Polemik terkait reklamasi Teluk Jakarta memasuki babak baru setelah pemerintah sepakat melakukan moratorium. Tidak hanya itu, pemerintah, melalui komite gabungan, juga akan melakukan penyelarasan aturan, evaluasi syarat-syarat, hingga audit lingkungan. Hasil yang dikeluarkan diharapkan menjadi acuan bagi reklamasi lainnya di seluruh wilayah Indonesia.
”Agar semua pihak bisa mendapatkan manfaat, kami meminta untuk sementara dihentikan, atau moratorium pembangunan reklamasi Teluk Jakarta, sampai semua persyaratan terpenuhi,” kata Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Senin (18/4), selepas rapat koordinasi di kantornya.
Hadir dalam rapat tersebutMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Rapat berlangsung lebih dari satu jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Siapkan penegakan hukum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyiapkan penegakan hukum bagi proses reklamasi pantai utara Jakarta yang terbukti menimbulkan kerusakan dan pencemaran. Bersama Komisi IV DPR, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar sepakat menghentikan sementara kegiatan reklamasi tersebut.
”Penghentian sementara seluruh kegiatan reklamasi pantai Utara Jakarta (termasuk wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dan Kabupaten Tangerang, Banten) untuk penyempurnaan seluruh dokumen perencanaan,” kata Siti Nurbaya saat rapat kerja bersama Komisi IV DPR,Senin (18/4) pagi.
Ia mengatakan, dokumen-dokumen itu, antara lain, Rencana Tata Ruang Laut Nasional serta Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), penetapan status Kawasan Strategis Nasional (KSN) perairan atau Rencana Tata Ruang Strategis Pantai Utara Jakarta beserta KLHS, dan revisi rencana Tata Ruang KSN Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur) beserta rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil DKI, Banten, dan Jawa Barat.
”Menurut kebutuhan, dapat dilakukan identifikasi lapangan selanjutnya untuk kepentingan penegakan hukum,” katanya. Pihaknya akan mengecek kesesuaian izin lingkungan dan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dengan praktik di lapangan.
Meski izin lingkungan dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta, menurut Pasal 73 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri LHK dapat melakukan pengawasan jika terjadi pelanggaran serius. Ini mencakup kerusakan dan pencemaran lingkungan serta keresahan di masyarakat.
”Indikasi awal ada pencemaran dan kerusakan serta keresahan nelayan. Seperti soal sedimentasi, air bersih, dan obyek vital nasional (PLTU Muara Karang), akan kami cek,” ujarnya. Dari penilaian dan pengawasan di lapangan, Menteri LHK dapat memberikan sanksi administratif ataupun meneruskan ke sanksi pidana/perdata. ”Kami akan lakukan bagaimana penaatan terhadap izin-izin yang ada. Kalau ditemukan pelanggaran, akan dilakukan penghentian kegiatan,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK.
Sanksi administratif ini, ujarnya, dapat berupa paksaan pemerintah kepada pelaksana reklamasi untuk melengkapi analisis/solusi untuk mengurangi dampak lingkungan/sosial hingga pencabutan izin lingkungan.
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK mengatakan, dokumen amdal Pulau C dan Pulau D tak memperhitungkan sedimentasi dan air bersih. ”Kalau terjadi sedimentasi, nelayan tidak bisa melaut. Selain itu, apa dampaknya bagi tanaman mangrove (Suaka Margasatwa Muara Angke). Ini baru kami kaji,” katanya.Ia pun menekankan, pada dokumen-dokumen amdal yang diterima dari pelaksana reklamasi, pihaknya tak mendapati sumber material pasir urukan secara jelas. Kementerian LHK akan menelusuri sumber material urukan ini karena diduga berasal dari Banten serta menimbulkan kerusakan pesisir setempat.
Untuk melakukan evaluasi tersebut, lanjut Rizal, pemerintah membentuk komite gabungan lintas kementerian dan instansi. Komite itu, antara lain, akan beranggotakan dua direktur jenderal (dirjen) dan dua direktur dari Kementerian LHK, dua dirjen dan dua direktur dari KKP, perwakilan Kementerian Dalam Negeri, perwakilan Sekretaris Kabinet, deputi Kemenko Maritim dan Sumber Daya, dan perwakilan Pemprov DKI Jakarta. Menurut rencana, tim bekerja Kamis (21/4) mendatang.
Kemenko Maritim dan Sumber Daya juga akan mengeluarkan surat keputusan terkait perintah moratorium reklamasi di Teluk Jakarta ini.
Menurut Rizal, reklamasi Teluk Jakarta merupakan salah satu pilihan dalam pembangunan yang memiliki manfaat. Akan tetapi, risiko reklamasi juga harus dilihat dan diusahakan seminimal mungkin.
Terkait adanya wacana bahwa keputusan pemerintah ini akan digugat pengembang, Rizal memastikan semuanya tetap sesuai undang-undang sehingga pemerintah tak takut untuk digugat.
Basuki sambut baik
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menyambut baik keputusan pemerintah pusat ini. Dengan begitu, polemik terkait reklamasi Teluk Jakarta bisa diselesaikan. ”Yang penting reklamasi itu bukan hal yang terlarang. Selain itu, semuanya sepakat bahwa izin ada di Gubernur, hanya aturannya yang ditafsirkan tumpang tindih. Reklamasi pulau tak akan dihentikan selamanya,” kata Basuki selepas konferensi pers.
Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan, pihaknya menekankan dua hal terkait reklamasi ini. Pertama soal analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang belum lengkap karena selama ini dibuat hanya per pulau. ”Amdalnya harus secara keseluruhan. Dan yang kedua adalah audit lingkungan, sekaligus penegakan hukum,” ujarnya.
Menurut Siti, evaluasi reklamasi Teluk Jakarta ini akan berdampak terhadap proyek reklamasi lain di seluruh Indonesia. Format yang akan dikeluarkan tim nantinya diharapkan menjadi standar bagi setiap proses reklamasi.
Mempelajari dulu
Terkait keputusan moratorium ini, salah satu wakil pengembang, Justini Omas, selaku Corporate Secretary Agung Podomoro Land (APL), menyampaikan, pihaknya akan mempelajari dan membahas hal ini lebih dulu di internal perusahaan. ”Kami juga baru tahu hal ini dari media. Sampai saat ini kami belum mendapat surat resmi untuk penghentian proyek,” ucapnya melalui layanan pesan singkat.
Anak perusahaan APL, PT Muara Wisesa Samudra, saat ini, tengah membangun Pulau G di dekat Muara Angke, Jakarta Utara. Saat ditanya terkait kemungkinan mengajukan gugatan, Justini tak mau berpolemik.
Berdasarkan pantauan Kompas, Minggu (17/4), daratan Pulau G telah terbentuk sekitar 18 persen dari total rencana pulau seluas 161 hektar.
Selain Pulau G, juga sudah terbentuk Pulau C dan D yang masih menyatu di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pengembang Pulau C dan D adalah PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Grup Agung Sedayu.
Di lepas pantai Ancol juga tengah dikerjakan Pulau K yang dibangun oleh PT Pembangunan Jaya Ancol. Lebih ke timur lagi tengah dibangun Pulau N oleh anak perusahaan PT Pelindo II yang akan digunakan sebagai Pelabuhan Tanjung Priok Baru. Salah satu badan usaha milik daerah DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo, juga telah memegang dua konsesi untuk membangun Pulau F dan O.
Reklamasi Teluk Jakarta menuai polemik panjang sejak keluar Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.(JAL/ICH)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 April 2016, di halaman 1 dengan judul “Moratorium untuk Evaluasi Menyeluruh”.