Pemerintah Provinsi Riau akan membangun laboratorium internasional gambut tropis di Kabupaten Kepulauan Meranti.
”Ini merupakan kelanjutan rencana Badan Restorasi Gambut (BRG) di Meranti. Kami ingin masyarakat Riau bersama perguruan tinggi, mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat mengambil peran setelah laboratorium dibentuk. Kami ingin meningkatkan sosial ekonomi masyarakat Riau tanpa membakar gambut lagi,” kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dalam Lokakarya Badan Restorasi Gambut, di Pekanbaru, Selasa (31/5).
Menurut Arsyadjuliandi, restorasi gambut di Riau mencapai 900.000 hektar, tetapi pada tahap awal seluas 83.000 hektar di Meranti dan Bengkalis. Sebagian besar restorasi dilakukan di lahan kosong. Tanaman asli gambut, terutama sagu, diprioritaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Apabila program ini berhasil, tujuh tahun ke depan produksi sagu Riau akan meningkat pesat. Ini sejalan dengan program diversifikasi pangan pemerintah pusat. Kami sudah memulai kampanye produk pangan sagu di Riau dan seluruh Nusantara. Apabila ada investor yang ingin menanamkan modal dalam hilirisasi produk sagu, akan kami bantu. Sekarang penggunaan sagu di Riau masih sekitar 5 persen, selebihnya dikirim ke Jawa dan diekspor,” katanya.
Pada kesempatan sama, Rektor Universitas Riau Aras Mulyadi mengatakan, BRG sudah menandatangani nota kesepahaman dengan 11 perguruan tinggi di Indonesia untuk penelitian gambut. Adapun tiga universitas di Sumatera yaitu Universitas Riau, Universitas Jambi, dan Universitas Sriwijaya, Palembang.
”Untuk menyosialisasikan restorasi gambut, pengenalan dan pengelolaan gambut baru, serta mendampingi masyarakat, akhir Juli akan turun mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) di Meranti melalui KKN Desa Gambut Sejahtera,” kata Aras.
Mahasiswa Terjun ke 700-Desa Rawan Kebakaran
Sehari sebelumnya, Senin (30/5), di Jakarta, BRG dan 11 kampus di Indonesia menyiapkan mahasiswa untuk diterjunkan di 700-an desa rawan kebakaran hutan dan lahan.”Kami mempersiapkan KKN (kuliah kerja nyata) dengan modul khusus,” kata Nazir di sela-sela Simposium Bersama Indonesia-Jepang.
Ke-11 universitas yang terlibat program tersebut, yaituUniversitas Jambi, Universitas Riau, Universitas Tanjungpura, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Palangkaraya, Universitas Cenderawasih, Universitas Mulawarman, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sriwijaya, dan Universitas Sebelas Maret. Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG Haris Gunawan mengatakan, KKN ini mengusung tema “Desa Gambut Sejahtera”.
“Kami mengajak perguruan tinggi yang berperan sangat penting untuk melakukan uji coba di lapangan, melakukan pemantauan, menyesuaikan hasil penelitian sampai terakhir menyerahkan hasil penelitian kepada pemerintah untuk dijadikan kebijakan. Kami juga mengajak peneliti dari Jepang, Profesor Mitsuru Ozaki dari Universitas Hokkaido dan Profesor Mizuno dari Universitas Kyoto,” kata Nasir.
Osaki, yang hadir di Pekanbaru, mengatakan sudah berpengalaman selama 20 tahun dengan penelitian gambut di Kalimantan. Pihaknya akan membantu proses restorasi dengan empat tahapan, yaitu pembasahan, reforestasi, mencegah kebakaran, serta melakukan monitoring pelaporan dan evaluasi.
“Program restorasi gambut jauh lebih sulit daripada perlindungan gambut. Restorasi adalah usaha keras karena mengupayakan gambut tidak rusak, sementara masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi,” kata Osaki.
Adapun Mizuno yang fasih berbahasa Indonesia merupakan peneliti Jepang yang sudah melakukan penelitian sosial ekonomi di lahan gambut Riau sejak tahun 2008. Dengan menggandeng Universitas Riau, Mizuno melakukan penanaman pohon kayu bernilai ekonomi tinggi di lahan gambut di wilayah Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis.
“Kami mau melaksanakan penelitian baru di Meranti untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Sagu mungkin bagus, tetapi kami akan mencari yang paling sesuai dengan ekosistem setempat,” kata Mizuno.
Ketua BRG Nazir Foead mengatakan, lokakarya di Riau diharapkan melahirkan program nyata restorasi gambut Indonesia—target dua juta. Riau adalah proyek percontohan dengan rencana restorasi seluas 900.000 hektar, terluas di Indonesia.(SAH)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Riau Bangun Laboratorium Internasional”.