Remaja Indonesia Tahu Kontrasepsi, namun Tidak Siap Menggunakannya

- Editor

Jumat, 9 Juli 2004

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sekali lagi, penelitian di empat kota besar Indonesia membuktikan bahwa para remaja amatlah membutuhkan pemahaman tentang seksualitas secara menyeluruh.

Meski pengetahuan mereka mengenai kondom dan alat kontrasepsi lain sangat tinggi, pemakaiannya ternyata masih amat rendah. Penyebabnya adalah seks pranikah yang sering kali terjadi di luar rencana pada remaja.

Begitulah benang merah hasil penelitian kuantitatif DKT Indonesia bekerja sama dengan Synovate Indonesia di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Penelitian berlangsung September-Oktober 2004, mewawancarai 450 remaja berusia 15-24 tahun, dengan kuota 50 persen aktif secara seksual dan 50 persen tidak aktif. Responden juga proporsional jumlahnya antara laki-laki dan perempuan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dua pertiga responden memang mengaku bahwa hubungan seks pertama terjadi begitu saja dan hanya 37 persen remaja laki-laki yang merencanakannya. Sedangkan pada remaja perempuan, 39 persen merasa dibujuk sehingga 11 persen menyesalinya dan 10 persen merasa tertipu.

Karena itu, program yang ditujukan pada remaja sebaiknya bisa membekali mereka dengan pengetahuan dan kesadaran agar siap menghadapi kemungkinan di luar rencana tersebut.

Bisa jadi, pengetahuan me-reka yang minim terhadap seksualitas maupun dampak dari perilaku seks berisiko —dari kehamilan sampai tertular HIV/AIDS— menjadi pemicu hubungan tanpa rencana ini.

Sumber yang dipercaya
Para responden ternyata juga berharap untuk mendapatkan informasi lebih banyak dari sumber yang dapat dipercaya. Soalnya, selama ini me-reka lebih banyak mendapat pengetahuan tentang seksualitas dari teman (35 persen), film porno (22 persen), dan buku-buku (11 persen). Lainnya baru dari pacar, televisi, sekolah, pengalaman, maupun film di bioskop.

Hanya 8 persen remaja yang merasa nyaman bicara masalah seks dengan ibunya dan tidak ada yang mengaku pernah berbicara dengan ayahnya untuk persoalan serupa.

“Kawula muda sebagai generasi penerus memang perlu diperhatikan agar mendapatkan masa depan yang lebih baik. Dengan hasil studi ini, mudah-mudahan ada gambaran untuk memikirkan apa yang harus dilakukan untuk mereka,” ujar Chris Purdy, Direktur DKT Indonesia, dalam jumpa pers tentang perilaku seksual kawula muda yang berlangsung di Jakarta, Rabu (26/1).

Jika mereka hanya bergantung pada informasi dari teman atau film porno saja, dikhawatirkan informasi yang diperoleh menjadi amat minim dan tidak komprehensif.

Banyak aspek
Direktur Pelaksana Synovate Robby Susatyo menyatakan, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa banyak sekali aspek kehidupan sosial remaja yang tidak diketahui sehingga perlu dilakukan lebih banyak lagi penelitian tentang perilaku seksual remaja.

“Dengan demikian, program-program yang ditujukan pada remaja bisa dibuat sesuai dengan akar permasalahannya,” kata Robby.

Sedangkan Adrianus Tanjung, Kepala Divisi Komunikasi Informasi, Edukasi, dan Advokasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), menegaskan bahwa sudah saatnya pihak-pihak terkait memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja secara benar dan jujur.

“Harus ada pusat-pusat layanan tentang kesehatan reproduksi yang ramah terhadap remaja atau youth-friendly services dan dapat diakses remaja dengan mudah,” ujar Adrianus.

Menurut dia, hanya dengan cara itu remaja dapat dilindungi dan dicegah dari risiko-risiko lebih jauh sebagai akibat ketidaktahuan mereka atas perilaku seksual yang tidak aman.

Soalnya, 16 persen dari 450 responden mengaku sudah berpengalaman seks pada usia 13-15 tahun, sedangkan 44 persen lainnya mengaku baru melakukannya pada usia 16-18 tahun. Mereka kebanyakan melakukan hubungan seks pertama di rumah (40 persen), tempat kos (26 persen), dan di hotel (26 persen).

Hingga Desember 2004, laporan kasus kumulatif HIV/AiDS dari Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan menunjukkan, kasus AIDS ada 2.682 dan infeksi HIV 3.368. Proporsi kumulatif tertinggi terjadi pada kelompok umur 20-29 tahun (52,8 persen), diikuti 30-39 tahun (25,6 persen), dan 40-49 tahun (8,8 persen). (NES)

Sumber: Kompas, tanpa diketahui tanggalnya

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB