Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia merintis riset frontier dan jangka panjang bidang ilmu sosial. Hal itu bertujuan membangun ketahanan warga menghadapi tantangan global melalui program Desa Global.
Globalisasi membuat semua warga dunia terhubung lewat internet, seperti tinggal di satu desa global. ”Dengan memahami dampak globalisasi pada warga, kami ingin menguatkan lewat ilmu sosial,” ucap Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain saat Peluncuran Kembali Program Desa Global, Senin (20/6), di Jakarta.
Berbeda dengan riset terapan, riset frontier progresif dan memberikan pijakan baru, di antaranya lewat temuan teori, paradigma, perspektif, dan metodologi baru. Jadi, riset frontier tak bisa menghasilkan produk jangka waktu tertentu. Tanpa riset frontier, aplikasi ilmu pengetahuan tak efektif menjawab masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI Tri Nuke Pudjiastuti menambahkan, pembuatan kebijakan hanya menurut kesepakatan instan demi solusi jangka pendek. Jadi, perlu riset jangka panjang demi menghasilkan terobosan dan solusi masalah bangsa.
Terobosan teori
Manajer Program Desa Global LIPI Zamroni mencontohkan, pada teori pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi tak seiring pemerataan kesejahteraan. Melalui program Desa Global, ada proposal riset membuat terobosan teori. Itu bisa dicapai lewat tata kelola pemerintahan baik dan keterbukaan.
Program Desa Global berjalan pada 2016-2019. Itu kelanjutan program serupa 2014-2015, menghasilkan indeks kesiapan warga merespons desa global. Pada riset sebelumnya, warga Indonesia belum siap menghadapi tantangan globalisasi. Tahun ini, dana program itu Rp 2,8 miliar.
Para peneliti memetakan isu yang relevan 30-40 tahun ke depan sehingga jadi fokus riset frontier penguatan warga. Isu itu meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur sosial ekonomi, tata kelola pemerintahan, dan jaringan. Menurut dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Roby Muhamad, ilmu sosial mesti jadi panglima di riset.
Berpuluh tahun
Para peneliti sudah memetakan isu-isu yang bakal tetap relevan hingga 30-40 tahun kemudian sehingga menjadi fokus riset frontier penguatan masyarakat. Isu tersebut ialah ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur sosial ekonomi (termasuk kearifan lokal), tata kelola pemerintahan, dan jaringan.
”Isu-isu ini akan memengaruhi negara dalam jangka panjang untuk maju,” ujar Nuke. Menurut dia, banyak lembaga riset yang membuat penelitian tentang ketahanan masyarakat untuk saat ini, tetapi belum sampai pada ketahanan berpuluh tahun kemudian.
Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Roby Muhamad, mengatakan, ilmu sosial semestinya menjadi panglima dalam riset berbagai macam bidang, termasuk untuk penerapan inovasi dan teknologi. Implementasi inovasi dan teknologi sangat bergantung perilaku manusianya.
”Microsoft Research, selain menyewa ilmuwan komputer, juga menggunakan jasa antropolog, sosiolog, dan ilmuwan politik. Facebook juga. Itu karena mereka sadar semua teknologi ujung-ujungnya manusia,” katanya.
Namun, lanjut Roby, riset sosial masa kini akan jauh lebih efektif jika memanfaatkan teknologi, yakni internet. Memanfaatkanbig data, peneliti sosial bisa mendapatkan rekaman terkait perilaku untuk topik tertentu, membuat prediksi, hingga menghasilkan teori bidang ilmu sosial.
Ia mencontohkan, salah satu industri ritel Amerika Serikat, Target, menggunakan algoritma mesin untuk merekap perilaku belanja konsumen. Suatu hari, Target mengirim katalog barang-barang persiapan kehamilan ke rumah seorang pria yang anak perempuannya masih SMA.
Pria itu marah kepada Target karena dikira mengharapkan anaknya hamil sehingga perusahaan ini meminta maaf. Namun, setelahnya, si pria itu kemudian kembali lagi dan mengatakan, anaknya memang hamil. Itu menunjukkan, mesin bisa membaca bahwa anak pria itu akan hamil dari pilihan barang saat berbelanja.(JOG)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Penelitian Sosial Jangka Panjang Dirintis”.