Seperti apa bentuk mobilitas komunikasi dan kehidupan manusia masa depan? Qualcomm Snapdragon Technology Summit 2017 di Maui, Hawaii, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu, memberikan sedikit gambaran.
Konferensi teknologi selama tiga hari itu dibingkai tiga konsep utama guna menjelaskan bakal seperti apa kira-kira gambaran kehidupan manusia di masa depan terkait komunikasi dan komputasi. Masing-masing konsep itu adalah peta jalan menuju jaringan 5G, eXtended Reality (virtual reality, augmented reality, dan gabungan keduanya), dan artificial intelligence.
Peluncuran system on chip (SoC) Snapdragon 845 dengan kemampuan menunaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan kecerdasan buatan (AI/artificial intelligence) hingga tiga kali lipat dibandingkan seri terdahulu merupakan salah satunya. Ini berarti banyak hal, semisal kemampuan lebih baik dalam mengenali wajah, fitur fotografi yang lebih canggih, asisten digital, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemampuan lebih baik dalam sisi kecerdasan buatan ini merupakan salah satu di antara hal-hal lain yang menjadi fokus kemampuan produk baru tersebut. Hal-hal lain yang juga menjadi fokus adalah imersivitas (kemampuan untuk menangkap citra beresolusi tinggi dan menjadikan dunia di sekeliling pengguna agar lebih realistis), keamanan, konektivitas, kecepatan komputasi, serta daya tahan baterai lebih baik.
Kemampuan lebih baik itu didorong oleh sejumlah inovasi pada produk Snapdragon 845 yang merupakan pelantar bergerak AI generasi ketiga. Salah satu inovasi yang difokuskan manufaktur semikonduktor dari San Diego, AS, itu adalah optimalisasi inti (core), berarti pula setiap core berbeda bakal beroleh tugas dari prosesor berdasarkan energi yang dibutuhkan.
Produk tersebut juga tentang konektivitas kecepatan tinggi sebagai peta jalan menuju jaringan 5G lewat modem Gigabit LTE generasi kedua. Selain itu, perbaikan kualitas kemampuan dalam memproses program VR (virtual reality) dan AR (augmented reality) atau gabungan keduanya yang tampak pada sesi demo dengan contoh program belanja virtual.
Selain itu, penanda evolusi mobilitas komunikasi, yang tidak bisa dipisahkan dengan kemampuan komputasi pada ajang tersebut, adalah peluncuran sejumlah komputer jinjing (laptop) dengan konsep ”The Always Connected PC” yang menggunakan prosesor Snapdragon 835. Keterhubungan dengan internet dalam jaringan Gigabit LTE (juga dikenal sebagai LTE kategori 16 serta fondasi jaringan 5G), ditandai kemampuan mengunduh dengan kecepatan hingga lebih dari 1 Gbps, menjadi kelebihannya.
Hal itu bisa dilakukan kapan saja mengingat daya tahan baterai saat penggunaan bisa lebih dari 20 jam. Juga di mana saja sesuai dengan kesiapan operator telekomunikasi dalam menggelar infrastruktur yang mendukung Gigabit LTE.
Evolusi kemampuan laptop itu diprediksi mengubah perilaku penggunaannya, termasuk lanskap bisnis yang ada. Hal itu memungkinkan mengingat dalam waktu tak lama lagi kemampuan laptop terkait daya tahan baterai dan keterhubungan dengan internet akan sama atau bahkan melebihi telepon pintar.
Ketergantungan manusia
Temuan-temuan itu terkait dengan ketergantungan sebagian besar manusia dalam waktu tak lama lagi pada perangkat-perangkat teknologi dengan kemampuan komputasi dan AI pada tingkatan tertentu. Kemampuan tersebut, pada saat ini dan di masa depan, bisa diperoleh lewat berbagai produk telepon pintar.
Keith Kressin, Senior Vice President Product Management Qualcomm Technologies, menyebutkan, pada 2019 lebih dari setengah penduduk dunia bakal memiliki ponsel pintar. Untuk memberikan konteks, pada 2014 baru 28,1 persen penduduk bumi memiliki telepon pintar yang kemudian melonjak menjadi 43,8 persen pada 2017.
