Para pelaku sekolah rumah khawatir perubahan kelembagaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memengaruhi tata kelola pendidikan nonformal dan informal.
Para pelaku sekolah rumah menunggu kejelasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan tata kelola pendidikan nonformal dan informal yang baru. Adanya konsolidasi eselon I di Kemdikbud jangan sampai menelantarkan praktik-praktik pendidikan di luar sekolah formal.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Seto Mulyadi, Ketua Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif, menjelaskan bahwa sekolah rumah merupakan mitra pemerintah dalam mewujudkan wajib belajar 12 tahun. Ia berbicara pada pertemuan Asah Pena di Tangerang Selatan, Sabtu (21/12/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Sekolah rumah sebagai bentuk pendidikan informal tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hak anak untuk mendapat pendidikan dalam suasana kondusif yang mengembangkan seluruh potensinya harus dipenuhi. Caranya dengan melihat kecocokan dan kemauan anak mengenai jenis pendidikan yang cocok dengan kepribadian dan gaya belajar mereka,” kata Ketua Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Seto Mulyadi, Sabtu (21/12/2019), di Tangerang Selatan, Banten.
Seto mengatakan hal tersebut dalam pertemuan Asah Pena. Organisasi ini merupakan perkumpulan para orangtua yang mendidik sendiri anak mereka di rumah ataupun lembaga yang memberikan jasa pendidikan bagi anak di luar sekolah formal.
Konteks sekolah rumah sangat berkaitan dengan konsep merdeka belajar yang digaungkan Kemdikbud. Apalagi, sekolah rumah beserta pendidikan nonformal dan informal lainnya turut berkontribusi untuk memastikan anak-anak usia sekolah bisa menuntaskan program Wajib Belajar 12 Tahun.
Asah Pena sudah memiliki perjanjian kerja sama dengan Kemdikbud pada 2007 melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal. Pada tahun 2014, namanya berubah menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Masyarakat dengan sekolah rumah masuk di bawah pengelolaan Direktorat Pendidikan Kesetaraan.
Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin terjadi perubahan kelembagaan. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dipecah karena sektor pendidikan tinggi dimasukkan ke Kemdikbud. Praktis akan terjadi konsolidasi pada tataran eselon I Kemdikbud.
”Kabar yang beredar di kalangan pelaku sekolah rumah adalah Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas akan bergabung dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Ini mencemaskan karena kami takut kepentingan dari pendidikan nonformal dan informal akan dikesampingkan karena anggaran dan tenaga dicurahkan kepada sekolah-sekolah formal,” tutur Sekretaris Jenderal Asah Pena Anastasia Rima.
Ia meminta agar Kemdikbud mengingat bahwa pelaku sekolah rumah adalah kolaborator dari berbagai program pendidikan. Dalam konteks Asah Pena, asosiasi ini berupaya merangkul pelaku sekolah rumah tunggal dan komunitas serta menyosialisasikan modul pemelajaran kesetaraan yang dikeluarkan oleh Kemdikbud.
Asah Pena akan membuat bank metodologi, yaitu kumpulan praktik baik yang dilakukan oleh para orangtua dalam mendidik anak. Bank metodologi ini akan menjadi sumber inspirasi ataupun diskusi untuk bertukar ilmu mengenai pola pengasuhan dan pendidikan anak yang mengembangkan potensi sekaligus memenuhi standar pendidikan nasional. Keanggotaannya juga mencakup layanan mengikuti ujian kesetaraan demi mendapatkan ijazah.
”Bagi para anggota dikenakan kode etik, yaitu tidak boleh melanggar hukum dengan dalih pemenuhan hak anak,” ujar Anastasia.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Koordinator Nasional Perkumpulan Homeschooler Indonesia Ellen Nugroho (tengah) dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/12/2019), meminta pemerintah menegaskan bahwa sekolah rumah adalah metode pendidikan informal. Jangan disamakan dan digabungkan dengan lembaga pendidikan nonformal seperti tempat les, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan sanggar kegiatan belajar.
Pada kesempatan yang berbeda, Koordinator Nasional Perkumpulan Homeschooler Indonesia Ellen Nugroho mengatakan, pihaknya menyambut positif kebijakan merdeka belajar karena sesuai dengan semangat para praktisi sekolah rumah. Meskipun begitu, mereka menunggu rumusan implementasi kebijakan ini untuk jalur pendidikan nonformal dan informal.
Kebijakan peniadaan ujian nasional per 2021 dan menggantinya dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter juga berpengaruh terhadap anak-anak yang bersekolah di rumah. Apabila rujukan implementasi dari Kemdikbud sudah keluar, para orangtua akan mudah mengadaptasinya ke dalam pola pemelajaran anak di rumah masing-masing.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud Ade Erlangga Masdiana mengatakan, konsolidasi eselon I masih terus berproses. Belum ada kejelasan mengenai perubahan direktorat jenderal beserta unit-unit di dalamnya.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Editor: YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 22 Desember 2019