Sensus Penduduk 2020 diharapkan menghasilkan data tunggal penduduk yang bisa dijadikan dasar kebijakan pemerintah.
KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Sejumlah lembaga menandatangani komitmennya untuk mendukung Sensus Penduduk 2020 dalam Sosialisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Penduduk 2020 di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Beragamnya versi data yang dimiliki sejumlah lembaga negara membuat kebijakan yang dijalankan pemerintah tidak memberikan hasil optimal. Karena itu, Sensus Penduduk 2020 diharapkan menghasilkan data tunggal penduduk yang bisa dijadikan dasar kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tepat tidaknya data Sensus Penduduk 2020 akan menentukan kesahihan, kevalidan dan ketepatan kebijakan pemerintah,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam Sosialisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Penduduk 2020 di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Untuk data jumlah penduduk, lanjut Muhadjir, saat ini setidaknya terdapat dua versi. Data Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyebut penduduk Indonesia sekitar 264 juta, sedangkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri sebesar 260 juta.
Perbedaan itu bisa terjadi karena adanya dinamika kependudukan. “Namun, perbedaan ini berdampak pada tahap penyusunan hingga pelaksanaan kebijakan,” katanya.
Perbedaan 4 juta penduduk itu berdampak signifikan dalam pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah, mulai dari penyediaan pangan, distribusi tenaga kesehatan dan guru, atau pemberian berbagai bantuan pemerintah. Simpang siurnya data membuat program pemerintah tidak tepat sasaran.
Terlebih, data domisili penduduk secara de facto sesuai tempat tinggal sekarang dan de jure sesuai keterangan dalam kartu tanda penduduk juga tidak sepenuhnya sama. Kondisi itu menyulitkan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan hingga banyak kebijakan dibuat berdasarkan perkiraan, firasat dan insting semata.
Sejumlah kebijakan juga dibuat berdasar persepsi kewilayahan Jakarta atau Jawa dengan akses dan kondisi geografis yang relatif mudah. Akibatnya, kebijakan yang diambil seringkali mengalami bias dan sulit diterapkan di sejumlah daerah karena beragamnya kondisi geografis daerah di Indonesia.
Muhadjir berharap kesimpangsiuran data yang memengaruhi pembuatan kebijakan itu akan teratasi dengan adanya Sensus Penduduk 2020. Sensus diharapkan mampu menyediakan data yang valid, berkualitas, dan seragam. “Termasuk data penduduk di wilayah yang selama ini belum tercakup dalam suvei, seperti jumlah anak Indonesia di luar wilayah Indonesia,” katanya.
Selama ini, jumlah penduduk Indonesia di luar negeri, termasuk anak-anak mereka, tidak pernah ada data pasti. Padahal, pekerja migran dan anak-anak mereka tetap berhak mendapat pelayanan negara, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan pendidikan itulah rantai kemiskinan yang menjerat mereka bisa diputus agar tidak terus menerus menjadi tenaga kerja murah di negeri orang seperti orangtua mereka.
Ketidakjelasan jumlah anak tenaga kerja Indonesia (TKI) itu membuat saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang lalu, Muhadjir hanya mampu melayani 27.000 anak TKI. Padahal, di Malaysia saja diperkriakan ada 80.000-100.000 anak-anak TKI.
KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (tengah) menyampaikan sambutannya dalam Sosialisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Penduduk 2020 di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Metode berbeda
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan Sensus Penduduk 2020 akan dilaksanakan sedikit berbeda dengan sensus sebelumnya. Pada sensus kali ini atau sensus ketujuh yang dilakukan selama Indonesia merdeka, BPS akan menggunakan metode kombinasi, yaitu gabungan antara metode tradisional dan registrasi.
Metode kombinasi ini baru pertama digunakan sejak sensus penduduk dilakukan di Indonesia pada 1961-2010. Pada sensus sebelumnya, Indonesia menggunakan metode tradisional dengan cara petugas mendatangi rumah penduduk dan mencatat data mereka. Sementara metode registrasi yang sudah digunakan negara-negara maju adalah meminta kesadaran masyarakat untuk memutkhirkan data kependudukan mereka secara mandiri.
Sensus dengan metode registrasi akan dilakukan pada 15 Februari-31 Maret 2019. Pada tahap ini, masyarakat bisa memperbaharui data mereka melalui sistem computer aided web interviewing (CAWI) yang bisa diakses melalui komputer atau gawai. Metode ini menuntut kesadaran masyarakat untuk jujur memberikan datanya.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO–Kepala Badan Pusat Statistik Kecuk Suhariyanto memberikan keterangan kepada wartawan tentang rencana sensus penduduk, di sela-sela Rencana Teknis Nasional Sensus Penduduk 2020, di Yogyakarta, Rabu (11/9/2019).
Selanjutnya, petugas akan dan mengunjungi dan mencatat data penduduk melalui wawancara antara 1-31 Juli 2019. Sebanyak 390.000 petugas sensus akan mengambil data penduduk yang belum melaporkan datanya secara daring. Proses pencatatan data penduduk akan dilakukan baik secara digital maupun manual, khususnya di daerah yang akses internetnya masih terbatas.
Setelah melakukan pencacahan lengkap pada 2020, petugas akan melakukan pencacahan sampel pada 2021 untuk memperoleh informasi data penduduk yang lebih lengkap.
Selain untuk mendukung program satu data sesuai Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, lanjut Suhariyanto, hasil Sensus Penduduk 2020 juga penting untuk menyusun parameter demografi dan proyeksi penduduk hingga 50 tahun ke depan. Proyeksi itu akan sangat berguna dalam penyusunan kebijakan untuk mengantisipasi persoalan kependudukan ke depan, mulai dari penyediaan pangan, perumahan, kebutuhan energi, hingga menentukan indikator dalam pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
“Bonus demografi akan mulai terbuka pada 2012 dan tertutup pada 2036. Puncaknya terjadi pada 2021,” katanya.
Dari proyeksi juga, Indonesia bisa mengantisipasi lonjakan penduduk lanjut usia (lansia) yang diperkirakan akan naik tiga kali lipat dalam periode 2015-2045. Pada 2015, Indonesia hanya memiliki 22,99 juta penduduk lansia atau sekitar 9 persen penduduk. Namun pada 2045, saat penduduk mencapai 319 juta orang, jumlah lansia diperkirakan mencapai 63,31 juta orang atau 19,85 persen penduduk.
Pentingnya sensus penduduk membuat Ombudsman Republik Indonesia akan turut mengawasi proses pengumpulan data selama Sensus Penduduk 2020. Seluruh perwakilan Ombudsman RI di 34 povinsi akan mengawasi proses sensus ini.
“Loyalitas petugas dan validitas data adalah dua hal yang harus diantisipasi selama sensus,” kata Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai.
Oleh M ZAID WAHYUDI/FAJAR RAMADHAN
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 27 November 2019