Kegigihan Slamet Hadi Syahputra dalam melawan komplikasi di tubuhnya benar-benar menjadi inspirasi bagi banyak orang. Tak terkecuali, tim dokter RSUD dr Soetomo yang menanganinya sejak pratransplantasi hingga akhir hayat balita yang sebelumnya bernama Ramdan Aldil Saputra itu pada Minggu pagi lalu (23/5).
Meskipun mereka akhirnya harus kehilangan Putra (panggilan baru Ramdan), semangat bocah 3,5 tahun asal Gandusari, Trenggalek, tersebut menjadi kekuatan bagi tim dokter untuk mewujudkan mimpi mendirikan pusat transplantasi liver di Indonesia Timur.
“Kami tidak putus asa. Putra bisa bertahan sampai sebulan. Artinya, secara teknis transplantasi livernya berhasil,” tutur dr Sjamsul Arief SpA(K) MARS selaku ketua tim liver transplant RSUD dr Soetomo kepada Jawa Pos kemarin (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti diketahui, Putra memang akhirnya meninggal karena acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau gagal napas.
Problem itu muncul karena komplikasi dalam tubuh Putra. Mulai infeksi acinetobacter pada paru-parunya hingga efek transfusi darah supermasif yang mencapai 16 liter, yang diduga memengaruhi sistem organ-organ dalam tubuhnya.
Sejak ditransplantasikan pada 24 April lalu, fungsi liver baru Putra relatif tak bermasalah. Liver cangkokan dari liver sang ibu, Sulistyowati, itu hanya pernah menunjukkan gejala mild acute rejection (penolakan liver stadium ringan) pada 2 Mei lalu.
Sabtu lalu (22/5) juga terjadi gangguan aliran darah pada vena porta (pembuluh yang membawa darah menuju liver). Untuk memastikan apa yang terjadi pada liver Putra, hari itu juga dokter melakukan biopsi (pengambilan contoh jaringan liver) untuk pemeriksaan patologi anatomi.
Hasilnya, yang keluar pada hari Putra meninggal dunia, menunjukkan, terjadi necrosis (kerusakan sel) pada liver bocah tersebut. Namun, mengingat berbagai komplikasi yang dialami Putra, hasil tersebut tidak otomatis menunjukkan bahwa liver Putra mengalami rejeksi (penolakan).
“Infeksinya itu bisa bikin gangguan liver. Hipoksik (rendahnya kadar oksigen, Red) juga bisa mengakibatkan gangguan liver,” tutur dr Philia Setiawan SpAnKIC, intensivist yang menangani Putra, kemarin.
Beratnya perjuangan Putra dan kerasnya usaha tim dokter untuk menyelamatkan nyawa bocah itu sebulan pascatransplantasi tak bisa dimungkiri menimbulkan rasa kehilangan yang amat besar. “Kami nggak ngerti kapan jamnya tidur, jamnya kerja. Otomatis, kami perlu recovery setelah menangani Putra,” ungkap dr Poerwadi SpB SpBA selaku koordinator teknis tim liver transplant RSUD dr Soetomo.
Kendati butuh waktu untuk pulih, Poerwadi tetap yakin bisa melaksanakan misi untuk mendirikan pusat transplantasi organ bagi masyarakat, khususnya di Indonesia Timur. “Untuk selanjutnya, terserah penilaian masyarakat. Kami kan meyediakan jasa, sarana, dan kemampuan. Kami sudah menunjukkan kepada masyarakat. Kalau masyarakat percaya, kan pasti ada orang yang mau transplan. Namanya dokter kan selalu siap,” ungkap dia.
Cita-cita mewujudkan pusat transplantasi yang akan dinamai Surabaya Organ Transplant Center (SOTC) itu juga didukung berbagai pihak. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf setelah melayat Putra Minggu lalu.
Dukungan serupa disampaikan melalui pesan singkat oleh anggota tim dokter kepresidenan, dr Hardi Pranata SpS, dan Menteri Kesehatan Dr dr Endang Rahayu Sedyaningsih MPH PH beberapa saat setelah Putra wafat. “Pak Slamet, tolong disampaikan ke tim rasa terima kasih dan penghargaan saya atas kerja keras dan upayanya. Tidak apa-apa belum menghasilkan yang kita harapkan, tapi kita coba terus sampai berhasil gemilang. Wassalamualaikum,” demikian tulis Menkes dalam pesan singkat yang dikirimkan ke ponsel Direktur RSUD dr Soetomo Dr dr Slamet Riyadi Yuwono DTM&H MARS Minggu lalu.
Oleh Slamet, SMS itu di-forward kepada anggota tim dokter yang lain sebagai penyemangat. Kemarin atau sehari setelah kepergian Putra, tim dokter RSUD dr Soetomo langsung berbicara untuk menentukan langkah mereka ke depan. “Tadi pagi (kemarin, Red) kami rapat untuk evaluasi sekaligus melihat proposal untuk SOTC. Kami masih harus melengkapi peralatan. Kami berharap, (rencana itu, Red) secepatnya bisa terwujud,” ucap Slamet ketika dihubungi kemarin.
Sementara itu, sehari setelah meninggalnya Slamet Hadi Syahputra yang sebelumnya bernama Ramdan Aldil Saputra, rumah pasangan Bambang Sutondo Winarno-Sulistyowati di Trenggalek masih didatangi banyak pelayat. Mulai guru dan para siswa SMPN 2 Tugu, tempat Bambang mengajar, hingga handai tolan.
Bambang tegar kala menceritakan saat-saat kritis buah hatinya itu. Dia ingat pada suatu kesempatan bisa dekat dengan Putra, tapi tidak mendengar teriakan dari mulut bocah kecil itu seperti biasanya. “Dia diam saja, tapi meneteskan air mata. Kalau sudah seperti itu, saya tidak kuat lagi menahan tangis,” ucap Bambang kepada para pelayat.(rum/tin/jpnn/c11/ari/iro)
Sumber: Jawa Pos, 25 Mei 2010