Publikasi Hasil Riset Kerap Terkendala Kabar Bohong dan Stigma

- Editor

Jumat, 25 September 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kabar bohong dan stigma kerap mengganggu upaya memublikasikan hasil riset ke masyarakat awam. Di sisi lain, kajian ilmiah tersebut sangat diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO—Tampilan pembesaran hasil pengembangan teknologi nano dari mikroskop khusus di laboratorium nanoteknologi Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian, Bogor, Jawa Barat, saat mengembangkan minyak Eucalyptus menjadi sediaan berbasis nanoteknologi, Senin (6/7/2020). Sejumlah balai penelitian di lingkup Kementerian Pertanian ini melakukan penelitian terhadap Eucalyptus sebagai pencegah virus dalam jenis kategori jamu.

Peran ilmuwan sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk mendorong pengambilan kebijakan berbasis sains dan bukti yang akurat. Namun, publikasi dan komunikasi hasil riset yang disampaikan ilmuwan kerap terkendala oleh kabar bohong dan stigma yang beredar di masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi daring bertajuk ”Pentingnya Komunikasi Sains dalam Mendorong Kebijakan Berbasis Bukti” yang diselenggarakan The Conversation Indonesia, Kamis (24/9/2020). Diskusi tersebut menghadirkan pembicara dari latar belakang peneliti dan akademisi di sejumlah perguruan tinggi.

Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (Eocru), Iqbal Elyazar, mengakui bahwa kabar bohong dan stigma kerap mengganggu upaya memublikasikan hasil riset ke masyarakat awam. Hal tersebut sangat berbeda ketika publikasi dilakukan melalui jurnal ataupun diskusi dengan para peneliti.

”Peran ilmuwan sangat dibutuhkan karena data yang ada saat ini, baik di kementerian maupun lembaga penelitian, sangat banyak sehingga harus diolah dan dianalisis agar membantu kegiatan pengendalian. Peran kami sebagai ilmuwan juga harus menangkis hoaks, rumor, dan stigma yang bermunculan dan semakin meningkat,” ujarnya.

Iqbal sempat menuliskan hasil riset terkait prediksi melonjaknya pasien terkonfirmasi positif Covid-19 pada April lalu jika tidak ada upaya intervensi secara cepat yang dilakukan sejumlah pihak. Iqbal juga telah menerbitkan dua artikel tentang kurva epidemiologi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia.

”Kami tidak berorientasi pada jumlah pembaca, tetapi kami ingin menyampaikan pesan kepada pemerintah dengan bahasa yang sederhana bahwa upaya penanggulangan harus segera cepat dengan meningkatkan kapasitas pemeriksaan. Lalu kami juga ingin tulisan ini dipahami konteksnya oleh masyarakat umum,” tuturnya.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Adi Utarini menyatakan, pelibatan masyarakat terhadap riset sangat penting agar hasil riset tersebut diterima bahkan direalisasikan oleh semua pihak. Ia juga menekankan pentingnya memastikan ruang untuk saling merespons antara masyarakat dan peneliti sehingga tercipta transparansi.

Utarini memimpin riset untuk mencegah dan mengurangi kasus demam berdarah dengue (DBD) hingga 77 persen atau proyek World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta sejak 2011. Dalam riset tersebut, ia menerapkan komunikasi sains sehingga berhasil meyakinkan warga untuk membantu menghilangkan DBD dengan mengembangbiakkan nyamuk yang sudah diinfeksi bakteri Wolbachia.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO—Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi (kanan) menerima ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dalam acara peluncuran rencana perluasan manfaat nyamuk ber-Wolbachia di Kota Yogyakarta di Kantor Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta, Rabu (2/9/2020).

”Kami mengajak masyarakat ke laboratorium kami dan dengan berjalannya waktu akhirnya kami menempatkan mereka sebagai pelaku yang aktif. Di sinilah kami sadar bahwa berteman dengan lebih banyak media sehingga membantu kami memahami bagaimana mengomunikasikan sains,” katanya.

Selain merangkul masyarakat dan media, kata Utari, peneliti juga perlu bekerja sama dengan pemerintah daerah agar hasil riset dapat langsung dimanfaatkan oleh wilayah kontrol. Ia pun berharap pemerintah pusat dan daerah serta peneliti dapat menyusun model adaptasi komunikasi sains yang dapat langsung diterapkan di lokasi penelitian.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Andalas Dian Fiantis mengatakan, publikasi artikel ilmiah populer sangat membantu mendapatkan dukungan riset dari sejumlah pihak. Sebab, lembaga non-penelitian akan sulit memahami proposal atau hasil riset jika para ditulis dengan bahasa sains.

Berkaca dari kondisinya yang pernah menjadi akademisi, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Surya Tjandra menyatakan, pengambil kebijakan kerap menghadapi dilema antara bukti berbasis sains dan kondisi sosial masyarakat yang ada di Indonesia. Namun, ia menepis anggapan bahwa pemerintah anti terhadap sains. Ia menekankan bahwa ilmu dan kebijakan bersifat tentatif atau masih dapat berubah.

Oleh PRADIPTA PANDU

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 24 September 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB