Panitia tender pembangunan Reaktor Daya Eksperimental Badan Tenaga Nuklir Nasional menetapkan BUMN Rekayasa Industri dan badan usaha milik Pemerintah Rusia, Rosatum, membangun PLTN berkapasitas 10 megawatt. Lokasi pembangkit serba guna itu direncanakan di kompleks Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Terpilihnya Rusia, antara lain, karena komitmen mereka lebih terbuka dalam transfer teknologi. Selain itu, teknologi reaktor yang dipakai berbasis teknologi reaktor Jerman yang dinilai andal. “Pembangunan reaktor memakan waktu empat tahun dimulai tahun 2017,” kata Sekretaris Utama Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Taswanda Taryo, Rabu (15/4), di Jakarta.
Persiapan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) skala kecil ini sejak tahun lalu. Investigasi calon tapak sudah dilakukan, meliputi berbagai aspek studi, yaitu kegempaan, kegunungapian, geoteknik dan fondasi, meteorologi, hidrologi, kejadian akibat kegiatan manusia, demografi, tata guna lahan, dan tata ruang.
Menurut Taswanda, beberapa tujuan akan dicapai melalui pembangunan reaktor itu, antara lain meningkatkan penguasaan teknologi dan pengoperasian PLTN generasi maju, penguasaan manajemen proyek pembangunan PLTN, sebagai master PLTN komersial, dan mendukung kedaulatan energi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir Yus Rusdian Akhmal mengatakan, pihaknya menyetujui Batan mengevaluasi tapak PLTN di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong. “Untuk disetujui, Batan harus mengisi formulir berisi ratusan pertanyaan terkait keselamatan dan keamanan lingkungan dari radiasi,” kata Yus.
Setelah tahap evaluasi tapak, ada tahapan izin tapak, izin konstruksi, dan izin operasi. “PLTN ini harus beroperasi secara aman menganut filosofi keselamatan melekat dan pasif,” lanjut Yus.
Rencana tapak RDE berada di barat kawasan Puspiptek berdekatan dengan Pusat Bioteknologi BPPT dan Pusat Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi LIPI. “Areal itu juga dekat Sungai Cisadane di luar pagar Puspiptek,” kata mantan Kepala Puspiptek yang kini Asisten Deputi Investasi Iptek Kementerian Ristek dan Dikti Wisnu Sarjono.
Pembangunan PLTN Eksperimental itu, kata Taswanda, mengacu UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Di dalamnya disebutkan, Batan berwenang melakukan pembangunan, pengoperasian, dan komisioning reaktor daya nonkomersial (RDNK). Dalam hal ini, PLTN harus berupa reaktor daya eksperimental (RDE) atau reaktor daya serba guna (RDSG).
Kewenangan Batan juga diatur dalam PP No 2/2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir. “Untuk pembangunan reaktor daya eksperimental, Batan dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah lain atau perguruan tinggi dan industri nasional,” urainya.
Pembangunan dan pengoperasian RDE/RDSG juga dituangkan dalam Renstra Batan tahun 2015-2019 dengan target komisioning atau operasi tahun 2019/2020. Tahun depan akan dilaksanakan detail desain dan prakonstruksi, urai Taswanda.
Kajian teknologi dan pertimbangan pendanaan menunjukkan, reaktor tipe HTGR (high temperature gas cooled reactor) salah satu pilihan untuk RDE. HTGR termasuk teknologi reaktor inovatif yang menguntungkan dari sisi ekonomi, keselamatan, infrastruktur, proteksi fisik, lingkungan, dan limbah.
Karakteristik lain HTGR yang mendukung aspek keselamatan reaktor antara lain densitas dayanya rendah dan kapasitas termal tinggi. Reaktor ini dapat multifungsi, tidak hanya menghasilkan listrik, tetapi juga menghasilkan hidrogen dan untuk mencairkan batubara. (YUN/JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Reaktor Daya Eksperimen Batan Akan Dibangun Rusia”.