Gary Brotman, Director, Product Management Qualcomm Technologies, menyebutkan, antara 2017 dan 2021 diperkirakan sebanyak 8,6 miliar telepon pintar dikirimkan ke pelanggan.
Di sisi lain, AI juga bakal berkembang menjadi industri dengan nilai kapitalisasi pasar besar. Diperkirakan, pendapatan total dari industri AI pada 2025 bakal mencapai 160 miliar dollar AS. Nilai itu meliputi aspek perangkat lunak dan perangkat keras AI serta layanan-layanan yang diberikan.
Layanan ini dari sudut pandang pengguna bukanlah yang bersifat mekanik dan robotik, melainkan kemampuan AI yang bersifat alami dan cair. Oleh karena itu, ujar Gary, eksperimen dengan melatih kemampuan program AI tertentu dalam cloud dan untuk dicangkokkan ke dalam perangkat memperkuat proses mesin dalam belajar.
Mungkin, mesin terebut akan juga bisa belajar bagaimana menghemat baterai berdasarkan kebiasaan pengguna. ”Ini akan menjadi perangkat yang lebih dinamis. Namun, ini masih dalam tahap awal,” ujar Brotman.
Menariknya, kelebihan dan kemampuan menjalankan program AI ini tidak terbatas pada perangkat-perangkat kelas atas. Hanya memang terdapat kemampuan yang berbeda jika program itu dilekatkan pada perangkat-perangkat dengan kelas berbeda.
Sudah dekat
Menurut Brotman, apa yang akan dilihat pada waktu mendatang ialah perangkat-perangkat bakal semakin awas dengan penggunaan berbagai sensor. ”Mampu memahami konteks lingkungan sekitar, mengetahui apa yang harus dilakukan oleh manusia berdasarkan kebiasaan dan kondisi sekitar,” katanya.
Misalnya saja, pemutar musik yang bisa memainkan lagu tertentu berdasarkan emosi pengguna saat tertangkap kamera. Namun, ia menegaskan, tidak mengetahui dengan jelas kapan masa itu akan berlaku.
Namun, potongan-potongan teknologi, yang memungkinkan kenyataan itu terjadi, saat ini sebenarnya telah tersedia. ”Kita hanya perlu insinyur untuk menggabungkan (potongan-potongan kemampuan) itu,” kata Brotman.
Ajang Qualcomm Snapdragon Technology Summit 2017 yang diikuti lebih dari 300 awak media dan analis dari 27 negara itu memperlihatkan sudah makin dekatnya singularitas teknologi dan manusia. Singularitas, seperti dikutip dalam buku The Singularity is Near oleh Ray Kurzweil (2005), merupakan periode masa depan ketika kecepatan perubahan teknologi terjadi sangat cepat, dengan pengaruh yang sangat dalam, di mana kehidupan manusia akan berubah secara ireversibel. Kurzweil juga menyebutkan, singularitas akan mengubah setiap institusi dan seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari seksualitas hingga spiritualitas.
Di bagian berbeda, Brotman yang melontarkan pendapat pribadinya kembali menegaskan, era lanjutan AI (saat ini era artificial narrow intelligence, dilanjutkan artificial general intelligence, lantas artificial super intelligence) makin mendekat. Industri-industri terpengaruh dan pertanyaan apakah pekerjaan-pekerjaan konvensional bakal digantikan bakal terjawab.
”Ya, pekerjaan-pekerjaan (konvensional) bakal digantikan. (Tapi) terjadi juga pemutakhiran dengan AI. Sekarang kita bergerak sangat cepat, ada yang menyebut ini new electricity atau new alchemy karena ada banyak percobaan. Jika Anda punya data dan komputasi, langit adalah batasnya. Dampaknya akan sama seperti semua teknologi, bisa berdampak baik atau sebaliknya,” ujar Brotman.
Agaknya, prediksi Kurzweil memang tidak berlebihan. Singularitas sudah (makin) dekat.–INGKI RINALDI
Sumber: Kompas, 2 Januari 2018