Pemerintah akan mengeluarkan regulasi terkait pendidikan jarak jauh pada pertengahan tahun 2018. Regulasi yang tertuang dalam bentuk peraturan menteri itu diharapkan dapat meningkatkan Angka Partisipasi Kasar di Indonesia yang masih tertinggal dari negara lain. Di tahap awal, skema ini akan diterapkan di 51 perguruan tinggi.
Dengan penerbitan peraturan menteri terkait pendidikan jarak jauh tersebut diharapkan dapat menjawab tantangan di era revolusi industri 4.O yang mengedepankan teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat mengharuskan dunia pendidikan termasuk perguruan tinggi menyesuaikan diri.
“Jika tidak (menyesuaikan diri), maka kita akan jauh tertinggal,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Mohamad Nasir seusai menghadiri dialog nasional di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (12/2). Hadir dalam dialog tersebut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, sejumlah rektor, dan ribuan mahasiswa di Sumsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nasir mengatakan, Angka Partisipasi Kasar (APK) di Indonesia saat ini masih 31 persen, jauh lebih rendah dibanding negara lain. Dia mencontohkan, APK di Malaysia mencapai 38 persen, Thailand sebesar 51 persen, dan Korea Selatan sudah mencapai 92 persen. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya APK di Indonesia, antara lain ketimpangan rasio antara jumlah dosen dengan mahasiswa yang diajarnya dan keterbatasan infrastruktur.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya APK di Indonesia, antara lain ketimpangan rasio antara jumlah dosen dengan mahasiswa yang diajarnya dan keterbatasan infrastruktur.
Saat ini rasio dosen dan mahasiswa di bidang eksakta mencapai 1 : 30 orang, adapun untuk bidang sosial bisa mencapai 1 : 40. Dengan rasio itu maka, kegiatan belajar mengajar dengan sistem tatap muka di kelas sangat tidak mungkin efektif. Apalagi, saat ini sejumlah perguruan tinggi masih terkendala dengan sarana infrastruktur yang kurang memadai seperti keterbatasan ruang kelas.
Pembelajaran berbasis daring
Untuk itu, lanjut Nasir, penerapan teknologi informasi melalui pembelajaran berbasis daring (online learning) menjadi solusi terhadap kedua masalah tersebut. “Apabila menggunakan pembelajaran dengan sistem tersebut maka satu dosen bisa mengajar 100 mahasiswa, 200 mahasiswa atau bahkan 1.000 mahasiswa,” katanya.
Nasir mengatakan, untuk tahun ini pemerintah terus berupaya untuk membangun sistem terlebih dahulu. Dengan adanya regulasi pendidikan jarak jauh diharapkan penerapan sistem akan berjalan lebih lancar. Beberapa universitas sudah menerapkan sistem ini.
Dengan adanya regulasi pendidikan jarak jauh diharapkan penerapan sistem pembelajaran berbasis daring akan berjalan lebih lancar. Beberapa universitas sudah menerapkan sistem ini.
“Kami akan menerapkan di 51 universitas. Termasuk akan mendorong Politeknik Negeri Sriwijaya dan Universitas Sriwijaya untuk menerapkan sistem ini,” katanya.
Apabila penerapan teknologi informasi sudah mapan, lanjut Nasir, diharapkan APK Indonesia bisa meningkat menjadi 41 persen. “Kami menargetkan angka tersebut dapat tercapai di tahun 2020,” katanya.
Dengan sistem online learning tidak ada batasan antar negara. Mudah-mudahan perguruan tinggi di Indonesia dapat lebih berkualitas dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi kelas dunia.
Rektor Universitas Sriwijaya Anis Saggaff mengatakan, penerapan sistem pembelajaran berbasis daring dilakukan sejak 2010. Sampai saat ini 60 persen dari keseluruhan dosen sudah menerapkan sistem tersebut. Sebenarnya, sistem ini juga telah diterapkan sejak lama, hanya saja terbatas.
“Dulu dari seluruh pertemuan, hanya 25 persen yang diharuskan menggunakan sistem daring. Namun saat ini dapat digunakan tanpa batasa,” ujarnya.
Untuk itu, ujar Anis, pihaknya berharap semua dosen di Unsri dapat menerapkan hal serupa, baik dalam proses pembelajaran maupun ujian. Untuk mendukung penerapan sistem itu, ujar Anis, pihaknya sudah menyiapkan dana sebesar Rp 16 miliar untuk mengubah seluruh 173 kelas yang ada di Unsri berbasis multimedia.
“Dengan skema ini diharapkan prestasi perguruan tinggi dapat meningkat,” kata Anis.–RHAMA PURNAJATI
Sumber: Kompas, 13 Februari 2018