Progres pembangunan proyek Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral telah mencapai 52 persen. Sejumlah bagian proyek yang ditargetkan selesai pada tahun 2019 antara lain pembangunan jalur rel dwiganda Manggarai-Cikarang, gedung stasiun, serta jalur layang kereta Manggarai-Jatinegara dan Cikini-Manggarai.
Proyek dikerjakan beberapa kontraktor, yaitu PT Waskita Karya untuk jalur kereta dwiganda atau double-double track (DDT), PT Adhi Karya untuk gedung stasiun, dan PT Hutama Karya untuk jalur layang kereta.
”Proyek telah lama direncanakan, tetapi baru selama tiga tahun terakhir ada progres yang signifikan,” kata Kepala Humas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Joice Hutajulu saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/1). Selama ini, ketersediaan anggaran proyek dan pembebasan lahan masih menjadi hambatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ELSA EMIRIA LEBA–Kendaraan berat memadatkan tanah untuk pembangunan jalur 10 Stasiun Manggarai di Jakarta Selatan, Rabu (3/1).
Dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta pinjaman dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) dengan jumlah sekitar Rp 5,5 triliun. Lahan di area yang akan dilewati proyek belum sepenuhnya dibebaskan. Menurut Joice, masih ada beberapa titik yang membutuhkan koordinasi pemerintah daerah untuk ditelaah lebih lanjut.
Pembangunan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral dilakukan dengan memperbesar area stasiun dan membuat bangunan bertingkat. Stasiun Manggarai selama ini menjadi tempat pelintasan sejumlah kereta, seperti KRL dan kereta jarak jauh (KJJ), sehingga KRL harus mengantre beberapa saat sebelum masuk stasiun.
Saat ini, jalur 1-7 beroperasi untuk kereta antarkota, barang, dan KRL. Akan tetapi, jalur 5 hanya digunakan untuk saat darurat. Sementara itu, jalur 8 dan 9 digunakan untuk kereta Bandara Soekarno-Hatta yang telah mulai beroperasi secara resmi sejak 2 Januari kemarin. Ketika pembangunan selesai, stasiun ini akan memiliki sepuluh jalur rel.
Rel dwiganda jalur Manggarai-Cikarang akan memudahkan pengelompokan jalur untuk kereta jarak jauh, kereta barang, dan komuter. Adapun proyek jalur dwiganda terbagi menjadi tiga paket dengan total jalur sepanjang 35,8 km, yaitu Paket A (Manggarai-Jatinegara), Paket B-21 (Jatinegara-Bekasi), dan Paket B1 (Bekasi-Cikarang).
”Penumpang dari arah Bekasi dan Bogor yang akan menuju Tanah Abang dan Gambir kami harapkan tidak akan lagi terganggu,” kata Joice. Pembangunan jalur dwiganda menjadi pilihan ideal karena hal itu juga menyangkut keamanan dan keselamatan penumpang.
ELSA EMIRIA LEBA–Kondisi terakhir gedung Stasiun Manggarai yang baru dan tiang pancang untuk jalan layang di Jakarta Selatan, Rabu (3/1).
Konsultan Supervisi Disy Agung S menyatakan, jalur 10 di Stasiun Manggarai masih dalam tahap pengerasan tanah, setelah itu baru diletakkan agregat dan penimbunan bahan lain. Pengerasan akan dilakukan sehingga tempat menjadi ideal untuk meletakkan rel kereta.
Pengerjaan jalur 10 direncanakan selesai pada Februari nanti. Selain itu, jalur 6 dan 7 di Stasiun Manggarai juga akan direvitalisasi pada pertengahan tahun 2018. Jalur Manggarai-Cikarang akan menggunakan jalur 6 dan 9 ketika jalur dwiganda telah beroperasi.
Pembangunan lantai satu gedung stasiun yang baru telah selesai. Kini, kontraktor sedang mengecor pelat untuk lantai dua. ”Pembangunan struktur gedung dan pengecoran seluruh atap ditargetkan selesai pada Desember 2018,” ujarnya, saat ditemui di area pembangunan Stasiun Manggarai.
Agung menambahkan, saat ini tiang fondasi untuk jalur layang telah terpasang di sekitar Stasiun Manggarai. Terlihat delapan tiang telah berdiri tegak di sekitar stasiun. Total 23 tiang yang akan dipasang untuk menjadi fondasi bagi jalur layang kereta.
Sistem persinyalan
Kepala Stasiun Manggarai Hendrik Mulyanto menyatakan, total perjalanan kereta api (KA) mencapai sekitar 750 KA per hari. Adapun jumlah perjalanan KRL 684 KA dan KJJ 30 KA. Penumpang yang melakukan tap in dan tap out berjumlah 45.000-50.000 orang per hari. Jumlah perputaran penumpang dalam stasiun diperkirakan dua kali lipat dari angka tersebut.
”Sebenarnya berdasarkan perhitungan kami, jadwal kereta seharusnya tidak mengantre untuk masuk stasiun seperti yang terjadi selama ini,” kata Hendrik. Antrean terjadi karena keterlambatan kereta, seperti waktu penumpang naik kereta lebih lama dari perkiraan.
Hendrik menyatakan, keterlambatan itu terjadi karena semakin banyak orang yang menggunakan transportasi umum, seperti KRL. Sementara itu, KRL belum bisa mengangkut semua penumpang pada saat bersamaan. Dengan demikian, penumpang memaksa berdesak-desakkan sehingga pintu kereta membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat ditutup.
Saat ini, jumlah komuter Jakarta mengangkut 960.000 penumpang per hari. Tahun 2019, kereta ditargetkan mengangkut 1,2 juta penumpang per hari.
Kereta yang paling sering mengantre adalah yang berasal dari Bogor dan Bekasi menuju Tanah Abang dan Gambir. Namun, kini antrean tidak lagi dalam waktu lama. Antrean hanya terjadi pada saat waktu sibuk, yaitu pukul 05.00-10.00 dan 16.00-21.00.
Hal itu terjadi karena Stasiun Manggarai sejak 1 November 2017 mengubah sistem persinyalan dari solid state interlocking (SSI) menjadi Kyosan K5B buatan Jepang. Sistem ini berguna untuk menambah kelancaran perjalanan kereta api sehingga dapat menghemat waktu antrean hingga 3-4 menit.
ELSA EMIRIA LEBA–Suasana di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Rabu (3/1). Penumpang menunggu kereta api rel listrik.
Deni (40), salah seorang pengguna KRL di Stasiun Manggarai, menyatakan, antrean KRL untuk masuk ke Stasiun Manggarai kini tidak mencapai 5 menit. Ia sering mendengar pemberitahuan dalam gerbong bahwa kereta sementara menunggu sinyal untuk masuk ke stasiun. Akan tetapi, ia tidak pernah terlambat ke kantornya.
Hal senada dikatakan penumpang KRL lainnya, Ari (35). Ari biasa naik KRL dari Stasiun Citayam menuju Stasiun Sudirman sehingga harus melewati Stasiun Manggarai. ”Kalau mengantre pasti sekarang tidak sampai 10 menit. Yang lama itu kalau sedang turun hujan,” katanya. (DD13)
Sumber: Kompas, 4 Januari 2018