Eksistensi pendidikan pascasarjana, dari magister hingga doktor, dan doktor terapan, hendaknya tidak dimaknai sekadar proses perkuliahan. Lulusannya diharapkan mumpuni dalam riset di bidangnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun memberi solusi bagi permasalahan bangsa. Karena itu, perlu terus penguatan riset dan upaya mengawal penjaminan mutu.
Hal itu dikemukakan Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Hendra Gunawan yang dihubungi dari Jakarta, akhir pekan lalu.
“Idealnya, kalangan pengelola perguruan tinggi sadar betul bahwa mereka merupakan institusi yang harus menjaga nilai-nilai, bukan mengakal-akali. Adanya regulasi bagi PT, terutama mengatur pascasarjana, untuk kondisi Indonesia memang masih dibutuhkan. Sebab, penjaminan mutu PT yang melaksanakan fungsinya secara benar masih perlu dikawal,” tutur Hendra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, seharusnya setiap kampus punya gugus kendali mutu dan rambu-rambu. Promotor pun harus mengukur kapasitas dirinya dalam melaksanakan pembimbingan. “Program S-3 atau doktor itu harus aktif di penelitian, bukan sekadar kuliah. Lulusannya berarti sudah punya lisensi menjadi peneliti. PT memang harus paham entitasnya sebagai lembaga yang tidak main-main dalam mempersiapkan SDM bangsa,” ujar Hendra.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memberi batas waktu hingga Desember 2017 bagi PTN dan PTS untuk menetapkan standar nasional pendidikan tinggi program pascasarjana. Termasuk, ketentuan soal promotor yang dibatasi membimbing maksimal 10 mahasiswa, serta aktif meneliti dan menulis publikasi ilmiah di jurnal internasional.
Profesor tertentu diburu
Mahasiswa S-3 Universitas Negeri Jakarta, Wijaya Kusumah, mengatakan, sekarang pemilihan promotor kandidat doktor dilakukan secara terbuka, sesuai riset yang direncanakan. “Kalau dulu, katanya ada numpuk di satu profesor. Berdasarkan informasi yang beredar, ada profesor tertentu yang ‘mudah’ sehingga diburu kandidat doktor,” kata Wijaya yang berprofesi sebagai guru TIK.
Ia menambahkan, dengan sistem administrasi yang daring saat ini, termasuk juga ada buku laporan konsultasi dengan promotor, proses meraih gelar doktor tidak bisa asal-asalan.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristek dan Dikti Intan Ahmad dalam surat edaran soal implementasi SNPT pada program magister, doktor, dan doktor terapan, pada Desember 2016, menyebutkan, evaluasi lebih mendalam penerapan SNPT pada program pascasarjana difokuskan pada lima hal, yakni penerapan sistem satuan kredit semester, lama masa studi, kualifikasi pembimbing dan promotor, jumlah bimbingan atau disertasi per dosen pembimbing, serta publikasi.
Kewajiban publikasi bagi mahasiswa program magister adalah menerbitkan makalah atau karya ilmiah penelitian di jurnal ilmiah terakreditasi atau di jurnal internasional. Mahasiswa program doktor wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi. Adapun mahasiswa doktor terapan wajib menerbitkan makalah di jurnal nasional terakreditasi, atau diterima di jurnal nasional, atau karya yang dipresentasikan atau dipamerkan dalam forum internasional.
Surat itu disampaikan kepada pimpinan PTN, Kopertis I-XIV, dan perguruan tinggi di kementerian/lembaga lain. (ELN)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Januari 2017, di halaman 11 dengan judul “Perkuat Riset dan Kawal Penjaminan Mutu”.