Pemerintah Arab Saudi menangguhkan penerbitan visa bagi warga sejumlah negara, termasuk Indonesia. Hal itu untuk mengantisipasi penyebaran SARS-Cov 2. Meski tak sefatal MERS-CoV, penyebaran SARS-CoV 2 sangat masif.
Pemerintah Arab Saudi mengumumkan penangguhan kedatangan warga asing, termasuk Indonesia, yang akan menjalankan ibadah umrah per 27 Februari 2020. Keputusan itu mengejutkan, terutama bagi mereka yang hendak beribadah umrah. Namun, langkah itu tidak mengherankan mengingat virus korona baru (SARS-CoV 2), penyebab penyakit Covid-19, menyebar cepat di seluruh dunia.
Sejak diidentifikasi pada akhir 2019 di Wuhan, China, hingga 27 Februari 2020, menurut catatan laman Worldometers, dilaporkan 82.585 kasus Covid-19 dengan 2.814 kematian. Penyakit itu telah merambah 50 negara di lima benua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) menyatakan, SARS-CoV 2 menular dari manusia ke manusia terutama lewat percikan cairan saat penderita bersin dan batuk. Masa inkubasinya 2-14 hari. Gejala Covid-19 adalah demam, batuk, pilek, kesulitan bernapas, dan bisa berlanjut menjadi radang paru (pneumonia). Sejauh ini belum ada obat untuk Covid-19. Terapi bagi penderita terbatas pada mengatasi gejala klinis, misalnya dengan obat penurun demam, obat batuk pilek, serta pengobatan suportif seperti pemberian oksigen, infus, dan obat antivirus.
Ritual umrah seperti tawaf–berjalan mengelilingi Kabah–serta sai–berjalan dan lari-lari kecil antara Safa dan Marwah–yang diikuti ribuan jamaah, belum lagi situasi shalat di Masjidil Haram dan Nabawi, dinilai berpotensi meningkatkan penyebaran SARS-CoV 2. Pada saat itu jika ada penderita batuk atau bersin dan tidak ditutup dengan baik, virus akan menular ke orang-orang di sekitarnya.
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, percikan cairan dari bersin yang tak ditutup rata-rata menyebar sampai 2 meter. Bahkan, penelitian ilmuwan Institut Teknologi Massachusetts (MIT) mendapatkan, percikan halus mampu menyebar hingga 6-8 meter dan melayang di udara hingga 10 menit.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejauh ini tidak merekomendasikan pencegahan kesehatan khusus bagi wisatawan. Hanya jika ada gejala yang menunjukkan gangguan pernapasan baik selama atau setelah perjalanan, wisatawan didorong untuk mencari pertolongan medis dan memberi tahu riwayat perjalanan mereka kepada petugas kesehatan yang merawat sehingga bisa dilakukan tindakan tepat.
Untuk mencegah penularan disarankan menghindari kontak dekat dengan orang yang menderita infeksi pernapasan akut. Sering mencuci tangan, terutama setelah kontak langsung dengan orang yang sakit atau lingkungannya. Penderita gejala infeksi pernapasan akut harus menjaga jarak, menutupi batuk dan bersin dengan tisu atau pakaian sekali pakai, serta mencuci tangan.
Tahun 2012, di Arab Saudi dan sejumlah negara Timur Tengah terjadi wabah sindrom pernapasan Timur Tengah (Middle East respiratory syndrome/MERS) yang disebabkan virus korona penyebab MERS (MERS-CoV). Hingga saat ini masih dilaporkan kasus baru MERS. Berdasarkan catatan WHO, jumlah kasus MERS sejak 2012 hingga 31 Januari 2020 ada 2.519 kasus dengan 866 kematian.
Gejala MERS mirip dengan Covid-19. Namun, laju penularan MERS-CoV tidak semasif SARS-CoV 2 meski tingkat kefatalan MERS jauh lebih tinggi dari Covid-19. Hingga saat ini kasus MERS hanya dilaporkan di 27 negara, kebanyakan negara-negara Timur Tengah, serta sebagian kecil negara Eropa, Asia, dan Amerika Serikat.
Penyebabnya, MERS-CoV tidak mudah menular dari manusia ke manusia. Penularan umumnya terjadi di fasilitas kesehatan atau di antara keluarga dekat penderita yang tidak mengenakan perlindungan secara memadai. Oleh sebab itu, saat terjadi wabah MERS, tak ada penangguhan penerbitan visa ataupun penutupan suatu daerah atau negara dari warga negara lain yang terkena wabah.
Oleh ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
Editor: ILHAM KHOIRI
Sumber: Kompas, 28 Februari 2020