Salah satu faktor pendukung keselamatan penerbangan yang dibutuhkan pilot adalah informasi akurat cuaca penerbangan dalam waktu seketika (real time) dan lengkap. Namun, belum semua informasi itu bisa didapat pilot yang menerbangkan pesawat di Indonesia.
Hal itu disampaikan Penasihat Eksekutif Asosiasi Pilot Garuda Shadrach M Nababan pada ”Kajian Akademis Informasi Cuaca bagi Keselamatan Penerbangan”, di Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Tangerang Selatan, Kamis (15/1). ”Dengan data akurat, pilot bisa mengambil keputusan lebih bermutu saat lepas landas, terbang jelajah, dan mendarat,” katanya.
Namun, informasi yang ada belum sesuai dengan harapan pilot. Contohnya, informasi data angin dan temperatur dari petugas pengawas lalu lintas udara (ATC) bukan data seketika atau waktu seketika. Data yang disampaikan adalah data beberapa menit lalu dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang diperbarui berkala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, informasi cuaca waktu seketika itu tersedia di meja petugas pengawas lalu lintas udara. Namun, karena mereka merasa tak berwenang menyampaikan, data yang diberikan ke pilot adalah data resmi BMKG tak dalam waktu seketika.
”BMKG dan Airnav Indonesia (Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia) perlu membuat kesepakatan untuk memberi kewenangan kepada petugas ATC agar bisa memberi informasi cuaca real time,” kata Shadrach. Kewenangan itu melekat pada petugas ATC di negara lain.
Selain itu, informasi cuaca penerbangan Indonesia kerap kurang akurat. Berdasarkan pengalaman Shadrach, informasi cuaca dari negara-negara maju sering mirip dengan kondisi cuaca sebenarnya. Kondisi tersebut membantu pilot dibandingkan dengan mengandalkan pengamatan pilot. Itu belum terjadi di negara berkembang.
Selain itu, belum ada informasi tinggi genangan air di landasan (standing water). Biasanya informasi kondisi landasan hanya basah. Padahal, dengan sistem drainase sekitar landasan yang dibangun tak sesuai dengan curah hujan tertinggi di daerah itu dan kurangnya perawatan drainase, potensi ada genangan yang berbahaya bagi penerbangan tinggi.
Informasi lain yang tak dapat diterima pilot Indonesia adalah seberapa mudah pesawat akan berhenti di landasan setelah mendarat (braking action). Tak adanya informasi standing water dan braking action di semua bandar udara di Indonesia diduga menjadi penyebab banyak pesawat maskapai tergelincir keluar dari landasan saat mendarat.
Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan dan Maritim BMKG Syamsul Huda mengatakan, informasi meteorologi penerbangan berisi informasi cuaca di bandara asal dan tujuan serta sepanjang jalur penerbangan. Informasi terdiri dari hasil pengamatan, prakiraan, peringatan, dan iklim penerbangan, dan diberikan pada antara lain operator pesawat, awak pesawat, unit layanan navigasi penerbangan, dan penyelenggara bandara.
Kepala Bidang Pemodelan Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Didi Setiadi mengakui pemodelan untuk memprediksi cuaca di daerah tropis jauh lebih rumit daripada di negara subtropis. (MZW)
Sumber: Kompas, 16 Desember 2015