Hasil riset dan data kelautan di Indonesia tersebar di berbagai instansi penelitian. Padahal, jika diintegrasikan, bisa menghasilkan analisis lebih kuat dan akurat bagi pemerintah dalam pengelolaan sumber daya laut.
”Kami sedang membangun portal maritim Marine Integrated Data System (Midas) sebagai awal penguatan sistem informasi iklim maritim,” tutur Andi Eka Satya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Rabu (20/8), di Jakarta, seusai Lokakarya Ke-9 Tahunan Kerja Sama Indonesia-Amerika Serikat Bidang Observasi-Analisis-Aplikasi Kelautan dan Iklim.
Midas jadi salah satu program pengembangan kerja sama Indonesia-AS itu. Menurut Eka, Midas akan meningkatkan pengembangan pariwisata bahari, perikanan, pertahanan dan keamanan, infrastruktur transportasi laut, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Portal ini menyediakan akses bagi data-data kelautan yang berada di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Informasi Geospasial (BIG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dishidros TNI AL, Pelni, dan perguruan tinggi. Integrasi akses dalam satu portal serupa pernah direncanakan untuk isu biodiversitas dan genetika oleh Kementerian Lingkungan Hidup, LIPI, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Kesehatan, tetapi hingga kini belum terealisasi.
Terkait integrasi data-data kelautan itu, Deputi Ilmu Kebumian LIPI Iskandar Zulkarnaen yakin bahwa tidak akan sulit. Di UNESCO, Indonesia sebagai bagian Komisi Kelautan Antarpemerintah (IOC) telah memiliki data kelautan nasional. ”Portal ada di BIG yang lebih siap infrastrukturnya. Nanti, data-data ini (Midas) akan melengkapi.”
Menurut Wahyu W Pandoe, Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT, pihaknya berusaha memanfaatkan hasil-hasil riset untuk diterapkan. Analisis yang didukung data sangat kuat bisa membantu nelayan.
”Dari mencari ikan di laut menjadi menangkap ikan di laut. Jadi, lokasi penangkapan dan cuacanya tergambar dengan jelas,” ujarnya. Nelayan juga tak perlu boros bahan bakar dan keamanan melaut pun lebih terjamin.
Kelengkapan data juga akan membuat prediksi cuaca lebih presisi. Wahyu menjelaskan, beberapa tahun lalu analisis cuaca di Indonesia hanya mempertimbangkan monsun dan fenomena El Nino di Samudra Pasifik.
Ternyata, terdapat fenomena Indian Ocean Dipole yang berkontribusi pada cuaca di Indonesia. ”Perlu riset terus-menerus,” katanya. (ICH)
Sumber: Kompas,21 Agustus 2014