Sejak 2006, produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga nuklir stagnan akibat buruknya pandangan publik tentang keamanan nuklir. Hal itu diperparah kecelakaan di PLTN Fukushima Daichi, Jepang, 2011, akibat gempa dan tsunami yang memicu penutupan PLTN dan penundaan pembangunan PLTN baru.
“Ini tantangan menciptakan PLTN dengan tingkat keselamatan dan keamanan lebih baik,” kata Direktur Jenderal Asosiasi Nuklir Dunia (WNA) Agneta Rising pada pembukaan Forum Internasional Atomexpo 2015 di Moskwa, Rusia, seperti dilaporkan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, Senin (1/6).
Berdasarkan data WNA 2015, saat ini ada 435 PLTN yang beroperasi di 31 negara. Energi listrik yang dihasilkan 375.000 Megawatt atau 11 persen kebutuhan listrik dunia. Seiring membaiknya pandangan publik, pembangunan PLTN dilakukan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini, 70 PLTN baru dibangun. Jika semula pembangunan PLTN banyak dilakukan di Eropa dan Amerika Utara, kini PLTN banyak dibangun di Asia, Amerika Latin, dan Timur Tengah. Pembangunan PLTN baru itu akan menghasilkan tambahan energi listrik hingga mencapai 20 persen dari seluruh pasokan listrik dunia.
“Pembangunan PLTN kini bergeser dari negara maju ke negara berkembang,” kata Pejabat Eksekutif Tertinggi (CEO) Rosatom, Sergey V Kirienko.
Meningkatnya pembangunan PLTN baru seiring meningkatnya kebutuhan energi listrik. Pembangunan pembangkit berbahan bakar minyak dan batubara tak lagi menjadi pilihan akibat sumber energinya tak terbarukan dan ketidakstabilan harga. Sementara itu, energi terbarukan lain, seperti matahari, angin, dan air, belum bisa diandalkan.
“Dengan semakin berkembangnya PLTN, pengembangan reaktor nuklir yang aman dan efisien menjadi keharusan,” tambahnya. Saat ini, reaktor yang ada umumnya menggunakan generasi III atau III+. Adapun reaktor terbaru yang digunakan di beberapa reaktor merupakan reaktor generasi IV yang memiliki tingkat keamanan lebih baik.
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “PLTN Bergeser ke Negara Berkembang”.