PLTU Batubara Bertentangan dengan Target Penurunan Emisi

- Editor

Senin, 9 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Arah pembangunan sektor energi di Indonesia saat ini justru berlawanan dengan target penurunan emisi. hingga tahun 2025, sektor kelistrikan Indonesia masih didominasi oleh PLTU Batubara, yaitu sebesar 54 persen.

Transformasi energi fosil ke energi terbarukan menjadi kunci penting untuk menekan tren peningkatan emisi gas rumah kaca. Namun demikian, penggunaan sektor energi berbasis batubara secara global, termasuk di Indonesia menunjukkan arah yang berseberangan dengan target penurunan emisi nasional.

DSC00438_1571308008-720x481.jpgKOMPAS/YOLA SASTRA–Warga sedang menanam ketela pohon di salah satu kebun di Desa Sijantang, Sawahlunto, Sumatera Barat, Kamis (17/10/2019), yang lokasinya tidak jauh dari PLTU Ombilin. Sebagian besar warga di sekitar PLTU Ombilin resah karena terpapar abu beberapa tahun belakangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC-COP25) di Madrid, Spanyol mengakhiri minggu pertamanya dalam berbagai diskusi tentang berbagai masalah. Setelah negosiasi yang berlarut-larut, para delegasi menyetujui keputusan penelitian dan observasi sistematis, yang membahas kerja sama global dalam pemantauan dan data iklim.

Negosiasi yang berlangsung hingga Sabtu (7/12/2019) malam, terutama membahas tentang dampak dan kerusakan, teknologi, transparansi, dan peninjauan tujuan global jangka panjang. Namun demikian, para delegasi tidak dapat menemukan kesepakatan tentang beberapa masalah, termasuk kerangka waktu umum dan pertanian.

Sedangkan di forum side event, Kemitraan Marrakech untuk Aksi Iklim Global (Marrakech Partnership for Global Climate Action/MPGCA) menggelar lokakarya tentang energi, transportasi, dan pemukiman. Beberapa pembicara membahas bagaimana menumbuhkan solusi berbasis ilmu pengetahuan untuk mengatasi persimpangan kepentingan, terutama di sektor energi. Ditekankan bahwa, sektor energi merupakan kunci untuk menurunkan meningkatnya emisi gas rumah kaca.

Laporan Yearbook of Global Climate Action 2019 menyebutkan, energi terbarukan saat ini menyumbang 17,5 persen dari total konsumsi energi global pada 2016. Pada tahun 2018, sekitar 25 persen dari energi global menggunakan energi terbarukan. Peningkatan penggunaan energi terbarukan pada 2018 bisa mencegah penambahan 215 juta ton emisi karbon.

Namun demikian, peningkatan ini dinilai belum memadai. Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyarankan penggunaan energi terbarukan harus ditingkatkan hingga 80 persen pada 2050 untuk menekan kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat celcius.

Posisi Indonesia
Berdasarkan target nasional penurunan emisi (NDC/Nationally Determined Contributions) Indonesia, penyumbang emisi karbon terbesar adalah sektor hutan (47,8 persen) dan energi (34,9 persen). Terkait dengan upaya penurunan emisi di sektor lahan dan energi, Wakil Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Alue Dohong melakukan pertemuan bilateral dengan Calon Presiden UNFCCC COP 26, Claire O’Neill Perry dari Inggris, Jumat (6/12).

Dalam pertemuan, Claire megatakan, proses transisi yang dilakukan Inggris menuju fase tanpa energi batubara merupakan proses sangat berat. Karena itu, Inggris menawarkan bantuan teknis dan finansial ke Indonesia untuk melakukan transisi energi dari penggunaan batubara ke energi baru dan terbarukan. Alue Dohong mengatakan, negara-negara berkembang akan dapat mencapai target nasional penurunan emisi (NDC/Nationally Determined Contributions), terutama jika mendapatkan bantuan dari negara-negara maju.

capaian-penurunan-emisi-di-Indonesia_1575805968-720x358.pngSecara terpisah, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Tata Mustasya pada Minggu (8/12) mengatakan, arah pembangunan sektor energi di Indonesia saat ini justru berlawanan dengan target penurunan emisi.

Menurut dia, hingga tahun 2025, sektor kelistrikan Indonesia masih didominasi oleh PLTU Batubara, yaitu sebesar 54 persen. Hal ini bertentangan dengan rekomendasi IPCC yang menyatakan bahwa diperlukan pengurangan dua per tiga dari PLTU Batubara pada tahun 2030, dan menutup semua PLTU Batubara pada 2050 untuk menekan pemanasan global.

“Indonesia akan membangun 27GW PLTU Batubara baru sebagai tambahan dari 28GW PLTU Batubara eksisting. Ini akan menghasilkan tambahan 200 juta ton emisi karbon per tahun, dan karena masa beroperasinya lama, dampaknya juga akan panjang,” kata Tata.

Dengan kondisi ini, Climate Tracker Action (CAT) menempatkan Indonesia saat ini dalam posisi highly insufficient atau sangat tidak memadai dalam hal pencapaian target nasional penurunan emisi. Target NDC Indonesia adalah menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

–Climate Tracker Action (CAT) menempatkan Indonesia saat ini dalam posisi “highly insufficient ” atau sangat tidak memadai dalam hal pencapaian target nasional penurunan emisi. Sumber: https://climateactiontracker.org/countries/indonesia/

Namun demikian, menurut laporan CAT, proyeksi emisi kebijakan Indonesia saat ini telah direvisi, sebagian karena berkurangnya ekspektasi permintaan energi. Pemerintah telah menerbitkan rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) yang mencakup periode antara tahun 2020 dan 2024 dengan menetapkan target listrik terbarukan yang lebih ambisius dan memproyeksikan peningkatan kapasitas terbarukan tiga kali lebih tinggi.

Jika dilaksanakan sepenuhnya, RPJMN dapat menghasilkan pengurangan emisi di luar kebijakan saat ini dan bahkan di luar Kebijakan Energi Nasional, yang menetapkan target terbarukan sebesar 23 persen dari total pasokan energi primer pada tahun 2025. Tetapi tidak ada kebijakan yang ada untuk mendukung target tersebut dan itu tidak pasti sejauh mana Indonesia akan menyesuaikan rencana yang ada untuk mencapainya.

“Indonesia seharusnya bisa mencontoh negara berkembang lain dalam transformasi energi bersih seperti Costa Rica dan Uruguay. Kuncinya komitmen politik pemerintah yang diikuti implementasi,” kata Tata.

Berdasarkan pengalaman global, banyak inisitiatif untuk tranformasi energi terbarukan juga datang dari pemerintah daerah. Jadi pemerintah daerah di Indonesia juga sebenarnya punya peluang untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan.

Oleh AHMAD ARIF DARI MADRID, SPANYOL

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 9 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB