Perusahaan multinasional asal Jepang, Hitachi Ltd, memberi sinyal untuk ekspansi ke pasar Asia Tenggara dengan menghelat Hitachi Innovation Forum 2014 di Singapura 18-19 November lalu. Salah satu bidang bisnis yang jadi fokus adalah perkeretaapian.
Asia Tenggara sebagai kawasan dengan jumlah penduduk besar memiliki prospek pasar cerah karena memerlukan moda transportasi antarwilayah yang efisien. Bahkan, Hitachi mulai menggarap transportasi berbasis rel di Singapura dan Vietnam.
Alistair Dormer, Global Chief Executive Officer Rail Hitachi Ltd, mengungkapkan, Hitachi baru saja menjalin kontrak senilai Rp 300 miliar dengan Sentosa Development Corporation (SDC) untuk membangun jaringan monorel di Pulau Sentosa, Singapura, dan menjadi kontraktor utama dalam proyek transportasi publik di Ho Chi Minh, Vietnam, pada 2013.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Kami sedang melihat peluang di negara Asia Tenggara lain. Pengembangan transportasi publik merupakan salah satu solusi untuk mengurai kemacetan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Alistair Dormer, di sela-sela Hitachi Innovation Forum 2014, Rabu (19/11).
President and Chief Operation Officer Toshiaki Higashihara mengakui, Hitachi tengah ekspansi ke pasar Asia Tenggara terutama untuk dua bidang bisnis, yakni jaringan transportasi publik berbasis rel dan penyedia jasa teknologi informasi.
Hingga kini, bisnis Hitachi yang berkembang di kawasan ini antara lain infrastruktur, material dan komponen teknologi tinggi, alat berat untuk konstruksi dan pertambangan, suku cadang bisnis otomotif, dan alat elektronik.
Masanao Sato, General Manager Public Relations and IR Department Corporate Communications Division Hitachi Ltd, mengungkapkan, pendapatan Hitachi di Asia selama tahun 2013 sebesar 989,9 miliar yen atau sekitar Rp 102,4 triliun. Hitachi mematok target pendapatan tersebut meningkat 30 persen di tahun 2015 atau menjadi Rp 133,5 triliun.
Bagaimana dengan Indonesia? Sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar di Asia Tenggara, Indonesia tentu menjadi pasar yang paling potensial terkait pengembangan moda transportasi publik berbasis rel.
Dormer mengungkapkan, kemacetan lalu lintas merupakan isu utama di Indonesia, terutama di Jakarta. Hal ini tentunya menjadi peluang besar untuk pengembangan moda transportasi publik berbasis rel. ”Kami melihat potensi yang besar di Indonesia untuk menanamkan investasi di bidang transportasi berbasis rel (railways). Namun, ini semua tergantung dari kebijakan Pemerintah Indonesia serta kemauan politik pemimpin yang baru,” ujar Dormer.
Ikut tender
Dormer mengakui, Hitachi tertarik menjadi bagian dari pengembangan jaringan transportasi publik di Indonesia. Saat ini, Hitachi adalah salah satu perusahaan yang mengikuti tender proyek transportasi publik (MRT) di Jakarta.
Chief Strategy Officer Rail Systems Company Hitachi Ltd Shinya Mitsudomi menambahkan, tender yang diikuti Hitachi terkait proyek MRT di Jakarta adalah untuk sistem manajemen lalu lintas, persinyalan, penyedia gerbong, dan sistem telekomunikasi. ”Kami masih menunggu hasilnya,” kata Shinya.
Dormer menilai, model transportasi publik yang cocok di kota yang sudah terlalu padat seperti Jakarta adalah monorel karena memiliki jalur menggunakan tiang pemancang, dibandingkan harus membangun jaringan kereta bawah tanah yang relatif lebih rumit. ”Kami berharap pengalihan subsidi bahan bakar minyak di Indonesia salah satunya dialihkan untuk membangun transportasi publik,” kata Dormer.
Toshiaki menambahkan, Indonesia merupakan pasar yang paling potensial di antara negara Asia Tenggara untuk sejumlah investasi, seperti jaringan transportasi publik berbasis rel, teknologi informasi, dan transmisi listrik.
Di Indonesia, Hitachi memiliki 19 anak perusahaan yang menyerap 4.880 tenaga kerja. Perusahaan itu antara lain di bidang produksi alat berat konstruksi dan pertambangan, teknologi komunikasi dan informasi, transmisi listrik, infrastruktur, dan penyedia perangkat industri otomotif.
Selama ini Hitachi dikenal sebagai perusahaan produsen alat elektronik dan televisi. Namun, masuknya perusahaan Korea Selatan membuat Hitachi keluar dari persaingan dan memilih menjual pabrik televisinya ke Panasonic dan NEC pada 2012. Hitachi lalu fokus pada bisnis lain, seperti teknologi komunikasi dan informasi, jaringan transportasi berbasis rel, dan produksi alat berat. (Harry Susilo)
Sumber: Kompas, 5 Desember 2014