Investasi Dorong Eksploitasi Lahan secara Masif
Pencemaran udara di perkotaan di Indonesia, khususnya sektor transportasi, mengancam kehidupan masyarakat. Berbagai masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat pencemaran itu berdampak langsung pada beban biaya kesehatan masyarakat.
Menurut dokter bagian instalasi deteksi dini Rumah Sakit Kanker Dharmais, Hardina Sabrina, dalam rangkaian acara peringatan Hari Bumi, Jumat (22/4), di Jakarta, kondisi lingkungan tak sehat menjadi salah satu faktor risiko kanker. Hal itu terutama terkait paparan asap rokok dan emisi gas kendaraan.
Udara yang terhirup akan masuk ke dalam sel-sel tubuh sehingga dalam jangka panjang meningkatkan risiko kanker. Karena itu, saat bepergian, warga dianjurkan menggunakan masker dan pakaian tertutup, terutama pada pukul 10.00-15.00.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut evaluasi mutu udara perkotaan pada 40 kota di Tanah Air tahun 2015, indeks rata-rata mutu udara 83,53. Itu bisa ditingkatkan signifikan jika mutu bahan bakar diperbaiki. Sumber emisi kota yang 80 persen dari sektor transportasi bisa ditekan dengan meningkatkan layanan transportasi umum, menyediakan sarana pedestrian, dan angkutan ramah lingkungan (Kompas, 18 Desember 2015).
Berdasarkan laporan analisis biaya dan manfaat kebijakan ekonomi bahan bakar di Indonesia yang disusun Kementerian Lingkungan Hidup (2012), pencemaran udara, khususnya transportasi, berakibat langsung pada beban ekonomi warga. Itu terutama menambah biaya kesehatan pada warga yang terkena gangguan kesehatan terkait polusi udara.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Karliansyah memaparkan, biaya berobat akibat pencemaran udara di Jakarta Rp 38,4 triliun di Jakarta. Studi itu menyebut 57,8 persen warga Jakarta terkena penyakit akibat pencemaran udara, seperti asma, infeksi saluran pernapasan akut, pneumonia, penyempitan saluran pernapasan, dan penyakit arteri korona.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Petugas dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jakarta menguji emisi kendaraan bermotor di halaman parkir Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, Jumat (22/4). Uji emisi untuk mobil dan sepeda motor tersebut merupakan bagian dari peringatan Hari Bumi.
Terkait hal itu, pihaknya mendorong perubahan perilaku untuk mengurangi transportasi pribadi dan memakai transportasi umum. Penambahan ruang terbuka hijau turut dikedepankan untuk menyerap polusi udara.
Pertambangan
Dalam diskusi Hari Bumi di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat, di Pontianak, terungkap, tantangan penyelamatan lingkungan di Kalbar kian berat. Selain menghadapi laju investasi perkebunan dan tambang, pola pikir warga kian sulit diubah.
Hendrikus Adam, aktivis Walhi Kalbar, menyatakan, di daerah pedalaman, sungai-sungai tercemar tambang dan hutan dikonversi jadi perkebunan sawit. Dari luas administratif Kalbar 14,5 juta hektar (ha), izin untuk berbagai investasi 19 juta ha melampaui luas administratif. ”Kawasan yang jadi penyangga pun digarap. Ruang hidup di bumi kian tereksploitasi,” ujarnya.
Tantangan lain adalah mengubah pola pikir warga di sejumlah wilayah tentang pentingnya menjaga kawasan untuk keseimbangan ekosistem. Hadirnya investasi di sejumlah wilayah membuat daya juang warga mempertahankan alam rendah.
Arif Munandar, peneliti dari Swandiri Institute, menambahkan, dengan otonomi daerah, terjadi pemberian izin besar-besaran di kabupaten yang memicu kerusakan lingkungan. Akibatnya, kebakaran hutan dan banjir setiap tahun kian parah.
Belum Ada Perubahan Signifikan
Arif Munandar, peneliti dari Swandiri Institute, menambahkan, pasca koordinasi dan supervisi pertambangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, kenyataannya belum ada perubahan signifikan. Misalnya, dalam pertambangan pasca eksploitasi banyak yang tak merehabilitasi lahannya. Prinsip-prinsip investasi berkelanjutan sebatas wacana.
Kini realisasi izin sawit baru 1,5 juta hektar dari total izin 4,5 juta hektar. Artinya, dengan izin 1,5 juta hektar saja, bencana ekologis sudah seperti saat ini. Apalagi, kalau 4,5 juta hektar itu sudah direalisasikan semuanya. ”Tantangan penyelamatan lingkungan semakin berat,” ujarnya.
Bahkan, di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat, ada izin masuk dalam kawasan lindung dan konservasi. ”Artinya, kalau lahan konservasi saja sudah masuk izin,potensi kerusakan hutan semakin berat. Apalagi, fungsi kawasan itu penting dalam ekosistem sehingga tantangan penyelamatan lingkungan juga semakin berat. Laju deforestasi di Kalbar mencapai 147.000 hektar per tahun,” kata Arif.
Dengan kondisi alam yang sudah sedemikian parah,saatnya mengedepankan penegakan hukum kepada pelanggar tata kelola investasi. KPK saat ini sudah mulai melaksanakan koordinasi dan supervisi sektor perkebunan. Semoga menjadi momentum baik bagi penyelamatan lingkungan.
Di Palembang, Direktur Eksekutif Walhi Indonesia Abetnego Tarigan berharap pemerintah hadir untuk meminimalkan dampak kerusakan lingkungan. ”Indonesia menghadapi ancaman terkait dampak lingkungan yang membahayakan,” ucapnya.
