Presiden Joko Widodo diminta menginjak rem dengan menerapkan pembatasan guna menghindarkan lebih banyak korban. Hal itu disebabkan laju penularan makin tinggi dan tidak terkendali.
Penambahan kasus baru dan jumlah kematian akibat Covid-19 kembali mencapai rekor tertinggi, sedangkan rasio positif meningkat dan rumah sakit mulai penuh. Presiden Joko Widodo diminta menginjak rem dengan menerapkan pembatasan guna menghindarkan lebih banyak korban.
” Situasi kesehatan publik jelas memburuk dan cukup genting. Kami mengharapkan Presiden memprioritaskan kesehatan dan keselamatan publik,” kata Irma Hidayana, peneliti kesehatan publik dari Laporcovid19.org, mewakili sejumlah organisasi sipil, di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Situasi kesehatan publik jelas memburuk dan cukup genting. Kami mengharapkan Presiden memprioritaskan kesehatan dan keselamatan publik.
Dalam Sidang Kabinet Paripurna Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi untuk Penguatan Reformasi Tahun 2021 di Istana Negara, Senin (7/9/2020), Presiden Joko Widodo telah menyatakan, kunci dari pemulihan ekonomi kita adalah kesehatan yang baik. “Kini saatnya Presiden memenuhi ucapannya,” ujarnya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 3.861 orang sehingga total menjadi 207.203 kasus. Rekor penambahan kasus harian tertinggi didapatkan dari pemeriksaan terhadap 20.314 orang, sehingga rasio positif mencapai 19 persen. Rata-rata rasio positif dalam sepekan terakhir 19,7 persen.
Penambahan kasus terbanyak masih terjadi di Jakarta dengan 1.274 kasus baru, disusul Jawa Timur 381 kasus, Jawa Tengah 375 kasus, dan Jawa Barat 335 kasus. Dominasi penambahan kasus di Jakarta ini karena masifnya pemeriksaan, yakni mencapai 31 persen dari total orang yang diperiksa secara nasional.
Sementara jumlah kematian terbanyak kembali terjadi di Jawa Timur, yaitu 42 orang, disusul Jawa Tengah 18 orang, dan Jakara 17 orang. Bali juga mencatat penambahan korban jiwa cukup tinggi, yaitu 9 orang.
Data Satgas Penanganan Covid-19 juga menunjukkan, kesenjangan antara penambahan kasus baru dan kesembuhan cenderung melebar. Dengan jumlah orang yang dinyatakan sembuh pada Kamis (10/9) sebanyak 2.310 pasien, kesenjanganannya mencapai 1.551 orang.
Kondisi ini menyebabkan, ketersediaan tempat perawatan makin terbatas. Bahkan, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisamito mengatakan, semua tempat tidur di tujuh rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta sudah terisi penuh. “Dari 67 rumah sakit rujukan Covid-19 penuh 100 pesen. ICU (ruang perawatan intensif) dan isolasinya penuh 100 persen,” ujarnya.
Adapun tempat tidur ruang isolasi maupun ICU di 46 rumah sakit rujukan Covid-19 lain terisi 60 persen. Hanya ada 14 rumah sakit yang terisi di bawah 60 persen.
Mengkhawatirkan
Irma memaparkan, dengan situasi saat ini, koalisi warga mendukung pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali diterapkan di Jakarta. “Ini harus dilakukan untuk menghindarkan lebih banyak kematian karena rumah sakit tidak mampu menampung pasien,” tuturnya.
Perhitungan tim Laporcovid19 bersama Nanyang Technological University (NTU) Singapura menunjukkan, jika tak ada PSBB yang ketat, RS di Jakarta, meski kapasitasnya bertambah 30 persen, tak akan mampu menampung lonjakan pasien pada 22 September 2020. Jika kasus positif terus meningkat, kematian akibat Covid-19 diprediksi mencapai 3,000 orang pada akhir Oktober 2020.
Epidemiolog dari Forum Ilmuwan Muda Indonesia, Iqbal Elyazar memaparkan, pembatasan sosial seharusnya diterapkan di wilayah lain, dengan berbasiskan pulau. “Minimnya tes, terutama untuk wilayah di luar Jakarta, menyebabkan kasus aktifnya belum terdeteksi,” tuturnya.
Dia mengestimasi, total kasus yang terinfeksi saat ini sudah mencapai 6,5 juta orang sedangkan yang ditemukan baru sekitar 200.000 orang atau hanya sekitar 3 persennya. “Faktor koreksinya sampai 30 persen,” ujarnya.
Daerah dengan kematian tinggi, tetapi penambahan kasus relatif kecil karena keterbatasan tes, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali, harus segera melakukan pembatasan sosial secara ketat. “Pembatasan tidak akan efektif jika separuh-separuh, harus lebih ketat agar tidak berlarut-larut,” kata Iqbal.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 9 September 2020 juga menyoroti keterbatasan jumlah tes nasional, yang belum mencapai separuh dari ambang minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu. Analisis WHO menyebutkan, baru dua daerah yang memenuhi pemeriksaan minimal, yaitu DKI Jakarta dan Sumatera Barat, serta Yogyakarta hampir memenuhi ambang minimal.
Laporan ini juga menyoroti munculnya kluster-kluster pabrik, yang mendorong seruan untuk pengawasan pemerintah yang lebih ketat dan kepatuhan perusahaan lebih baik dengan protokol kesehatan. Di Jawa Barat telah terjadi tiga kluster besar dengan total 541 kasus dari kawasan industri di Kabupaten Bekasi. Jawa Tengah, dan Jawa Timur juga ditemukan kluster pekerja pabrik.
Selain itu. laporan WHO menyoroti tingginya kematian tenaga kesehatan. Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Halik Malik mengatakan, kemarin, ada penambahan dua dokter yang meninggal dunia karena Covid-19, yaitu Macmud dari Kediri dan Ifan Eka Syahpura dari Medan, sehingga total menjadi 109 dokter meninggal di 54 kabupaten/kota di 16 provinsi. Adapun jumlah perawat yang meninggal mencapai 70 orang dokter gigi 9 orang.
Halik menambahkan, dari jumlah korban dokter, 15 orang di antaranya dari Jakarta. “Di Jakarta juga ada 1.276 tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif Covid-19,” ungkapnya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 11 September 2020