY WISNU PRIBADI–Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihantono, di depan peserta acara ICTOH ke-5 (Indonesia Conference on Tobacco or Health, atau Konferensi Kesehatan dan Tembakau Indonesia) di Surabaya, Senin (7/5/2018).
Anung mengatakan, biaya yang muncul akibat sakit atau hilangnya produktifitas, atau disebut cost of illness menjadikan merokok sebagai aktivitas yang membahayakan ekonomi. Bahkan ada 33 penyakit yang diketahui disebab atau terkait dengan rokok . Tidak penyakit paru saja, namun juga kanker, leukemia, penyakit jantung koroner juga stroke.
Staf Ahli Gubernur Jawa Timur, Subhan Wahyudiono menjelaskan, Jawa Timur salah satu kontributor terbesar cukai rokok, namun juga sekaligus penerima dana bagi hasil terbesar cukai rokok. Jatim sudah mengikuti perintah Undang Undang Nomer 36/2009 tentang Kesehatan, dan sudah menjadikan semua kabupaten kota menetapkan Perda Kawasan Tanpa Rokok. Meski demikian, di Jatim beberapa kabupaten kota termasuk Kota Surabaya mengenal Kawasan Terbatas Merokok (KTM), termasuk Surabaya.
Saat ini pemerintah menerapkan gagasan mewujudkan generasi masa depan tanpa rokok. Itu dilakukan dengan upaya mengurangi kemudahan mendapatkan rokok di pasar, misal mungkin dengan strategi pembeli rokok harus menunjukkan KTP. Kampanye anti rokok pada perokok sudah sulit dilakukan, namun masih bisa dilakukan terhadap anak-anak.–DODY WISNU PRIBADI
Sumber: Kompas, 7 Mei 2018