Belantara Papua seolah tak pernah habis dieksplorasi dan memunculkan spesies baru flora dan fauna. Beberapa waktu lalu, William J Baker dan John Dransfield, peneliti senior di Royal Botanical Gardens di Kew, Inggris, menemukan 10 spesies rotan baru dari genus Calamus yang hidup di Pulau Niugini.
Salah satu jenis rotan diberi nama Calamus heatubunii yang hidup terbatas di Pulau Waigeo, Raja Ampat, dan sebagian Sorong di Papua Barat. Nama Heatubun itu menjadi penghargaan bagi muridnya, Charlie D Heatubun, peneliti di Universitas Negeri Papua, Manokwari, yang selama menempuh postdoctoral di Royal Botanical Gardens Kew dibimbing Baker dan Dransfield, enam tahun lalu.
“Saya gembira dan bangga sekali. Ini penghargaan immortal bagi kami ilmuwan Papua. Selama dunia masih ada, nama ini akan selalu ada,” kata Charlie D Heatubun, Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, Kamis (27/4), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam jurnal penelitian Phytotaxa yang terbit 24 April 2017 berjudul “More New Rattans from New Guinea and the Solomon Islands (Calamus, Arecaceae)”, Baker dan Dransfield juga memperkenalkan spesies rotan baru dari genus Calamus, yaitu C baiyerensis, C capillosus, C erythrocarpus, C jacobsii, C katikii, C kostermansii, C papyraceus, C pintaudii, dan C superciliatus yang ditemukan di Niugini. Selain itu, ada spesies ke-11, yaitu C novae-georgii dari Kepulauan Solomon.
FOTO: CHARLIE D HEATUBUN–Rotan baru bernama Calamus heatubunii ini ditemukan dalam persebaran sempit di Pulau Waigeo dan sebagian Sorong di Papua Barat.
Dengan demikian, kini ada 62 spesies rotan dari genus Calamus yang 34 jenis di antaranya berhasil diidentifikasi sejak tahun 2002. “Hampir 50 tahun saya meneliti rotan dan sampai kini Pulau Niugini (Papua dan Papua Niugini) mewakili ketidaktahuan besar,” kata Dransfield melalui surat elektronik.
Ia pun mengatakan, dari temuannya terakhir itu menunjukkan Niugini amat kaya akan flora rotan dan berbagai jenis flora lain yang belum teridentifikasi. Rotan bisa menjadi sumber penting bagi pendapatan masyarakat, tetapi hal itu harus tetap dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan konservasi. Salah satunya dengan menguji dan mempelajari rotan yang bisa dibudidayakan dan cocok dengan ekologinya.
Baker, melalui surat elektronik, mengatakan, tulisan yang dimuat di jurnal Phytotaxa menjadi puncak capaiannya selama 20 tahun menekuni rotan di Niugini. Dari 62 jenis rotan Calamus, lebih dari separuhnya ditemukan dalam riset yang dilakukan Baker.
Contohnya, spesies C heatubunii dijumpai Baker saat menjelajahi Sorong bersama Heatubun saat ingin memastikan spesimen rotan itu jenis baru. “Saya senang hati memberi nama teman lama saya, Charlie Heatubun, yang juga menunjukkan rotan itu tumbuh di Raja Ampat,” ujarnya.
Ada perbedaan
Rotan C heatubunii memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan rotan jenis lain, antara lain buah berbentuk tak rata atau tak beraturan, kulit buah bersisik, serta berwarna seperti buah salak. Jika kulit dikupas, isinya berupa sarcotesta atau seperti daging buah kelengkeng dan berasa manis. Daunnya berbentuk menjari dengan 2-3 pasang anak daun.
“Spesimen sudah dikoleksi di Herbarium Bogoriense (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Universitas Negeri Papua, dan Royal Botanical Kew,” kata Heatubun yang sejak dua bulan ini dilantik menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat.
Ia menyatakan, rotan merupakan modifikasi evolusi tumbuhan palem-paleman. Rotan berevolusi untuk mencapai puncak tajuk hutan dengan cara memanjat pada pepohonan.
Dengan karakternya itu, rotan bisa dimanfaatkan sebagai tanaman selingan pada tanaman hutan tanaman industri maupun perkebunan yang telah terbentuk. Alasannya, rotan saat masih tumbuh dari bijih atau rumpun butuh naungan untuk bertumbuh dengan baik.
Selain itu, rotan ini hidup di peralihan hutan rawa dan hutan dataran rendah di ketinggian 45-180 meter di atas permukaan laut. Oleh masyarakat setempat, rotan digunakan sebagai pengikat antarkayu dalam pembuatan rumah dan anyam-anyaman perkakas. Umbut dan daun muda digunakan sebagai sayuran seperti di Kalimantan.
Bagi Baker, temuan C heatubunii itu menguatkan komitmen Pemerintah Provinsi Papua Barat yang mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Konservasi. Sebagai provinsi baru yang membutuhkan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan sektor lahan yang acap kali mengorbankan kawasan hutan tak terelakkan.
“Papua Barat menunjukkan kepemimpinan dalam langkah ini. Temuan C heatubunii memberi penekanan betapa penting langkah proaktif melindungi sumber daya alam Indonesia,” ucapnya. (ICHWAN SUSANTO)
————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Mei 2017, di halaman 14 dengan judul “Rotan dan Ilmuwan Papua”.