Populasi Serangga Global Turun

- Editor

Rabu, 13 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jumlah spesies serangga di seluruh dunia turun drastis. Penurunan paling besar umumnya terjadi pada spesies lebah, semut, dan kumbang. Namun jumlah serangga yang bersifat hama justru berkembang pesat.

Penurunan jumlah serangga itu diperoleh dari tinjauan ilmiah terhadap 73 studi selama 13 tahun terakhir. Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Biological Conservation edisi April 2019 yang sudah bisa diakses menunjukkan populasi 40 persen serangga terancam punah dalam beberapa dekade mendatang.

CC/ALVESGASPAR–Lebah Anthidium florentinum

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berkurangnya populasi serangga itu terjadi merata di semua wilayah. Meski demikian, data penurunan serangga tersebut di Afrika dan Amerika Selatan sangat terbatas karena studi lebih banyak dilakukan di Eropa dan Amerika Utara.

Dari serangga yang turun tersebut, jumlah lebah, semut dan kumbang berkurang delapan kali lebih cepat daripada mamalia, burung dan reptil. Sementara jumlah serangga hama, seperti lalat rumah dan kecoa justru cenderung naik.

Ancaman kepunahan 40 persen serangga itu sangat mengkhawatirkan mengingat serangga adalah makhluk dengan populasi terbesar di darat meski banyak serangga tinggal di ekosistem perairan. Selain itu, serangga berperan besar bagi semua kehidupan Bumi, termasuk manusia.

Sebanyak 75 persen penyerbukan tumbuhan dilakukan oleh serangga. Dalam rantai makanan, sejumlah serangga berperan sebagai produsen karena menjadi sumber makanan sebagian burung, kelelawar dan mamalia kecil. Serangga juga berfungsi mengisi kembali tanah dan menjaga keseimbangan hama.

Fransisco Sánchez-Bayo dari Universitas Sydney, Australia, pimpinan studi, seperti dikutip BBC, Senin (11/2/2019), mengatakan, “Faktor utama penyebab ancaman kepunahan serangga itu adalah hilangnya habitat serangga akibat praktik pertanian, urbanisasi dan deforestasi,” katanya.

Penggunaan pupuk dan pestisida di sektor pertanian seluruh dunia serta kontaminasi berbagai polutan kimia turut memengaruhi penurunan jumlah serangga. Demikian pula faktor biologis, seperti perkembangan spesies invasif dan patogen yang bisa memicu berkurangnya serangga.

“Perubahan iklim, terutama di wilayah tropis yang memiliki dampak besar, juga bisa mempercepat kepunahan serangga,” tambahnya.

Para ahli dan pemerhati keragaman sumber daya hayati menilai temuan ancaman kepunahan serangga itu sebagai hal yang serius. Kepunahan serangga yang berperan sebagai produsen juga mengancam hilangnya sejumlah spesies lain yang menggantungkan makanannya dari serangga, seperti burung, reptil, dan ikan.

“Ini bukan hanya tentang lebah, penyerbukan atau sumber pangan manusia,” kata Matt Shardlow, penggiat Buglife, lembaga konservasi di Inggris. Penurunan itu juga terjadi pada sejumlah serangga lain, seperti kumbang kotoran yang memakan dan mendaur ulang kotoran dan capung yang jadi makhluk perintis kehidupan di sungai dan kolam.

CC/AXEL STRAUSS–Kumbang kotoran Scarabaeus viettei

Adaptasi
Meski demikian, sebagian kecil serangga bisa beradaptasi dengan perubahan ekosistem itu. Namun mereka yang mampu bertahan itu umumnya serangga yang bersifat sebagai hama, seperti lalat rumah dan kecoa.

Dua spesies yang mampu beradaptasi itu sepertinya mampu hidup nyaman dalam lingkungan buatan manusia. Mereka juga mampu mengembangkan resistensi terhadap pestisida hingga mampu bertahan.

“Kondisi yang lebih hangat membuat serangga yang bersifat sebagai hama dan mampu berkembang biak dengan cepat akan meningkat populasinya. Perkembangan cepat itu juga disebabkan banyaknya musuh alami mereka yang berkembang biak lambat dan menghilang lebih dulu,” kata Dave Goulson dari Universitas Sussex, Inggris yang tidak terlibat dalam riset.

Situasi itu disayangkan karena manusia akan kehilangan lebih cepat serangga yang indah dan bermanfaat bagi Bumi, seperti lebah, lalat bunga, kupu-kupu dan kumbang kotoran yang mampu mendaur ulang limbah hewan.

Studi itu juga menunjukkan ekologi planet Bumi yang kian hancur. Karena itu, diperlukan upaya global untuk bisa membalikkan keadaaan itu. Kepunahan sebagian serangga itu memang akan diganti oleh serangga lain, tetapi itu butuh waktu lama.

USDA.GOV–Lalat rumah Musca domestica

“Sejuta tahun setelah serangga abad ke-20 dan ke-21 punah, akan muncul beragam serangga baru yang menggantikan serangga yang sudah hilang,” tambahnya.

Goulson menilai siapapun bisa mencegah kepunahan serangga-serangga tersebut. Pertanian dan kebun perlu dibuat ramah terhadap serangga dengan menghindari penggunaan pestisida serta membeli makanan organik.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 12 Februari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB