Persatuan Insinyur Indonesia atau PII menargetkan setidaknya 5.000 insinyur menjalani sertifikasi kompetensi tahun ini. Sertifikasi dilakukan untuk memastikan seseorang yang melakukan pekerjaan keinsinyuran benar-benar memiliki kompetensi dan profesional.
Ketua Umum Badan Kejuruan Teknik Industri PII I Made Dana Tangkas di Jakarta, Senin (11/3/2019), mengatakan, jumlah insinyur yang tersertifikasi belum sampai separuh. Sejauh ini, baru 14.000 insinyur yang tersertifikasi dari total sekitar 30.000 insinyur.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Para pembicara lokakarya ”Harmonisasi Peran PII, LPJKN, dan BNSP dalam Implementasi Sertifikasi Insinyur Profesional Pasca-pemberlakuan UU Keinsinyuran Nomor 11 Tahun 2014” di Jakarta, Senin (11/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Secara umum, tahun ini targetnya 5.000 sampai 10.000 tambahan insinyur tersertifikasi. Harapannya, registrasi insinyur Indonesia bisa meningkat,” ujar Made di sela-sela lokakarya ”Harmonisasi Peran PII, LPJKN, dan BNSP dalam Implementasi Sertifikasi Insinyur Profesional Pasca-pemberlakuan UU Keinsinyuran Nomor 11 Tahun 2014”.
Menurut Made, rencana penambahan insinyur tersertifikasi sudah disampaikan kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dua minggu lalu.
Ia melanjutkan, Indonesia memiliki target menjadi negara industri pada 2030. Untuk mencapai target itu, keberadaan para insinyur tersertifikasi sangat dibutuhkan.
Meski demikian, sertifikasi yang berkualitas juga menjadi prioritas di samping kuantitas. Oleh sebab itu, Badan Kejuruan Teknik Industri PII mengadakan lokakarya untuk harmonisasi pelaksanaan aturan mengenai sertifikasi insinyur dan peran lembaga-lembaga terkait.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–I Made Dana Tangkas
Sekretaris Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yaya Supriyatna Sumadinata mengatakan, setidaknya ada tiga undang-undang yang mengatur soal sertifikasi yang berkaitan dengan keinsinyuran. Undang-undang tersebut ialah UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, dan UU No 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran.
Cegah tumpang tindih
Menurut Yaya, harmonisasi diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih di lapangan. Dengan keluarnya UU No 11 Tahun 2014, insinyur profesional mesti memiliki sertifikat kompetensi insinyur untuk mendapatkan surat tanda registrasi insinyur. Sementara saat ini beberapa insinyur telah memiliki sertifikat keahlian (SKA).
Dengan harmonisasi, diharapkan ke depan SKA yang dimiliki insinyur bisa diakui. ”Sehingga insinyur tidak perlu mengikuti sertifikasi dua kali karena memberatkan dari segi biaya dan waktu,” ujarnya.
Made menambahkan, hasil dari lokakarya selanjutnya akan disusun dan diserahkan kepada kementerian terkait, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian PUPR, Kementerian Ristek Dikti, dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Ke depan, juga akan diadakan lokakarya di bidang masing-masing yang ada di PII, yang jumlahnya mencapai 23 bidang kejuruan. (YOLA SASTRA)–HAMZIRWAN HAMID
Sumber: Kompas, 11 Maret 2019