Upaya mengatasi pernikahan usia anak sudah dilakukan sejak dulu di sejumlah wilayah. Di Brebes, Jawa Tengah, misalnya, calon pengantin harus memeriksakan diri ke dokter untuk diperiksa kesehatan sekaligus memastikan usia sebenarnya. Maklum saja, banyak calon pengantin yang memalsukan usianya agar sesuai dengan batasan usia di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam Pasal 7 Ayat (1) UU itu dinyatakan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Batasan usia ini dinilai banyak kalangan sangat merugikan, terutama perempuan. Pada usia itu, pemahaman remaja putri terhadap kesehatan reproduksi umumnya rendah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR–Sejumlah pelajar di Kabupaten Indramayu bersama Forum Anak Jawa Barat menghadiri peluncuran Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Pendopo Kabupaten Indramayu, Sabtu (18/11/2017). Bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Koalisi Perempuan Indonesia, anak-anak membacakan deklarasi stop perkawinan anak yang merusak masa depan anak-anak Indonesia. Indramayu, menjadi kabupaten pertama tempat sosialisasi gerakan stop perkawinan anak yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Selain itu, pada usia remaja putri, sistem reproduksinya belum matang sehingga memiliki risiko kesehatan yang sangat tinggi. Jika remaja putri yang sedang tumbuh kembang itu berasal dari keluarga yang kondisi gizinya kurang baik, bisa berakibat pada komplikasi persalinan, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, bahkan risiko kematian ibu saat melahirkan.
Kasus pernikahan usia anak di Indonesia masih sangat tinggi, yakni di peringkat ketujuh dunia. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mencatat, perempuan yang pernah menikah pada usia 20-24 tahun sekitar 17 persennya menikah sebelum usia 18 tahun. SDKI 2017 mencatat, usia kawin pertama pada perempuan berusia 15-19 tahun sekitar 51,5 persen terjadi di perkotaan.
Berdasarkan Pendataan Keluarga 2015, persentase menikah pertama pada perempuan berusia 15-19 tahun sebesar 37,1 persen, perempuan usia 20-34 tahun sekitar 61 persen, dan perempuan berusia 35-49 tahun sekitar 1,6 persen (Kompas, 30/1/2018).
Meski sejumlah pihak berupaya menentang pernikahan usia anak, Mahkamah Konstitusi tahun 2015 memutuskan perkawinan diizinkan jika perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Jadi, perjuangan untuk menghapus perkawinan usia anak masih sangat panjang. (THY)
Sumber: Kompas, 12 Maret 2018