Pemerintah diharapkan memprioritaskan produk alat pelindung diri untuk kepentingan tenaga kesehatan dalam negeri daripada ekspor. Pemeriksaan masif juga harus terus dilakukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19
KOMPAS/PRIYOMBODO–Pedagang menjalani tes cepat Covid-19 gratis yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten di Pasar Bengkok, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Selasa (21/4/2020). Tes cepat ini dilakukan di 12 lokasi pasar tradisional dan pasar modern di wilayah Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kabupaten Tangerang.
Langkah lebih progresif dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam penanggulangan Covid-19. Pemeriksaan masif dan pelacakan kontak harus tetap menjadi prioritas. Berikutnya tenaga kesehatan wajib mendapat alat pelindung diri sesuai standar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“APD (alat pelindung diri) terus kita salurkan, sudah sekitar 1 juta. Bahan baku APD ini impor dari Korea Selatan, dijahit di dalam negeri, namun awalnya sudah dipesan mereka. Kami sudah beli per unit 44 dollar AS. Hasilnya nanti dibagi sebagian dengan Korea Selatan,” kata Doni.
Persoalan APD menjadi rumit karena produk-produk buatan dalam negeri yang memenuhi standar keamanan telah dipesan ke luar negeri. Bahkan, selama bulan Januari hingga Februari, ekspor APD termasuk masker dari Indonesia melonjak tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor masker dari Indonesia sepanjang Januari 2020 mencapai sebesar 2,1 juta dollar AS. Kemudian pada Februari 2020, nilai ekspor mengalami kenaikan hingga 34 kali lipat atau naik 3.480 persen yakni mencapai 75 juta dollar AS. Sementara jika dibandingkan Februari tahun 2019, ekspor masker pada Februari 2020 mengalami kenaikan 75 kali lipat atau 74.600 persen.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Abraham Andi Padlan Patarai mengharapkan, pemerintah bisa memprioritaskan produk APD untuk kepentingan tenaga kesehatan (nakes) di dalam negeri dibandingkan ekspor. “Saat ini masih banyak nakes yang tidak mendapat APD layak. Ini terutama di layanan kesehatan primer, khususnya Puskesmas di daerah-daerah,” kata dia.
Menurut Abraham, layanan kesehatan primer saat ini paling berisiko terdampak, selain karena keterbatasan APD juga banyaknya pemudik dari Jabodetabek. Sejumlah Puskesmas telah menggalang bantuan sendiri, misalnya Puskesmas Cikalong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang mengajukan donasi APD melalui sosial media, dan masih banyak lagi.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN—Para petugas medis melakukan mendata orang dalam pengawasan maupun orang dalam pemantauan yang akan di-rapid test secara drive thru di Puskesmas Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (8/4/2020).
Kendala Pemeriksaan
Selain APD, pemeriksaan korona masih menjadi kendala terbesar yang belum teratasi. Data Kementerian Kesehatan pada Selasa (21/4), jumlah kasus yang diperiksa spesimennya sebanyak 46.173 dengan hasil positif 7.135 dan negatif 39.038.
Iqbal Elyazar, peneliti biostatistik dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit mengatakan, pemeriksaan yang masif merupakan komponen yang harus dilakukan untuk mengatasi wabah ini. “Saat ini Indonesia masih belum capai puncak, tetapi kalau menurut perhitungan kami akhir bulan ini angka kasus di Indonesia harusnya lebih dari 11.000 jika memakai model penggandaan Iran dan bisa mencapai 70.000 jika memakai waktu penggandaan Italia,” kata dia.
Para peneliti kesulitan untuk melihat angka kasus sesungguhnya di Indonesia karena tingginya kesenjangan antara kasus yang dilaporkan dengan kondisi di lapangan. Ini disebabkan rendahnya proses pemeriksaan.
Sejauh ini jumlah pemeriksaan di Indonesia merupakan yang terendah nomor dua di Asia Tenggara, setelah Myanmar menurut perhitungan di Worldometer. Jumlah kasus yang diperiksa di Indonesia masih 182 per satu juta orang, dibandingkan Filipina sebanyak 547 per satu juta orang dan Malaysia 3.344 per satu juta orang.
Oleh AHMAD ARIF
Editor ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 22 April 2020