Perusahaan rintisan berbasis teknologi bermunculan di Indonesia. Mereka berlomba-lomba mencari ceruk bisnis dari besarnya potensi pengguna internet. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia dan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (2015), penetrasi pengguna internet pada 2014 mencapai 34,9 persen atau 88, 1 juta orang dari total penduduk Indonesia.
Namun, mendirikan perusahaan rintisan berbasis teknologi bukan hal mudah. Jatuh bangun biasa terjadi. Penciptaan bisnis ini juga bukan sekadar menciptakan aplikasi bagus yang mampu menarik investor. Diperlukan ide, nilai, riset pasar, dan kapabilitas produk.
Sabtu (2/5), bengkel kerja Conclave lantai 1, Jakarta Selatan, dipenuhi sekitar 30 anak muda. Ada cofounder 8villages (perangkat bergerak untuk komunitas petani) Sanny Gaddafi, mantan pendiri sekaligus Presiden Direktur Valadoo.com (jasa paket berwisata dalam jaringan) Jaka Wiradisurya, pendiri ohdio.fm (situs radio bergerak yang menyajikan daftar putar lagu) Ario Tamat, dan Chief Executive KIBAR (gerakan pemberdayaan talenta kreatif berbasis teknologi) Yansen Kamto. Mereka berbagi cerita dan berdiskusi tentang pengalaman menjalankan perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sanny, alumnus Universitas Bina Nusantara, sudah malang melintang sebagai wirausaha teknologi sejak kuliah pada 2004. Saat itu, dia sudah menciptakan situs jejaring sosial pertama di Indonesia bernama FUPEI (Friends Uniting Program Especially Indonesia).
“Pada tahun 2000-an, masyarakat Indonesia sedang demam jejaring sosial Friendster. Saya berpikir menciptakan situs serupa yang mampu bersaing,” cerita Sanny tentang FUPEI.
Situs yang berdiri pada Mei 2004 ini mencatat 200.000 pengguna. Tiga tahun kemudian, FUPEI mendapat suntikan dana 1 juta dollar AS dari investor Amerika Serikat. Namun, penanam modal hanya bertahan sembilan bulan. Sanny sempat berusaha mencari pemasukan perusahaan dengan mencari pengiklan, tetapi hasilnya tidak maksimal.
“Ketika itu, saya sama sekali tidak berpikir soal riset pasar, manajemen keuangan, investasi, dan kerja tim. Kalau satu situs gagal, saya buat lagi dengan mudah,” ujar Sanny.
Pada September 2012, bersama temannya, Sanny mendirikan 8villages yang diperuntukkan bagi petani. Perangkat bergerak ini memungkinkan petani menulis mikroblog tentang teknik, produk, dan pelatihan pertanian.
Menurut survei The Economist Intelligence Unit (2014), tren penetrasi teknologi informasi Indonesia akan terus meningkat hingga 2017. Proyeksi belanja perangkat keras hingga 2017 sebesar 21,6 miliar dollar AS atau naik 1,8 kali dibandingkan dengan 2014. Adapun belanja piranti lunak mencapai 596 juta dollar AS pada 2014.
Jaka menyebutkan, ketidakkompakan tim dan tidak adanya rencana keuangan yang matang sebagai penyebab ditutupnya situs Valadoo.com yang didirikan pada Agustus 2010. “Banyak yang menyesalkan keputusan ini, sebab Valadoo tumbuh pesat dengan penawaran paket perjalanan, komunitas pelancong, blogger perjalanan, dan mitra terpecaya seperti Wego,” katanya.
Kendati sempat menerima suntikan dana dari Wego-perusahaan mesin pencarian wisata di Asia Pasifik dan Timur tengah yang berlokasi di Singapura-Jaka mengaku, perusahaannya belum memiliki model bisnis baku.
“Pola pikir harus diubah. Ketika berani berburu investor asing, apakah pelaku sudah mempunyai model bisnis baku?” tanya Jaka.
Yansen menyebutkan tiga elemen penting untuk membangun perusahaan rintisan berbasis teknologi. Ketiga hal itu adalah teknologi informasi, desain, dan bisnis. (MEDIANA)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Mei 2015, di halaman 19 dengan judul “Perusahaan Rintisan Mencari Ceruk Bisnis”.