Seharusnya Keluarkan Kebijakan Tegas
Direktur Eksekutif Walhi Indonesia Abetnego Tarigan menegaskan, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang tegas untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan. Namun, masih ada peraturan yang hanya mengedepankan kepentingan pengusaha sering menjadi kendala. ”Oleh sebab itu, diperlukan revisi sejumlah peraturan agar lebih mengedepankan kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Ia mengapresiasi langkah moratorium dari pemerintah terhadap pertambangan dan perkebunan sawit. Langkah itu perlu untuk memperbaiki tata kelola lahan.Saat ini, total lahan sawit di Indonesia mencapai 13 juta hektar. Luas lahan ini merupakan wilayah lahan sawit terbesar di dunia, tentu perluasan tidak lagi diperlukan. ”Seharusnya fokus pemerintah bukan lagi perluasan lahan, melainkan bagaimana menyerap hasil produksi untuk hilirisasi,” katanya.
Ketua DPRD Sumatera Selatan Giri Ramanda N Kiemas menjelaskan, isu kerusakan lingkungan perlu pengkajian yang lebih mendalam. Diperlukan kerja sama antaralegislatif dan eksekutif untuk membahas isu lingkungan. Semua pihak perlu mengetahui jenis kerusakan hutan yang ada sehingga pencegahan sejak dini dapat dilakukan,” ujarnya.
Menurut Giri, kerugian dari kebakaran hutan bukan hanya menyangkut biaya yang real, melainkan juga adabiaya sosial, kesehatan, yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekonomian akibat kerusakan lingkungan.
Fokusnya saat ini adalah untuk mencegahnya kebakaransejak dini. Harapannya,pada tahun 2016, semua persoalan kebakaran lahan dapat ditekan. ”Kami minta agar upaya yang dilakukan bukan untuk memadamkan, melainkan mencegah,” katanya.
Sebelumnya, Ketua tim Restorasi Gambut Sumsel Najib Asmanimengatakan, pihaknya terus melakukan restorasi lahan gambut untuk meminimalisasi kebakaran hutan dengan menanam tanaman produktif yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Selain itu, kerja sama juga dijalin antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Peran pemerintah adalahmemediasi masyarakat dan perusahaan untuk menghilangkan pola membuka lahan dengan membakar. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan sosialisasi dan fasilitas kepada petani dan masyarakat. Pencegahan kebakaran hutan memerlukan peran dari semua pihak.
Ia mencontohkan, kebakaran lahan berdampak pada 40 juta orang dan ratusan ribu orang terpapar penyakit. Ekspansi lahan berlebihan untuk perkebunan sawit membuat tata kelola lahan tidak teratur. Apalagi tak tuntasnya rehabilitasi pasca tambang menelan korban jiwa.
Sementara itu, Pemerintah Kota Solo mendorong gerakan penghematan pemakaian listrik dan air di kantor pemerintah. Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Solo Widdi Srihanto, pihaknya membentuk satuan tugas pemantau dan penggunaan listrik, air, hingga bahan bakar minyak kendaraan dinas.
Bentuk Satgas Penghematan Energi
Kepala Badan Lingkungan Hidup Solo Widdi Srihanto mengatakan, pemerintah kota membentuk satuan tugas penghematan energi di setiap satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Satgas ini bertugas memonitor dan mengevaluasi penggunaan listrik, air, hingga bahan bakar minyak kendaraan dinas di setiap SKPD.
”Hal sederhana yang bisa dilakukan untuk hemat energi, misalnya mematikan lampu jika tidak perlu, gunakan penyejuk ruangan sesuai kebutuhan, kendaraan dinas hanya digunakan untuk kedinasan,” ujarnya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (22/4).
Widdi mengatakan, untuk mendukung gerakan hemat energi, Pemkot Solo telah menerbitkan Surat Edaran tentang Gerakan Hemat Energi. Surat Edaran gerakan hemat energi ini mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. Melalui surat edaran itu, seluruh SKPD di lingkungan kerja Pemkot Solo diminta melakukan penghematan energi listrik, air, BBM kendaraan dinas, hingga pemakaian telepon.
”Setiap sebulan sekali dilakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penghematan energi dan air untuk mengukur capaian penghematan yang sudah dilakukan,” kata Widdi.
Selain lebih ramah untuk lingkungan, gerakan hemat energijuga ditargetkan menekan biaya rutin pemakaian listrik, air, dan telepon. Menurut Kepala Bagian Umum Setda Solo Heru Sunardi, pengeluaran rutin untuk membayar listrik dan air tahun 2015 di kantor-kantor SKPD di kompleks Balaikota Solo, termasuk rumah dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo, mencapai sekitar Rp 3 miliar. Dengan gerakan hemat energi ini, diharapkan pengeluaran tahun 2016 dapat ditekan di bawah Rp 3 miliar.
Di Klaten, untuk memperingati Hari Bumi, pemerintah kabupaten setempat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten akan menanam 5.000 bibit pohon. Menurut Pelaksana Tugas Kepala BPBD Klaten Bambang Sujarwo, penanaman pohon dilakukan di sepanjang bantaran Kali Ujung sebanyak 5.000 bibit pohon. Selain itu, juga akan dilakukan tabur benih ikan dan gerakan bersih sungai di Kali Ujung pada hari Minggu (24/4).(RWN)–(ICH/ESA/RAM/RWN/C05)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2016, di halaman 13 dengan judul “Polusi Udara Picu Penyakit”.