Konsep pembentukan pulau Sumatera yang selama ini diyakini oleh para ahli ternyata salah. Prof Dr Iskandar Zulkarnain, Profesor Riset LIPI yang dikukuhkan pada Rabu (21/8/2013), memaparkan hal tesebut dalam orasi berjudul “Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam.”
Semula, diyakini bahwa dalam proses pembentukkannya, blok Sibumasu dan blok Sumatera bagian barat, yang keduanya bersifat kontinen (benua), bertabrakan sehingga membentuk Patahan Sumatera yang membentang sepanjang bagian utara hingga selatan Pulau Sumatera. Karena sifat kedua blok pembentuk Sumatera sama-sama kontinen, maka seluruh Pulau Sumatera dianggap sebagai tepian dari benua Eurasia yang bersifat homogen.
Sementara itu, diyakini pula tumbukan antara lempeng samudera (lempeng Hindia – Australia) dan lempeng daratan Eurasia (termasuk Sumatera) telah menimbulkan subduksi (penunjaman) di lautan yang sejajar dengan pulau-pulau kecil di barat Sumatera.
Dalam penelitian geokimia batuan yang telah dimulai dari tahun 1994, Iskandar menemukan fakta lain tentang sejarah pembentukan geologi pulau Sumatera. Patahan Sumatera ternyata terbentuk melalui sebuah sistem kompleks yang tidak hanya melibatkan dua blok kontinen, namun juga lempengan samudera.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Iskandar dan timnya mengumpulkan batuan vulkanik dari banyak daerah di sekitar Patahan Sumatera mulai dari Provinsi Lampung hingga Kabupaten Madina, Provinsi Sumatera Utara. Mereka menganalisa batuan-batuan tersebut tidak hanya berdasarkan unsur-unsur utama (major elements) saja, namun juga mencankup unsur jejak (trace elements) dan unsur jarang (rare eath elements).
Berdasarkan pola yang terbentuk dari analisa konsentrasi kandungan elemen mikro dan elemen jarang, Iskandar menyimpulkan jika sejarah geologi Sumatera yang diyakini selama ini salah dan harus diubah.
“Sumatera dibentuk oleh dua buah segmen yang berbeda karakter. Sebelah barat berkarakter busur kepulauan, yakni karakter yang terbentuk karena tabrakan samudera dengan samudera, sedangkan sebelah timur bersifat kontinen (benua),” ujarnya.
Iskandar menambahkan jika pada masa purba, terjadi tabrakan antar samudera yang membentuk subduksi pada Patahan Sumatera. Tabrakan ini mendorong patahan Sumatera bergerak ke timur dan bertabrakan lagi dengan benua Eurasia yang akhirnya membentuk subduksi pada kepulauan di barat Sumatera.
Kondisi ini dapat menjawab berbagai pertanyaan mengenai bencana alam yang seringkali terjadi di kawasan Patahan Sumatera. “Sejauh ini wilayah timur Sumatera lebih aman daripada yang barat. Jika di sebelah barat terdapat penujaman purba, maka wilayah ini relatif menjadi mudah bergerak karena dia sebenarnya tidak homogen,” tambah Iskandar.
Riset geokimia batuan yang mengubah sejarah geologi Sumatera ini juga menimbulkan konsekuensi logis mengenai potensi mineral di pulau Sumatera. Mineral yang selama ini terkonsentrasi di sebelah barat mungkin saja juga terkandung di lapisan tanah pada bagian timur.
Riset ini juga dapat membuat proses pencarian endapan logam menjadi lebih efektif karena adanya rantai proses yang dipangkas dan biaya yang menjadi lebih rendah.
Iskandar menyatakan, geokimia batuan memungkinkan manusia menemukan endapan logam hanya dengan menggunakan sistem sampling tanpa perlu melakukan eksplorasi detail terlebih dahulu.
Jika hasil analisis menunjukkan adanya potensi logam pada tempat ditemukannya batuan tersebut, maka eksplorasi dapat dilanjutkan. Sebaliknya, jika ternyata wilayah itu tidak berpotensi, maka lokasi tersebut dapat ditinggalkan untuk menemukan lokasi lain yang lebih berpotensi. (Dyah Arum Narwastu)
Editor : Yunanto Wiji Utomo
Sumber: Kompas, Kamis, 22 Agustus 2013 | 16:02 WIB