Riset Penanggulangan Belum Padu

- Editor

Jumat, 6 November 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ujicoba Pemadaman Busa - Seorang mahasiswa dari Universitas Kitakyushu Jepang memadamkan kebakaran pada tanah gambut dengan menggunakan air busa, Rabu (16/9), di Kelurahan Kalampangan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kegiatan itu merupakan bagian dari uji coba yang dilakukan antara UPT Centre For International Co-Operation In Sustainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP) Universitas Palangkaraya bekerja sama dengan Universitas Kitakyushu Jepang, serta Foundation for the Advancement of Industry Science & Techonolgi (FAIS).



Kompas/Megandika Wicaksono (DKA)

16-09-2015

Ujicoba Pemadaman Busa - Seorang mahasiswa dari Universitas Kitakyushu Jepang memadamkan kebakaran pada tanah gambut dengan menggunakan air busa, Rabu (16/9), di Kelurahan Kalampangan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kegiatan itu merupakan bagian dari uji coba yang dilakukan antara UPT Centre For International Co-Operation In Sustainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP) Universitas Palangkaraya bekerja sama dengan Universitas Kitakyushu Jepang, serta Foundation for the Advancement of Industry Science & Techonolgi (FAIS). Kompas/Megandika Wicaksono (DKA) 16-09-2015

Menanggapi masifnya kebakaran hutan dan lahan serta bencana asap tahun ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan memadukan program riset kebencanaan, yang salah satu sasarannya mencegah dan menangani kebakaran tahun depan. Riset kebencanaan, termasuk yang melibatkan teknologi, hingga kini belum padu.

Untuk memadukan akan dibentuk konsorsium riset kebencanaan, ditargetkan terbentuk Desember. Nasir mengatakan, setelah terbentuk Desember, ditargetkan rincian langkah-langkah program sudah ada Januari 2016. Anggotanya berasal dari perguruan tinggi, lembaga riset, kementerian dan lembaga terkait.

“Riset kebencanaan di perguruan tinggi sudah banyak, tetapi belum efektif. Ini karena masing- masing berjalan sendiri-sendiri,” ucap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek dan Dikti) Muhamad Nasir saat jumpa media di Jakarta, Kamis (5/11). Ia mencontohkan, peneliti Universitas Diponegoro Semarang sudah menemukan penjernih udara berteknologi nano berbasis plasma, Zeta Green. Hasil riset sudah ada sejak 10 tahun lalu, tetapi baru mencuat sekarang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konsorsium akan fokus pada kajian tahap-tahap kebakaran hutan dan lahan serta bencana asap. Tahap pencegahan, misalnya riset tentang teknik penyekatan kanal di rawa gambut. Saat bencana asap, bisa dihasilkan teknologi penjernih udara. Di tahap pasca bencana, anggota konsorsium mengkaji pemulihan pada masyarakat dan lingkungan.

Nasir juga meminta Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Ristek dan Dikti Muhammad Dimyati mendistribusikan tugas kepada pihak yang terlibat di konsorsium melalui pembagian kluster. “Akan ada khusus gambut, kesehatan, juga penegakan hukum,” tuturnya.

Kajian lain, yaitu metode bercocok tanam tanpa membakar lahan, mengingat rawa gambut yang terbakar sangat susah dipadamkan. Ia meminta konsorsium mengkaji alternatif insentif bagi masyarakat yang mengadopsi budidaya tanpa bakar.

Produk konsorsium riset adalah teknologi-teknologi tepat guna serta rekomendasi berbasis riset bagi pemerintah. Kementerian Ristek dan Dikti akan mendorong agar pemerintah daerah mendayagunakan temuan teknologi-teknologi tersebut dan memfasilitasi ke industri.

Dimyati menambahkan, riset konsorsium bersifat penugasan sehingga langsung dibiayai tanpa melalui kompetisi. Anggaran penelitian dari sebagian anggaran penelitian, Rp 900 miliar. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 November 2015, di halaman 14 dengan judul “Riset Penanggulangan Belum Padu”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB