Radang usus buntu sering dianggap gara-gara suka makan jambu biji atau menelan biji cabe merah, karena dokter bedah yang pertama kali membuka radang usus buntu menemukan butiran yang mirip biji buah ceri berada dalam usus buntu penderita. Sejak itu orang-orang, termasuk si dokter bedahnya, beranggapan bahwa radang usus buntu menyerang orang yang kegemarannya makan biji-bijian. Baru kemudian terbukti, bahwa yang mirip biji buah ceri itu sesungguhnya tinja yang membatu, yang ukurannya sepenampang usus buntu. Bentuknya memang mirip biji buah ceri, atau di sini mirip biji jambu.
Yang benar adalah, pada orang orang tertentu, ada tinja yang tersasar memasuki usus buntu sehingga terperangkap di sana, dan terjadilah peradangan usus buntu. Jika usus buntunya diambil, kita bisa melihat adanya butiran tinja yang membatu atau fecolith. Bahwa orang yang gemar makan biji-bijian yang tak tercernakan bisa terserang usus buntu, memang ya. Tapi ya kalau makan jambu menyisihkan bijinya, bisa appendicitis juga.
Radang usus buntu
Usus buntu itu warisan nenek moyang yang setelah peradaban kian mengubah pola makan manusia menjadi kurang daun dan serat, namun lebih banyak daging dan ikan, fungsinya kian tidak jelas lagi untuk apa. Usus sepanjang 10 cm berpenampang 1cm itu hanya umbai di ujung pangkal usus besar, yang tanpanya, kita masih tetap sehat, dan kehadirannya justru menambah risiko setiap orang untuk menjalani pembedahan jika meradang atau pecah akibat radang diabaikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Normalnya, sisa makanan yang menjadi tinja tidak pernah mampir ke umbai cacing, walaupun harus melalui muaranya. Namun dapat terjadi tinja yang tersasar memasuki usus yang hanya berpintu, masuk tanpa pintu keluar ini, dan terjebak selamanya di sana. Keadaan inilah yang menjadi awal radang usus buntu. Reaksinya seperti pada kelenjar tonsil (amandel) yang meradang akibat ditumpangi kuman, usus buntu pun sama berjaringan seperti tonsil juga.
Radang usus buntu dapat berlanjut terus, dan mengancam kantung usus ini untuk pecah. Isinya yang mengandung proses infeksi dan fecolith, tumpah ke dalam rongga perut. Keadaan ini merupakan kasus gawat perut mendadak (acute abdomen), sehingga membutuhkan pembedahan segera untuk membuka perut dan membersihkan rongga perut dari tumpahan isi usus buntu. Jika terlambat, peritonitis ini dapat merenggut nyawa.
Radang usus buntu dapat juga terbungkus selaput usus, oleh suatu mekanisme pembatasan penjalaran infeksi, sehingga mereda dan tidak sampai pecah, dan pasien mungkin menyembuh.
Titik McBurney
Letak usus buntu di perut kanan bawah, yang jika diproyeksikan ke dinding perut, kira-kira berada sepertiga dari garis yang menghubungkan pusat (pusar) dengan puncak tulang panggul. Titik ini dikenal sebagai titik Tuan McBurney, di lokasi ini rasa nyeri timbul jika ditekan.
Rasa nyeri pada titik tersebut dapat dimunculkan jika dilakukan peregangan pada otot-otot tungkai sisi yang kanan, dengan jalan mengangkat tungkai lurus ke atas. Pasien sendiri berusaha, menekuk tungkainya agar rasa nyerinya tiada.
Rasa nyeri pada titik tersebut juga dapat dibangkitkan jika dilakukan penekanan pada perut kiri bawah, lalu dengan kaget dilepaskan(nyeri lepas).
Dokter sendiri dapat melakukan beberapa pemeriksaan yang menunjang kemungkinan adanya radang usus buntu, jika pasien memperlihatkan tanda-tanda radang usus buntu, maupun gejala yang mengarah ke sana.
Diawali dengan demam, mungkin ada mual dan kepingin muntah, sembelit beberapa hari dan jarang kentut. Berlanjut dengan timbulnya rasa nyeri yang tidak selalu di titik McBurney, melainkan dapat pula nyeri berkisar di pusat. Pada kasus tertentu, rasa nyeri juga ke belakang, jika letak dan posisi usus buntu cenderung ke arah belakang.
Diagnosis bisa meleset
Banyak dokter bedah kecele setelah pasien yang nyata-nyata bergejala usus buntu, setelah perut dibuka, ternyata usus buntunya normal, namun diangkat juga demi ketelanjuran. Kejadian ini lumrah, lebih-lebih pada wanita, karena gejala keluhan dan tanda adanya gangguan pada kandungan pun bisa mirip appendicitis.
Namun celakanya, kita hanya punya waktu yang sempit untuk menyatakan bukan radang usus buntu, karena jika terlambat nasib pasien sudah lain lagi. Pembedahan untuk menguras rongga perut akibat pecahnya usus buntu yang terlambat dioperasi, lebih berisiko daripada membedahnya pagi-pagi. Sehingga dokter lebih memilih salah diagnosis terhadap pasien tersangka radang usus buntu daripada kecolongan yang membuat pasien terlambat ditolong.
Mengapa tersasar
Ini yang belum sepenuhnya jelas. Diduga karena tinja kurang gesit sewaktu melintasi muara usus buntu, sehingga ada kesempatan yang lebih besar, karena gaya beratnya, untuk tergelincir ke mulut pintu masuk usus buntu yang tiada berdaun itu.
Selain lambatnya perjalanan tinja, jenis makanan kita yang semakin kurang berserat, karena tak suka sayur dan cenderung daging dan ikan, juga menjadi kemungkinan penyebab tinja daging ini berbakat untuk terperangkap ke dalam appendix. Jenis makanan berprotein cenderung menjadikan tinja lebih berbutir-butir dibanding jika lebih banyak makan sayuran.
Orang bisa memilih untuk membuang usus buntunya selagi masih sehat, jika merasa bahwa ada ”bakat” kena radang usus buntu, mengingat beberapa dari anggota keluarga pernah kena. Bisa juga karena berwisata ke wilayah yang langka fasilitas bedahnya, dan operasi usus buntu dianggap tidak lebih buruk daripada serangan radang usus buntu yang bisa terjadi setiap saat dengan risiko tak tertolong.
Apakah penyakit usus buntu ini diwariskan juga? Ya, pada orang-orang tertentu, bentuk dan ukuran usus buntunya lebih ramping dan panjang, sehingga lebih memudahkan terperangkapnya tinja dibanding usus buntu yang gembrot dan pendek
(Dr. Hendrawan Nadesul)
Sumber: Kompas, 6 Juli 1989